Hari Parlemen: Minimalisir Argumen, Teguhkan Komitmen

  • Bagikan

Penulis: La Yuli, S.Pd., M.Pd. (Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Kendari)

Sejarah Hari Parlemen Indonesia

Tidak banyak orang tahu, bahwa tiap 16 Oktober adalah hari parlemen Indonesia. Yang kebanyakan orang tahu, tanggal 16 Oktober adalah peringatan hari pangan dunia. Wajar memang, mengingat masalah pangan adalah kebutuhan dasar setiap makhluk hidup.
Tetapi kawan, hari parlemen bukan berarti tidak penting bagi kita, meskipun penentuan tanggal 16 sebagai hari parlemen masih mengalami keburaman, dan semoga saja tidak seburam wajah parlemen kita hari ini.

Sebab, sebanyak apapun saya mencari lewat mesin google, tetap saja tidak cukup banyak informasi yang saya dapatkan, mengapa dan kapan penetapan tanggal 16 sebagai hari parlemen. Seperti yang kita ketahui bersama, parlemen merupakan badan legislatif, khususnya di negara-negara sistem pemerintahannya berdasarkan Westminster dari Britania Raya. Istilah bahasa Inggris berasal dari Anglo-Norman dan berasal dari abad ke-14 berasal dari Parlemen Prancis abad ke-11.

Parlemen dari kata parler yang berarti untuk berbicara. Makna ini berkembang dari waktu ke waktu. Awalnya ini mengacu pada setiap diskusi, percakapan, atau negosiasi melalui berbagai jenis kelompok deliberatif atau yudisial, sering kali dipanggil oleh seorang raja. Pada abad ke-15 di Inggris, parlemen secara khusus berarti badan legislatif.

Menilik kembali perjalanan pembentukan parlemen Indonesia akan terlihat bahwa keberadaanya mampu mengikuti transisi dan dinamika politik yang menyertai. Parlemen Indonesia bermula dari mulai diikutsertakan perwakilan tokoh pergerakan di dalam dewan rakyat bentukan Belanda (Volksraad) meskipun peran mereka masih dibatasi.

Namun, hal tersebut cukup memberi peluang bagi kaum pergerakan untuk menyuarakan pendapat, terlebih setelah ada hak otonomi kepada daerah jajahan pada 1922. Singkatnya, parlemen, sebuah istilah barat yang berarti lembaga perwakilan, sementara Dewan Perwakilan Rakyat adalah istilah yang dikenal di negeri ini.

Parlemen dan Anggota Legislatif di Mata PKS
Seorang Aleg (Anggota Legislatif) merupakan ujung tombak dari sebuah partai. Sebab keberhasilan sebuah partai dalam mendulang suara, ditunjukkan dengan seberapa banyak kursi yang berhasil diduduki di parlemen. Menyadari hal itu, PKS adalah salah satu partai yang ketat dalam mengawal dan mengontrol Aleg (anggota legislatif)-nya. Sebab Aleg adalah perwajahan dari partai. Pun sebagai Aleg PKS, kami selalu memandang bahwa posisi suara yang diraih juga kursi yang didapatkan tidak lepas dari kerja-kerja keras kader partai.

Karenanya, memelihara dan menjaga hubungan Aleg dengan kader partai adalah sebuah keniscayaan sebagaimana menjaga hubungan dengan konstituen. Tidak ada dikotomi antara suara kader dan suara konstituen. Sebab setiap kader akan selalu berdiri bersama konstituen, mengontrol Aleg-nya untuk berjalan on the track, membangun daerah bahkan negeri ini dengan cinta.

Sebagai partai yang memproklamirkan diri mengusung nilai-nilai keislaman dalam AD-ART, PKS memandang bahwa Islam tidak membuat batasan tertentu soal negara; baik itu negara kerajaan, parlementer, maupun presidensial. Walaupun tentu saja ada bentuk yang lebih efektif dalam menjalankan peran dan fungsi sistem Islam; yakni Khilafah.

Tetapi efektivitasnya tidaklah ditentukan oleh bentuk negara semata, melainkan oleh suprastrukturnya yaitu manusia. Dampak penerapan syariah atau hukum Islam bermuara pada penciptaan keamanan dan kesejahteraan. Dan kesemuanya itu bertumpu pada manusianya. Maka apapun bentuk negaranya, hanya ‘orang kuat yang baik’ yang dapat menerapkan sistem Islam itu. Tidak cukup hanya dengan ‘orang baik’ saja.

Itulah mengapa, Umar bin Khattab berdoa; “Ya Allah, lindungilah kami dari orang-orang bertaqwa yang tidak berdaya, dan dari orang yang tidak bertaqwa dan lemah, serta lindungilah kami dari orang-orang jahat yang perkasa dan tangguh”
Inilah sesungguhnya misi gerakan Islam: melahirkan orang-orang yang baik yang kuat, atau orang-orang kuat yang baik. Menjadi soleh dan baik saja, ternyata tidaklah cukup. Kita harus kuat dan tangguh. Agar mampu mengemban amanah sebagai wali Allah yang bertebaran memberi manfaat di muka bumi ini.

Bagaimana menjadi orang baik yang kuat? Ialah yang memiliki sumber daya dan memiliki komunikasi yang mumpuni. Ia memiliki keimanan dan ilmu, serta kemampuan menjelaskan dan mengelaborasinya untuk mempengaruhi orang lain. Semuanya bermuara kepada mardatillah. Mencari ridho Allah.

Hubungan Anggota Parlemen dengan Rakyat
Hubungan DPRD dengan rakyat bukan sekadar hubungan politik. DPRD seharusnya jangan jauh dari rakyat, apalagi memandang rakyat hanyalah sekumpulan pemberi suara yang mereka perlukan lima tahun sekali. Ini tidak mudah, memang. Apalagi di tengah stigma negatif yang kerap kali disematkan kepada Anggota DPRD yang berusaha melindungi kepentingan partainya.

Namun demikian, sebagai calon terpilih kami tetap berniat mewujudkan suatu parlemen yang modern dan mempunyai legitimasi serta kepercayaan yang tinggi dari publik. Semoga ke depannya, wajah parlemen kita lebih manis dan ramah kepada rakyatnya. Sebab orang-orang di dalamnya adalah pilihan dari rakyat itu sendiri.
Maka jika kau ingin melakukan perbaikan dan perubahan besar untuk bangsa ini, memasuki parlemen adalah sebuah langkah strategis. Tidak ada salahnya kita adopsi pendapat Hitler, bahwa "Jika kau tak suka aturannya, maka naiklah ke atas dan ubahlah aturan itu".

Pada akhirnya, selamat Hari Parlemen Indonesia. Semoga ke depan perwajahan parlemen kita semakin cerah. Di tahun politik seperti ini, saatnya kita sebagai wakil rakyat ataupun calon wakil rakyat, berupaya untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada parlemen. Mari kita meminimalisir argumen, dan perkuat komitmen untuk terus menebar manfaat untuk negeri, khususnya daerah kita tercinta. (*)

  • Bagikan