Pertaruhan Gengsi Bos Parpol

  • Bagikan


-Pengamat: Parpol "Senior" Masih Sulit Dibendung di Pemilu Legislatif 2024

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pemilihan Umum Legislatif 2024 mendatang, bakal menjadi pertaruhan gengsi pimpinan partai politik (Parpol). Di Sultra, sejumlah bos parpol sudah punya nama besar dan menduduki posisi strategis di eksekutif maupun legislatif. Tentu saja, akan menjadi "aib" jika kalah bersaing atau tidak memenuhi target. Lebih parah lagi, kalau perolehan kursi legislatif lebih sedikit dibanding Pileg 2019 lalu, resikonya bisa fatal.

Sejumlah nama besar di jajaran elit pimpinan parpol di Sultra. Ada Ketua DPW Nasdem Sultra, Ali Mazi. Saat ini menjabat sebagai Gubernur Sultra. Kemudian, ada Ketua DPD PDIP Sultra, Lukman Abunawas yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Sultra. Meski keduanya akan purna tugas 5 September 2023 mendatang, namun tetap saja, nama besar mereka menjadi daya tarik pemilih.

Nama besar lainnya adalah Ketua DPW PAN Sultra, Abdurrahman Shaleh. Saat ini, Abdurrahman Shaleh menjabat sebagai Ketua DPRD Sultra. Selanjutnya, ada Ketua DPD Golkar Sultra, Herry Asiku yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Sultra. Kemudian ada nama Ketua DPW PBB Sultra, Ruksamin yang saat ini menjabat sebagai Bupati Konawe Utara.

Pimpinan parpol lainnya yang juga tidak bisa dianggap remeh adalah Ketua Gerindra Sultra Andi Ady Aksar, Ketua Demokrat Sultra Muh Endang, Ketua Hanura Sultra Wa Ode Nurhayati, Ketua PKS Sultra Yaudu Salam Ajo, Ketua DPW PPP Sultra La Ode Barhim, dan Ketua DPW PKB Sultra Jaelani. Meski tidak sedang menduduki posisi pemerintahan, namun pengalaman, kekuatan jaringan dan finasial mereka bisa menjadi pembeda di Pileg nanti.

Pengamat Politik dari Universitas Halu Oleo (UHO), Dr. Muh Najib Husain menilai, keberadaan pimpinan partai politik di daerah maupun nasional bisa menjadi jualan politik. Di Pileg nanti, akan kelihatan kemampuan mereka dalam mengkonsolidasi kekuatan supaya bisa memenangkan Pemilu legislastif maupun Pilkada. "Ini soal gengsi dan kuasa. Makanya, persaingannya akan sengit di Pileg nanti," ujar Dr Najib Husain.

Doktor jebolan Universitas Gajah Mada ini menjelaskan, parameter penting menjadi partai pemenang Pemilu 2024 adalah seberapa jeli partai politik memunculkan figur tepat di Pileg nanti. Karakter pemilih, cenderung menjatuhkan pilihan kepada figur yang sudah punya nama dan kontribusi.
Misalnya, Golkar punya Ridwan Bae yang notabene mantan Bupati Muna dua periode. Kini aktif di senayan sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI. Ada juga Herry Asiku sebagai Ketua Golkar yang sekarang masih menjabat Wakil Ketua DPRD Sultra. Kemudian, di PDIP ada Lukman Abunawas yang saat ini menjabat Wakil Gubernur Sultra dan Ketua DPD PDIP Sultra. Kemudian, NasDem ada Gubernur Sultra Ali Mazi dan Kery Saiful Konggoasa, Bupati Konawe dua periode. Di Partai Gerindra ada Andi Ady Aksar dan PAN ada Abdurrahman Shaleh yang saat ini menjabat Ketua DPRD Sultra.

"Kekuatan figur sangat strategis dalam kontestasi pemilihan. Dari status figur yang melekat pada politisi, bermakna tokoh. Dan ini sebuah kekuatan. Dari kekuatan itu merupakan senjata ampuh mempengaruhi masyarakat. Logika sederhananya, kendati partai besar, jika tidak memiliki figur berpengaruh di tengah masyarakat, niscaya tidak akan signifikan mendapat simpati rakyat," jelasnya.

Najib menilai di Pileg 2024 nanti, jika tidak ada hal luar biasa, maka parpol "senior" masih akan menjadi jawara Pemilu. Dalam catatannya, ada beberapa partai bisa mempertahankan dominasinya. Diantaranya ada Partai Golkar, PDIP, PAN, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem. "Indikatornya mengacu pada beberapa survei nasional. Parpol tersebut mendominasi persaingan elektabilitas. Kemudian, pengalaman pemilu sebelumnya juga menjadi pertimbangan," bebernya.

Termasuk kekuatan figur berpengaruh, juga banyak melekat di Parpol tersebut. Begitu juga kader partai yang sedang menduduki jabatan bupati maupun wakil bupati di 17 kabupaten/ kota, bisa menjadi modal besar untuk menjadi kampiun di Pemilu 2024. "Artinya semakin banyak bupati atau wakil bupati, termasuk anggota legislatif berada di satu partai, maka potensi partai tersebut menang sangat besar. Saya masih yakin, partai lama masih menjadi pemenang," yakinnya.

Misi Berat Partai
Pendatang Baru

Dr Najib Husain menilai, Pemilu 2024 masih menjadi panggung parpol senior. Dengan kata lain, Parpol baru masih berat bersaing. Pada Pemilu 2019, membuktikan Partai baru "babak belur" dan tak berdaya berkontestasi dengan partai lama. Hal itu terjadi, karena partai baru tidak memunculkan calon legislatif yang mempunyai nilai jual besar di tengah masyarakat. Termasuk cara-cara dalam menggaungkan nama partai masih bersifat konvensional. Jika kelemahan ini tidak diperbaiki, maka pada Pemilu 2024 kembali hanya akan menjadi penggembira.

Partai baru, lanjut dia, harus bekerja keras jika ingin masuk 10 besar atau mendekati 5 besar. "Partai baru terlihat kekurangan sumber daya manusia yang memiliki pengaruh untuk memikat hati rakyat. Kemudian, cara-cara yang digunakan dalam upaya memantik hati rakyat belum begitu kreatif dan inovatif. Sifatnya dominan cara konvesional," imbuhnya.

  • Bagikan