Merdeka Belajar di Hari Pendidikan Nasional 2023, Oleh: Marniati Murtaba, S.Pd

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID-Tema Hari Pendidikan Nasional 2023 adalah Serentak Bergerak, Semarakkan Merdeka Belajar. Tema ini sejalan dengan gerakan yang dilakukan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, yang telah mencanangkan Program Merdeka Belajar.

Program Menteri Nadhiem ini, mengangkat kembali filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, yang intinya bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah Agar peserta didik mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Filosofi ini melahirkan pendidikan yang berpihak pada murid. Guru hanyalah sebagai penuntun peserta didik.

Ibarat seorang petani yang menanam benih jagung, tentu Pak Tani tidak akan berharap, bahwa bibit jagung yang ditanamnya akan berbuah padi. Jagung yang ditanam, tentu akan menghasilkan buah jagung pula. Hanya saja, dalam proses perkembangannya, tumbuh kembang jagung akan berbeda-beda. Tergantung perlakuan yang diberikan oleh Pak Tani.

Jika jagung dirawat dengan baik, dipastikan ketersediaan unsur hara, air, dicegah dari adanya berbagai hama, dibersihkan, maka tentu perkembangannya akan sangat baik. Demikian pula sebaliknya, jika perlakuan itu dilakukan setengah-setengah atau bahkan tidak sama sekali, maka jagung akan tumbuh dengan kerdil bahkan akan mati sebelum berbuah.

Gerakan Merdeka Belajar saat ini, telah memasuki episode ke-24, yang ditandai dengan pencanangan program Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Jika kita memperhatikan, episode demi episode Merdeka Belajar yang dicanangkan pemerintah, kita dapat membuat kesimpulan secara yakin bahwa Merdeka Belajar ingin mewujudkan Pelajar Indonesia yang selamat dan bahagia.

Perwujudan selamat dan bahagia juga, mengkristal di dalam Profil Pelajar Pancasila yang mengandung enam nilai, yakni Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak Mulia, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, berkebhinekaan global, dan kreatif.

Dalam konteks yang lebih real, merdeka belajar dapat dimaknai secara lebih luas. Guru diberikan kemerdekaan untuk merancang sendiri pembelajaran yang akan dilakukannya di kelas. Guru diberikan kemerdekaan untuk berkreasi dan berinovasi dengan menjadikan kelas tidak hanya terbatas pada tembok melainkan kelas diterjemahkan dalam wujud yang lebih kompleks. Alam adalah kelas yang bisa mendukung pembelajaran menjadi lebih variatif. Halaman sekolah, taman sekolah, kebun sekolah, lingkungan di sekitar sekolah bisa diterjemahkan oleh guru dengan memilihnya sebagai kelas sesuai konteks muatan materi yang diajarkan saat itu.

Pemahaman ini lalu berterima dengan adanya kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (PO5). Guru merdeka memasukan ide-ide cemerlang untuk menciptakan pembelajaran yang benar-benar berpusat pada peserta didik. Guru diberikan kemerdekaan untuk bisa menerjemahkan tipe pembelajaran di abad 21 yang berpusat pada peserta didik.

Hadirnya Program Pendidikan Guru

Penggerak pada salah satu episode Merdeka Belajar, menjadi jawaban atas pertanyaan bagaimana perwujudan guru yang merdeka. Pendidikan Guru Penggerak dengan seleksi yang sistematis dan kredibel, pada akhirnya menghasilkan sebaran guru yang siap berbagi praktik, baik karena sudah dibekali dengan berbagai jenis pemahaman selama kurang lebih enam bulan.

Para Guru Penggerak, sudah dibekali dengan pemahaman mengenai Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak, Budaya Positif, Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional, Teknik Coaching dalam Supervisi Akademik, Pendekatan Berbasis aset, pemimpin dalam pengelolaan pembelajaran, dan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan.

Di samping itu, dibekali dengan berbagai praktik, baik pada pendampingan individu dan lokakarya.
Hadirnya episode Program Pendidikan Guru Penggerak, telah melahirkan guru yang akan menjadi pemimpin pembelajaran, minimal dimulai dari menata kelas mereka. Kelas yang semula sepi, hanya tatapan kosong peserta didik dan beratnya pundak mereka menanggung beban pembelajaran, tanpa mampu mengkomunikasikan perasaan mereka.

Mereka, para peserta didik, kebingungan hendak berbagi kepada siapa, untuk meringankan beban yang mereka tanggung selama ini. Akhirnya, mereka melampiaskan dalam bentuk perilaku yang tidak sejalan, dengan cita-cita pendidikan nasional. Permasalahan ini, akhirnya menemukan solusi, dengan hadirnya guru penggerak yang telah dibekali dengan ilmu manajer. Mereka melakukan teknik restitusi dalam menangani permasalahan peserta didik.

Guru perlahan meninggalkan metode gempa bumi. Guru mulai membiasakan, menangani peserta didik dengan menggunakan pola segitiga restitusi (menstabilkan keadaan, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan kelas). Mereka siap berbagi praktik, baik dengan guru lain yang belum sempat mengikuti program ini.
Ciri pengelolaan kelas merdeka belajar adalah hadirnya kesepakatan-kesepakatan kelas.

Kesepakatan kelas, hadir berdasarkan kolaborasi semua peserta didik di kelas. Guru hanyalah sebagai fasilitator. Dengan melibatkan seluruh peserta didik, maka kesepakatan yang dihasilkan menjadi milik bersama. Setiap peserta didik, diarahkan untuk mengormati hasil kesepakatan itu.

Tugas guru hanyalah mengingatkan, tentang kesepakatan kelas tersebut melalui papan literasi kelas, teks, atau sebagai ice breaking dari guru ketika melakukan pembelajaran.
Ciri yang lain adalah kegiatan literasi yang melekat pada proses pembelajaran. Artinya, guru merancang pembelajaran, agar peserta didik dapat berliterasi.

Literasi bukan menjadi bagian terpisah dari pembelajaran. Akan tetapi, guru merancang setiap pembelajaran, agar siswa selalu berliterasi. Literasi tidak hanya dimaknai sebagai membaca. Literasi dimaknai secara luas, termasuk kemampuan memahami bacaan dan mampu menulis kembali apa yang dibaca versi dirinya. Bahkan, tidak hanya sebatas itu.

Peserta didik, mampu memproduksi tulisan sesuai dengan minatnya. Misalnya, di bidang bahasa maupun sastra, di bidang nonfiksi maupun fiksi. Jadi, tanggung jawab literasi, tidak hanya melekat pada guru mata pelajaran bahasa, melainkan literasi menjadi ciri dari peserta didik. Literasi menjadi cerminan tindakan yang setia dilakukan peserta didik.

Selain literasi, hadirnya kebiasaan yang positif (budaya positif). Misalnya kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, melaksanakan piket harian dengan penuh tanggung jawab, empati terhadap sesama yang ditimpa musibah, berlaku jujur, mengucapkan perkataan-perkataan yang baik, hadir dan pulang pada waktunya, dan masih banyak budaya positif lainnya, hadir menyemarakkan dunia pendidikan Indonesia.

Pada akhirnya, episode demi episode merdeka belajar, membuat peserta didik merasakan kemerdekaan. Mereka menjadi manusia merdeka, karena bisa berkreasi dan berinovasi dengan dibimbing oleh guru yang kreatif dan inovatif. Dengan merdeka belajar, mereka dituntun untuk menjadi peserta didik yang selamat dan bahagia baik dalam posisi mereka sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Semua pendidik Indonesia, yang akan dituntun untuk selamat dan bahagia juga dituntut untuk mampu mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila, merupakan cita-cita besar dan harapan yang sudah mulai terwujud dan perwujudan ini diharapkan berkesinambungan. Sehingga, mampu mewujudkan cita-cita pendidikan nasional secara utuh. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2023, Mari kita bergerak bersama, Semarakkan Merdeka Belajar.
(*)

Penulis adalah Guru Penggerak Angkatan 5, Kabupaten Buton
dan Kepala SMAN 4 Pasarwajo

  • Bagikan