Pemprov Gandeng KPK dan Kejati Tagih Pajak

  • Bagikan
Kepala Bapenda Sultra, Muhajirin (kanan) meneken berita acara Penandatanganan Kerja Sama (PKS) dan Penyerahan Surat Kuasa Khusus optimalisasi PAD sektor pertambangan. Turut bertanda tangan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK, Ely Kusumastuti (4 dari kiri), Rabu (6/9), kemarin. (RAHMA SAFITRI HASLI/ KENDARI POS)
Kepala Bapenda Sultra, Muhajirin (kanan) meneken berita acara Penandatanganan Kerja Sama (PKS) dan Penyerahan Surat Kuasa Khusus optimalisasi PAD sektor pertambangan. Turut bertanda tangan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK, Ely Kusumastuti (4 dari kiri), Rabu (6/9), kemarin. (RAHMA SAFITRI HASLI/ KENDARI POS)

--89 Perusahaan Tambang Menunggak Pajak Air Permukaan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Provinsi Sultra kaya akan sumber daya mineral. Puluhan bahkan ratusan perusahaan mengeruk mineral dari perut bumi Sultra namun tak semua memberi manfaat. Buktinya, 89 perusahaan menunggak pajak air permukaan sebesar Rp31 miliar. Padahal kewajiban perusahaan membayar pajak air permukaan.

Pemprov Sultra kesulitan mengambil hak rakyat dari pajak itu yang akan masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PA). "Saat ini, boleh dikatakan agak susah mengambil hak-hak kita. Di Sultra ini, masih banyak perusahaan tambang yang belum menuntaskan kewajibanya itu," ujar Asisten I Setda Sultra, Suharno, Rabu (6/9) kemarin.

Untuk itu, Pemprov Sultra menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra untuk menagih kepada perusahaan penunggak pajak air permukaan. Upaya itu dilakukan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Penyerahan Surat Kuasa Khusus.

"Kami sangat optimis dapat menarik PAD melalui sektor pajak air permukaan apalagi bagian Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Sultra akan langsung action untuk membantu pemprov menarik PAD ini," ungkap Suharno usai penandatanganan PKS bersama KPK dan Kejati Sultra di Ruang Pola Kantor Gubernur, Rabu (6/9), kemarin.

PKS dan Penyerahan Surat Kuasa Khusus itu dilakukan dalam rangka optimalisasi PAD sektor pertambangan. "Syukur alhamdulillah, saat ini kita dibantu Kejati Sultra dan KPK dalam mengoptimalkan PAD. Sebab satu-satunya pendapatan yang langsung diterima oleh pemda adalah PAD dari sektor pajak air permukaan," kata Suharno.

Suharno mengaku Pemprov Sultra sudah melakukan langkah penarikan pajak air permukaan sejak beberapa tahun lalu. Bahkan Pemprov telah bersurat ke perusahaan-perusahaan yang menunggak pajak. Namun faktanya sampai saat ini kewajiban itu belum dituntaskan 89 perusahaan.

"Kami harap kewajiban-kewajiban dari para penambang khususnya pajak air permukaan segera dipenuhi sehingga pemda dan masyarakat Sultra dapat merasakan PAD melalui pajak itu," tukas Suharno.

Di tempat yang sama, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sultra, Herry Ahmad Pribadi, mengatakan, berdasarkan kerja sama itu, Kejati Sultra bertindak atas pendataan terkait Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun). Bukan pada tindakan yang sifatnya represif seperti kasus-kasus sebelumnya.

"Ini sebagai pendekatan untuk mengimbau perusahaan yang tak membayar pajak agar dengan kesadaranya dapat menuntaskan kewajibannya. Karena ini untuk kepentingan rakyat juga. Lagi pula, perusahaan sudah mengambil sumber daya alam, lalu tidak mau bayar (pajak). Nah itu harus menjadi perhatian," ujar Wakajati Sultra, Herry Ahmad Pribadi.

Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK, Ely Kusumastuti mengatakan kerja sama yang dilakukan merupakan sinergisitas yang memfokuskan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban membayar pajak terutama disektor pertambangan.

"Mereka (pihak perusahaan) sudah menunggak bertahun-tahun. Sehingga kita lebih fokus ke situ. Sinergi dan kolaborasi yang dilakukan dengan harapan agar tunggakan pajaknya terbayar," kata Ely Kusumastuti.

Dia menjelaskan, usai kerja sama ini, pihaknya akan menempuh tahap nonlitigasi atau di luar pengadilan untuk menuntaskan persoalan pajak. Namun apabila jalur nonlitigasi belum berhasil, maka KPK akan menempuh jalur litigasi dengan melakukan gugatan perdata. Karena adanya upaya melawan hukum dari wajib pajak.

"Tentu saja, langkah ini (litigasi) kita lakukan untuk mengembalikan hak pemerintah daerah dan hak masyarakat agar pendapatan daerah dari sektor pajak bisa lebih optimal," ucap Ely Kusumastuti.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sultra, Mujahidin mengatakan, terdapat 6 kabupaten yang wilayahnya beroperasi perusahaan pertambangan, yakni Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka dan Kolaka Utara.

"Terdapat 89 perusahaan pertambangan di Sultra yang belum menuntaskan kewajiban pajak air permukaannya. Total tunggakan sekira Rp31 miliar. Data tagihan ini sejak tahun 2017 sampai 2020," ujar Muhajirin. (rah/b)

  • Bagikan