Kejati Sita Uang Tunai Rp79 Miliar

  • Bagikan
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, S.H.,M.H (kanan) menunjukkan tumpukan uang tunai Rp79 miliar yang disita dari para tersangka dugaan korupsi pertambangan ilegal, Kamis (24/8) kemarin. (MUH.ABDI ASMAUL AMRIN / KENDARI POS)
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, S.H.,M.H (kanan) menunjukkan tumpukan uang tunai Rp79 miliar yang disita dari para tersangka dugaan korupsi pertambangan ilegal, Kamis (24/8) kemarin. (MUH.ABDI ASMAUL AMRIN / KENDARI POS)

--Hasil Pengungkapan Kejahatan Dugaan Korupsi Tambang Ilegal

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tak hanya memburu dan menangkap pelaku pertambangan ilegal di Blok M (Mandiodo) Konawe Utara. Kejati juga berhasil mengembalikan kerugian keuangan negara dari tangan "perampok" mineral yang menambang ilegal berbekal "dokumen terbang" (dokter). Kejati menyita duit sekira Rp75 miliar dari para tersangka.

Dalam konferensi pers di Kantor Kejati Sultra, kemarin, puluhan miliar uang yang disita bertumpuk di atas meja. Kepala Kejati (Kajati) Sultra, Dr. Patris Yusrian Jaya mengatakan, barang bukti uang tunai Rp79.088.636.828 (Rp79 miliar) tersebut terdiri dari Rp59.275.226.828 (Rp59,2 miliar) mata uang rupiah. Lalu, 296.700 dolar Amerika atau setara Rp4.539.510.000 (Rp4,5 miliar) dan 1.350.000 dolar Singapura atau setara Rp15.273.900.000 (Rp15,2 miliar).

Uang tunai yang disita ini merupakan barang bukti dugaan tindak pidana korupsi pertambangan bijih nikel di wilayah izin PT.Antam UBPN Konut di Blok M (Mandiodo). “Barang bukti ini diperoleh dari beberapa pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kajati Sultra, Dr.Patris Yusrian Jaya, Kamis (24/8), kemarin.

Uang Rp79 miliar ini akan dititip di bank negara sampai berkekuatan hukum tetap dari proses persidangan para tersangka yang telah ditahan. "Kami juga akan menerapkan dugaan tindak pidana pencucian uang kepada beberapa tersangka yang kami anggap memenuhi alat bukti untuk diproses,” tegas Kajati Dr.Patris.

Sebelumnya, penyidik Kejati Sultra juga telah menyita bijih nikel sebanyak 161 ribu metrik ton di stock file PT.Lawu Agung Mining (LAM) di Blok M Konut, mobil milik PT.LAM yang digunakan tersangka Pelaksana Lapangan PT.LAM, GS, dan rumah mewah milik pemilik saham PT.LAM, tersangka WAS.

Penyelidikan lainnya, kata dia, pihaknya bakal mengendus adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam waktu dekat beberapa pihak yang terindikasi terlibat melakukan TPPU akan diproses secara tegas. "Secara detail belum bisa disampaikan, yang pastinya bisa dari para tersangka dan bisa juga dari pihak lainnya," tutur Kajati Dr.Patris.

Untuk diketahui sejauh ini penyidik Kejati Sultra masih terus memanggil dan memeriksa sejumlah saksi-saksi untuk mengungkap sengkarut dugaan korupsi pertambangan ilegal di Blok M Konut, yang merugikan perekonomian negara sejak Blok M itu dibuka dengan nilai investasi sekira Rp5,7 triliun.

Sebagai informasi, pada awal tahun 2021 Kerja Sama Operasional (KSO) di wilayah IUP PT.Antam UBPN Konut terbentuk. PT.Antam UBPN Konut berkerja sama dan memberikan kepercayaan kepada PT.LAM sebagai kontraktor mining dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sultra berperan selaku Ketua KSO. PT.LAM dan Perumda Sultra diberikan tanggung jawab menggarap 22 hektare lahan milik PT.Antam UBPN Konut di Blok Mandiodo.

Setelah itu, PT.LAM merekrut 39 perusahaan atau kontraktor mining untuk menambang biji nikel di area PT Antam. Namun dalam perjalanannya, ternyata tidak sesuai kesepakatan yang dimuat dalam kontrak kerja sama.

Justru para penambang ini diduga memperluas jangkauan penggalian hingga menerobos kawasan hutan lindung sekira 157 hektare. Padahal luasan yang boleh digarap berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Antam UBPN Konut sekira 40 hektare.

Kemudian, biji nikel yang sudah ditambang PT.LAM seharusnya melalui perusahaan kontraktor mining dijual ke PT.Antam Konut, namun kenyataannya hanya sebagian kecil dari hasil penambangan diserahkan ke PT.Antam Konut dan sisanya dijual ke perusahaan smelter.

Motif penambangan ilegal ini, PT.LAM mengakalinya dengan memakai atau menggunakan dokumen PT.KKP dan beberapa perusahaan untuk menjual ore nikel, seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari IUP perusahaan tersebut.

"Sisanya dijual di smelter lain dengan menggunakan dokumen palsu atau dokumen terbang milik PT.KPP dan beberapa perusahaan tambang lainnya," kata Kajati Dr.Partris. (ali/b)

  • Bagikan