Penyelenggara Netral, Demokrasi Bersih

  • Bagikan
Pengamat politik Sultra/Akademisi Fisip UHO, Dr. Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si
Pengamat politik Sultra/Akademisi Fisip UHO, Dr. Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si

--Pengamat : KPU Harus Netral, Jaga Muruah Penyelenggara Pemilu

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Netralitas penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjamin terciptanya demokrasi yang bersih. Sebaliknya, jika oknum penyelenggara baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yakin dan percaya, nilai-nilai luhur demokrasi tercederai. Sebagai penyelenggara Pemilu 2024, KPU Sultra memastikan netralitasnya.

Koordinator Divisi (Kordiv) Parmas dan Sumber Daya Manusia KPU Sultra, Amirudin mengatakan, netralitas menjadi harga mati bagi penyelenggara pemilu termasuk para komisioner di KPU. Menurutnya, netralitas harus ditegakkan dalam Pemilu karena KPU merupakan penyelenggara dan menjadi wasit dalam proses demokrasi.

"KPU sudah ditegaskan untuk bersikap netral. Tidak memihak pada salah satu calon presiden dan wakil presiden, partai politik (parpol) maupun calon anggota legislatif (caleg)," kata Amiruddin kepada Kendari Pos, Kamis (1/2/2024).

Amirudin tak menampik jika tantangan pada Pemilu 14 Februari cukup berat. Pasalnya, Pemilu dilaksanakan secara serentak yakni Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) DPR RI, DPD RI, dan DPRD provinsi, kabupaten/kota.

"Pemungutan suara Pemilu 14 Februari 2024 tersisa 12 hari lagi. Kami memastikan akan melaksanakan Pemilu secara jujur dan adil sehingga Pemilu bisa berjalan dengan aman, lancar, dan damai," tegas Amiruddin.

Sementara itu, pengamat politik Sultra, Dr. Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si menegaskan penyelenggara harus bersikap netral pada Pemilu 2024. Soal netralitas dalam diri penyelenggara itu tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, salah satu potensi kerawanan pemilu bisa terjadi dan dipicu oleh penyelenggara Pemilu.

Akademisi Fisip Universitas Halu Oleo (UHO) itu mengungkapkan, terdapat 4 potensi pelanggaran pada penyelenggara Pemilu. Pertama, penyelenggara Pemilu berpotensi menjalin kedekatan dengan peserta Pemilu misalnya calon presiden (Capres) atau calon anggota legislatif (Caleg).

Kedua, dalam penyelenggaraan Pemilu terutama pada hari pemungutan suara (pencoblosan) terkadang ada oknum penyelenggara tidak bekerja secara proporsional dan melakukan dukungan kepada para caleg.

Ketiga, kerawanan terjadi pada hari pemungutan suara (pencoblosan) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang biasanya dilakukan oleh oknum badan adhoc. "Kerawanan ini terjadi karena badan adhoc tidak paham dengan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi) masing-masing sehingga yang terjadi banyaknya kertas suara yang tidak sah," kata Dr. Muh Najib.

Keempat, terjadinya pemilihan ulang atau Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilu. "Ini salah satu bukti ketika misalnya ada kesalahan dalam pencoblosan di hari H menyebabkan dilaksanakannya PSU. Ini mencerminkan kurang proporsionalnya penyelenggaraan Pemilu," ungkap Dr. Muh Najib.

Karena potensi kerawanan Pemilu yang bisa terjadi, Dr.Muh Najib berharap penyelenggara Pemilu betul-betul berposisi sebagai wasit demokrasi yang tidak memihak pada pasangan calon (paslon) baik capres, cawapres, caleg maupun partai politik (Parpol) manapun.

"KPU harus berada pada posisi netral. Karena yang bisa mewujudkan Pemilu yang jurdil (jujur dan adil) hanya KPU. Kita harap KPU bisa menjaga muruahnya sebagai penyelenggara Pemilu 2024 yang berintegritas dan profesional," pungkas Dr. Muh Najib. (ags/b)

  • Bagikan