Peran Perempuan dalam Penanggulangan Stunting

  • Bagikan
Hartini Azis, A.Ma
Hartini Azis, A.Ma

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Peranan perempuan dalam pembangunan membawa dampak positif karena dapat berperan aktif di segala kehidupan bangsa dan dalam segenap kegiatan pembangunan. Peran perempuan di masa sekarang sudah tidak lagi dikaitkan hanya dengan kodratnya sebagai seorang istri atau ibu saja. Namun telah berkembang sehingga perempuan telah berperan dalam setiap segi kehidupan masyarakat dan dapat mengembangkan diri, serta menyumbangkan darmanya kepada masyarakat.

Perempuan sebagai ibu rumah tangga berperan dalam menjalankan fungsi keluarga dan menentukan kualitas keluarga. Bagaimana caranya menanggung peran yang demikian penting, jika dirinya sendiri masih rapuh atau rentan. Oleh karena itu memampukan perempuan dalam segala bidang termasuk pengetahuan kesehatan sangatlah penting untuk keberlangsungan hidup dalam keluarga.

Perempuan Indonesia yang berdaya guna memberikan peluang karier dan posisi sentral yang strategis dalam pengembangan serta perbaikan negara Indonesia terutama di bidang kesehatan. Salah satunya terkait stunting. Isu stunting menjadi prioritas utama di Indonesia sebab mempengaruhi stabilitas negara baik di bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Anak yang mengalami stunting memiliki risiko kesehatan buruk di masa dewasa, juga berpeluang memiliki karier yang kurang baik, sehingga menyebabkan penurunan ekonomi negara.

Potensi luar biasa yang ditunjukkan oleh perempuan secara ekonomi dapat menjadi amunisi penting dalam upaya penurunan stunting yang membutuhkan intervensi dari berbagai sektor. Target penurunan prevalensi stunting di Indonesia selaras dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu penghapusan segala bentuk kekurangan gizi pada 2030 mendatang.

Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius yang di hadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka ini masih tinggi dan menunjukkan bahwa lebih dari seperlima anak di Indonesia masih mengalami stunting, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%. Sulawesi Tenggara prevalensi stuntingnya tahun 2022 masih ada di angka 30,2% yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang tergolong berat.

Kondisi stunting pada anak ini perlu diketahui oleh semua orang tua sehingga dalam pemberian makan ataupun kesehatan anak harus dijaga. Ada banyak berbagai faktor yang bisa menyebabkan stunting, dan sebaliknya banyak pula akibat yang muncul karena stunting tersebut. Sekarang ini banyak ditemui terjadinya stunting pada anak seperti yang kita lihat dan baca pada media dengan berbagai kasus yang signifikan.

Membicarakan stunting, tidak akan bisa lepas dari peran perempuan terutama saat perempuan menjalani fase kehamilan. Masa kehamilan merupakan salah satu periode kritis dalam perkembangan manusia. Salah satu faktor risiko terbesar bayi stunting disebabkan gizi ibu saat hamil, usia ibu hamil, anemia dan depresi saat kehamilan, kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan berulang dalam waktu berdekatan, status nutrisi ibu hamil dan literasi kesehatan menjadi faktor risiko antenatal yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Oleh sebab itu, kita perlu memperhatikan kondisi ibu hamil agar tidak kekurangan gizi dan zat besi selama masa kehamilan.

Keluarga harus direncanakan dengan baik. Semuanya harus terencana secara simultan dan menyeluruh. Penanganan dan edukasi stunting bahkan harus dilakukan sebelum perempuan memasuki usia pernikahan. Khususnya perempuan. edukasi di keluarga soal pernikahan, edukasi saat usia kehamilan, hingga setelah melahirkan dan anak memasuki usia di bawah dua tahun dan balita.

Diharapkan kaum perempuan agar meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesiapan diri dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini perlu diperhatikan agar stunting yang merupakan gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun atau anak balita akibat kurang gizi kronis bisa dicegah. Dalam jangka panjang, stunting bisa memengaruhi kecerdasan dan tumbuh kembang anak serta memengaruhi kualitas generasi suatu bangsa.

Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, peran perempuan tentu saja sangat signifikan terutama sebagai penggerak kesehatan di lingkungan keluarga sebagai unit terkecil, perempuan dituntut berperan aktif untuk bisa mengatasi masalah gizi, terutama stunting.

Upaya pencegahan membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas rumah tangga terkait pentingnya memperhatikan masa seribu pertama kehidupan anak (1000 HPK).

Diperlukan peningkatan kualitas perempuan dalam keluarga yang dapat berpengaruh dalam upaya penurunan prevalensi stunting. Penanggulangan stunting perlu diperkuat dengan adanya kebijakan program untuk menurunkan stunting seperti peningkatan literasi kesehatan remaja dan ibu hamil, gerakan menanggulangi anemia dan thalasemia, peningkatan antenatal care, serta peningkatan ekonomi masyarakat sehingga dapat menyediakan keberagaman makanan yang bergizi dalam keluarga. Permasalahan stunting tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa adanya upaya sinergi dan kolaborasi lintas sektor dan pemberberdayaan Perempuan tetapi juga sejalan dengan komitmen pemerintah dalam pencegahan stunting.

Untuk mencetak generasi emas dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, sangatlah penting bagi para perempuan perempuan hebat untuk memberi perhatian pada tumbuh kembang anak dalam 1.000 hari pertama masa kehidupannya sejak dalam masa kandungan sampai anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai aspek, yang menentukan kualitasnya di masa depan. (*)

  • Bagikan