Waktu Kecil Takut Tentara, Kini Jadi Komandan Pasukan Satuan Tempur

  • Bagikan
Komandan Batalyon Infanteri 725/ Woroagi, Mayor Inf. Syafruddin Mutasidasi, S.E (kiri) bersama Redaktur Pelaksana Kendari Pos, Hasruddin Laumara (kanan) di Markas Komando Yonif 275/Woroagi, baru-baru ini.

--Mayor Inf. Syafruddin Mutasidasi, S.E. Komandan Batalyon Infanteri 725/Woroagi

Man Jadda Wa Jadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Pepatah Arab itu mengilhami Mayor Inf Syafruddin Mutasidasi, S.E. Dirinya tak pernah menyangka bisa menjadi Komandan Batalyon Infanteri di kampung sendiri, Sulawesi Tenggara. Berkat semangat pengabdian kepada bangsa dan negara serta doa kedua orang tuanya, kini Mayor Inf. Syafruddin dipercaya memimpin pasukan satuan tempur Yonif 725/Woroagi.

LAPORAN : HASRUDDIN LAUMARA

Sosok tegap menyambut ramah kala Kendari Pos menjejak Markas Komando (Mako) Yonif 725/Woroagi, Sabtu 6 Agustus 2022. Dia adalah Mayor Inf Syafruddin Mutasidasi, S.E, Komandan Batalyon Infanteri 725/Woroagi ke-37. Dilantik 14 Juni 2022. Pribadi Humble dan friendly tetap menjadi ciri khasnya sejak masih remaja, kendati kini sudah menyandang pangkat Mayor dan menjadi orang nomor satu di Mako Yonif 725. Sikapnya tak berubah saat kami masih remaja dulu. Kami kala itu akrab memanggil nama kecilnya, Udin.

Mayor Inf. Syafruddin lahir dari pasangan Bapak Lan Dimone, seorang guru di Kabupaten Muna dan Ibu Hj.Djalia. Pada Tahun 1978, ayahnya dimutasi dan mengajar di SMPN Poasaa (kini SMPN 1 Unaaha), belakangan menjadi guru SMAN 1 Unaaha. Sejak perpindahan tugas sang ayah, nama belakang Mayor Inf. Syafruddin yang saat itu berusia tiga bulan bertambah dengan Mutasidasi.

"Saya lahir di Wakuru, Kabupaten Muna 19 April 1978. Saat berusia tiga bulan langsung dibawa ke Ambekairi (Konawe). Itulah nama saya, ada tambahan mutasi. Mutasi itukan artinya suatu perubahan posisi jabatan atau tempat," kisah Mayor Safruddin.

Mayor Inf.Syafruddin tumbuh dan besar di Kelurahan Ambekairi, Kabupaten Konawe. Rumah orang tua kami hanya hitungan meter saja. Toko kelontong yang dikelola ibunya, tempat kami anak-anak jajan. Bahkan, tokonya sering menjadi rujukan "menyambung hidup", utang kebutuhan sehari-hari warga sekitar. Setiap awal bulan dibayar.

Saat kecil hingga remaja, saya sering menjadi "kurir". Berbekal catatan kecil dari orang tua, saya menebus kebutuhan dapur di toko-kalau tidak salah, namanya Toko Anita-. Nama kecil adik perempuan Mayor Syafruddin. Catatan kecil itu lalu disalin ke sebuah buku. Tebal. Nama peminjam dan barang yang diambil tertera lengkap di sana. Awal bulan, jika sudah dibayar, daftar itu dicoret atau diberi tanda silang. Lunas.

Seluruh jenjang pendidikan Mayor Inf. Syafruddin ditamatkannya di negeri lumbung padi itu. Tamat di SDN 1 Ambekairi, SMPN Poasaa (kini SMPN 1 Unaaha) dan SMAN 1 Unaaha. Dia senior, dua tingkat di atas saya. Ketiga sekolah itu terletak di Kelurahan Ambekairi. Saat proses mendaftar di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri), kini Akmil, Mayor Syafruddin sering bermain sepak bola bersama anak-anak muda lainnya.

Sejak kecil, Mayor Inf. Syafruddin tak pernah bercita-cita menjadi seorang seorang prajurit maupun perwira TNI. Bahkan sangat takut dengan prajurit TNI. "Dulu ada Kompi Senapan - C (Batalyon) 725/Woroagi di Kelurahan Tumpas (Konawe). Sekira 1,5 kilometer dari Ambekairi. Kebetulan prajurit kompi C itu banyak orang dari Raha (Muna). Nah, karena ayah saya welcome sama orang satu kampung, akhirnya banyak orang yang sering dating dan bahkan jika mereka berlibur tinggal di rumah," kata suami dari Diana Novitasari, SE itu.

"Tapi waktu itu saya takut sama tentara. Mereka latihannya dekat rumah. Saya sering lihat tapi takut. Dulu ada prajurit namanya David. Kalau mampir (di rumah) itu saya sembunyi di bawah tempat tidur. Nanti Kelas 2 SMA saya terinspirasi menjadi tentara," sambung Mayor Syafruddin dengan gelak tawa.

Pasca tamat SMA, Mayor Inf. Syafruddin sempat dilema untuk menentukan masa depannya. Ia diperhadapkan dengan dua pilihan. Melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau mendaftar calon taruna Akabri. "Saat itu saya bingung mau ke mana. Ayah saya bilang kalau kamu mau kuliah, ambil jurusan Matematika, jadi guru Matematika. Ayah saya kan guru Matematika," ungkap ayah dari Arizzka Syafriana Putri dan Althalla Arie Dwi Putta itu.

Akhirnya, Mayor Inf. Syafruddin memilih mendaftar sebagai calon taruna Akabri. Berbekal nilai akademik yang baik dan NEM (Nilai Ebtanas) yang memenuhi syarat, purna paskibra, aktif dalam berbagai organisasi seperti Pramuka dan PMI dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya seperti marching band "Wekoila".

Tahun 1997, kesuksesan Mayor Syafruddin menjadi calon taruna Akabri tertunda. Ia hanya sampai pada tahap Penilaian Panitia Penentu Akhir (Pantukhir) di Magelang. Mayor Syafruddin muda tak patah arang. Tahun 1998, ikut seleksi. Belum Berhasil. Kali ini tertunda ditingkat daerah. Mayor Syafruddin tak mundur.

Semua kekurangan-kekurangan pada seleksi tahap pertama dan kedua dibenahi dan dimantapkannya. Tahun ketiga, tepatnya tahun 1999, Mayor Syafruddin kembali ke palagan seleksi menjadi calon taruna Akabri. Ia percaya diri. Berbekal pepatah Arab, Man Jadda Wa Jadda Man dan doa kedua orang tuanya, Mayor Syafruddin berhasil melewati seluruh tahapan seleksi, mulai di daerah hingga seleksi panitia pusat.

"Saya pernah diingatkan seseorang saat diperjalanan dari Bandung ke Kendari saat tidak lulus seleksi pertama. Katanya, jangan pernah merubah cita-cita di tengah jalan. Sesuai janji Allah, Man Jadda Wajadda, Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Akhirnya saya ikut seleksi lagi dan kali ketiga saya lulus masuk Akabri. Saya lulus di matra TNI Angkatan Darat," tutur Mayor Syafruddin, kakak kandung Syafrianita, Letda Laut Abd Rahmad, Syahrianti dan dr.Fera Husdiningsih itu.

Tiga setengah tahun mengikuti pendidikan di Akademi Militer Magelang, Mayor Syafruddin lulus menjadi perwira TNI AD, 19 Desember 2002. Pangkat pertama Letnan Dua (Letda). Penugasan pertama di Provinsi Aceh sebagai Danramil Penugasan di Koramil 16/Pulau banyak, Aceh Singkil, Okotber 2003-Desember 2004. Mayor Syafruddin tak melupakan momen perpindahannya dari Provinsi Aceh saat itu. Beberapa hari kemudian, Aceh dilanda bencana Tsunami. "Tanggal 18 Desember 2004 saya meninggalkan Aceh, Tsunami 26 Desember," ungkapnya.

Dari Aceh, Mayor Syafruddin menjadi Komandan Peleton (Danton) di Batalyon 527/BY Lumajang, Jawa Timur. Dua bulan kemudian, mendapat tugas mengikuti sekolah Raider di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) di Batujajar, Jawa Barat, awal tahun 2005.

Usai mengikuti pendidikan di Batujajar, Mayor Syafruddin bertugas di Batalyon Infanteri 500/Raider Kodam V/Brawijaya di Surabaya selama di batalyon tersebut melalui beberapa jabatan mulai dari Danton, Danki, Kaprimkopad dan Pabintal. Lalu ditahun 2011 menjadi perwira seksi administrasi (Pasimin) Denintel Kodam V/Brawijaya. Saat itu berpangkat Kapten Inf.

Karier Mayor Syafruddin kian moncer. Dia mendapat tugas mengikuti Pendidikan Lanjutan Perwira II (Diklapa II) tahun 2012 di Pusdikif, Pussenif Bandung. Dalam job mayor dengan pangkat kapten, Syafruddin menjadi Wakil Komandan Siswa (Wadanyonsis) Sekolah Calon Perwira (Secapa) tahun 2013-2014. "Kemudian, tahun 2015-2018 menjabat Danramil 03/Tanjung Priok. Ditugaskan lagi menjadi Danramil 05/Cilincing. Hanya dua bulan. Pindah tugas menjadi Danramil 04/Kepulauan Seribu," imbuh Mayor Syafruddin.

Dengan pangkat mayor, Syafruddin mengemban tugas Pabanda di Staf Perencanaan Kodam Jaya/Jayakarta tahun 2019-2021. Karier militer Mayor Syafruddin terus menanjak. Dari Kodam, Mayor Syafruddin mengikuti Pendidikan Reguler Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) Ankatan ke-LXI, tahun 2021. Lulus Seskoad, ia ditugaskan cukup jauh dari ibu kota negara, Jakarta.

Mayor Inf. Syafruddin menjabat KabagJianbang di Rindam XVIII/Kasuari di Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat. Berselang tiga minggu, Mayor Syafruddin ditarik ke Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Dispenad). "Alhamdulillah waktu itu saya diperbantukan sebagi staf pribadi Bapak Kasad Jenderal TNI Dr. Dudung Abdurachman, S.E., M.M. Mulai 28 Januari sampai 10 Juni 2022. Kemudian tanggal 14 Juni 2022, menjadi Komandan Batalyon Yonif 725 Woroagi," kata Mayor Syafruddin.

Mayor Syafruddin bersyukur tetap mendapat amanah dari negara untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. "Saya juga bersyukur lama bertugas di Jakarta. Bersyukur menjadi staf bapak Kasad serta pimpinan TNI AD lainnya karena saya banyak belajar langsung dari mereka," tukasnya.

Kata Mayor Syafruddin, dimana pun bertugas seorang prajurit maupun perwira TNI wajib mempersembahkan yang terbaik bagi negara. "Kalau kita berbuat baik, kita pasti akan bertemu dengan orang-orang baik. Dimanapun bertugas lakukan yang terbaik, nanti biar pimpinan atau atasan yang menilai," imbuhnya.

Menjadi komandan pasukan satuan tempur Batalyon Infanteri 725/Woroagi Sultra adalah kebanggaan tersendiri bagi Mayor Syafruddin. Selain bisa "pulang kampung" kepindahannya di Sultra menjadi moentum bagi dirinya untuk mengabdikan diri dan mempersembahkan prestasi terbaik untuk bangsa dan negara khususnya masyarakat Sultra.

"Saya tidak pernah berpikir menjadi Danyon (Komandan Yonif) di kampung sendiri. Karena saya berpikir sudah banyak senior dan rolling jabatan bukan kita yang atur. Tapi setelah di Kendari saya sangat bersyukur," kata Mayor Syafruddin.

Di sisi lain, memimpin pasukan tempur TNI tak lepas dari dukungan dan doa dari kedua orang tuanya. "Doa mama setiap saya pulang cuti, katanya saya selalu doakan kamu agar bisa jadi komandan di sini. Saya rasa sulit, tapi saya yakin doa orang tua paling mustajab," ujar Mayor Syafruddin.

Bertugas di kampung halaman, Mayor Syafruddin berjanji akan mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Ia akan membuat TNI lebih dekat dengan rakyat agar lebih dicintai oleh rakyat. "Saya ingin tentara itu humanis dan responsif. Apa yang menjadi kesulitan masyarakat, TNI hadir dan TNI harus membantu rakyat," pungkasnya. (*)

  • Bagikan