Rekam Jejak Calon Pj.Bupati Dikaji Kemendagri

  • Bagikan


--Pengamat : Pj.Bupati yang Berintegritas dan Jauh dari Titipan Politik

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Belasan hari lagi, tiga bupati di Sultra bakal berakhir masa jabatannya. Bupati Bombana Tafdil dan Bupati Kolaka Utara (Kolut) Nur Rahman Umar turun takhta pada 22 Agustus 2022. Bupati Buton La Bakry menyusul turun takhta dua hari kemudian, yakni 24 Agustus 2022. Kursi bupati yang ditinggalkan bakal diisi pejabat yang berstatus Penjabat (Pj).Bupati. Tiga calon Pj.Bupati sedang dikaji di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra jauh hari sebelumnya sudah mempersiapkan dan mengajukan nama calon Pj.Bupati ke Kemendagri untuk mengisi kekosongan jabatan di tiga daerah itu. "Saat ini sudah masuk dan sementara berproses di Kemendagri. Kita tinggal menunggu hasilnya. Karena semua nama yang diusulkan itu akan dikaji oleh tim penilai akhir (TPA) di Kemendagri," ujar Kepala Biro Pemerintahan dan Otda Pemprov Sultra, Muliadi kepada Kendari Pos, Kamis (4/8), kemarin.

Enam lembaga dan kementerian yang tergabung dalam TPA. Tim pengkaji berasal dari KPK, BIN, Kemenkumham, Kemenkopolhukam, Kemendagri, dan Sekretariat Negara (Setneg). "TPA dari enam lembaga dan kementerian inilah yang mengkaji calon Pj.Bupati yang diusulkan gubernur dan DPRD. TPA ini akan menentukan siapa yang layak menjadi Pj.Bupati dan mengisi kekosongan kepala daerah di tiga kabupaten di Sultra yang masa jabatannya berakhir 22 dan 24 Agustus 2022 dimaksud," ungkap Muliadi.

Soal nama calon Pj.Bupati yang diusulkan ke Kemendagri, Muliadi belum mau berbagi. "Jangan sampai apa yang kita usulkan, berbeda yang muncul. Jadi kita tunggu saja hasil pengkajian dari TPA, dan nanti sudah mengerucut baru bisa kita publikasikan," imbuhnya.

Menurut Muliadi, usulan Pj.Bupati dari gubernur dan DPRD kabupaten tentu berbeda. Karena DPRD memang diberi ruang oleh Kemendagri untuk mengusulkan. "Meskipun dalam undang-unndang tidak dijelaskan terinci terkait usulan DPRD. Tapi ini juga sebagai upaya menjawab perkembangan dinamika politik di daerah," tuturnya.

Siapapun nantinya yang menjadi Pj.Bupati di Bombana, Kolaka Utara dan Buton muaranya ada di Kemendagri. TPA di Kemendagri yang menilai track record (rekam jejak) perjalanan birokrasi para calon Pj.Bupati yang diusulkan.

"Usulan DPRD menjadi pembanding dari usulan gubernur. Karena diharapkan Pj.Bupati yang ditunjuk nanti bisa diterima oleh masyarakat di tempat tugas. Itu pertimbangannya secara politis. Usulan itu kita sampaikan secara by sistem," pungkas Muliadi.

Sementar itu, Pengamat Politik Sultra Dr. Najib Husain mengatakan, pengusulan Pj.Bupati menjadi domain Gubernur Ali Mazi, selanjutnya diusulkan ke Kemendagri. Di sisa kepemimpinan dua periode menakhodai Sultra, publik berharap Gubernur Ali Mazi menunjukan keteladanan sebagai bapak pembangunan. "Salah satunya mengusulkan Pj.Bupati yang berintegritas dan jauh dari titipan politik untuk tujuan tertentu,"ujar Dr.Najib Husain kepada Kendari Pos, Kamis (4/8).

Sebab, berakhirnya masa jabatan kepala daerah tahun 2022 ini, maka ruang memanfaatkan Pj.Bupati sebagai pintu manuver atau kepentingan politik tertentu, berpotensi besar terjadi. Alasannya, karena tidak ada aturan jelas yang mengisyaratkan Pj.Bupati yang ditunjuk dapat menjalankan tugas secara profesional.

Menurut Dr.Najib Husain, aturan dalam penentuan penunjukan Pj.Bupati hanya fokus pada ranah administrasi. Tanpa adanya regulasi menguji rekam jejak yang mencerminkan calon Pj.Bupati tidak memiliki kedekatan dengan partai politik, atau figur yang bakal maju pilkada dan lain sejenisnya.

"Pj.Bupati yang ditunjuk tahun ini tidak bertugas sebulan atau dua bulan. Namun cukup lama.Bahkan bisa memimpin dua tahun. Adanya manuver dan intrik politik untuk tujuan pemilu 2024 berpotensi terjadi. Ini patut dikhawatirkan," kata Dr. Najib Husain

Harapan yang sama juga tertuju kepada Mendagri agar menetapkan Pj.Bupati yang benar-benar bisa bekerja profesional. "Misalnya dalam mengusulkan Pj.Bupati menggunakan sistem silang. Maknanya yang memimpin di daerah kepulauan berasal dari daratan dan begitupun sebaliknya. Sehingga potensi melakukan praktek politik atau sejenisnya, sangat kecil terjadi," pesan Najib.

Doktor jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) ini menjelaskan, ketika pada masa kepemimpinan Pj.Bupati berpotensi atau cenderung melakukan politik praktis, maka terdapat beberapa lembaga yang bisa mengawasi dan memberi teguran. Yakni Ombudsman dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Khusus Bawaslu bisa mengawasi kerja Pj.Bupati ketika telah berjalan tahapan pemilu. Sedangkan Ombudsman dapat mengintai pergerakan Pj.Bupati dalam suasana apapun. Pengawasan tersebut sangat esensial. Untuk memastikan kerja Pj.Bupati berjalan sesuai tupoksinya dan tidak melakukan politik praktis," pungkas Dr.Najib Husain. (kam/ali/b)

  • Bagikan