KPPS, Ujung Tombak Penyelenggaraan Pemilu

  • Bagikan
Aristo Halvalex Mekuo
Aristo Halvalex Mekuo

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, salah satu ciri yang harus dipenuhi yakni pengisian jabatan lembaga legislatif dan eksekutif yang dilakukan dengan cara dipilih secara langsung oleh rakyat melalui rezim Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Sehingga setiap orang yang terpilih dalam proses tersebut merupakan bentuk perwujudan dari perwakilan rakyat dan kedaulatan yang berada ditangan rakyat.

Pada pelaksanannya setiap negara memiliki cara dan metode masing -masing dalam menerapkan pengisian jabatan legislatif dan eksekutif dengan tidak menghilangkan esensi demokrasi. Melansir dari CNBC Indonesia bahwa pada tahun 2024 setidaknya ada lebih dari 57 negara yang akan menyelenggarakan Pemilu dan setidaknya melibatkan 49% populasi dunia. Beberapa negara yang akan menyelenggarakan Pemilu ditahun 2024 diantaranya Amerika Serikat, Rusia, India, Iran, Taiwan, Afrika Selatan, Portugal dan lain sebagainya.

Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip dan nilai bernegara yang demokratis sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi tepatnya Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” sekaligus sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar keempat di dunia tentu memiliki tantangan tersendiri dalam menyelenggarakan Pemilu. Sehingga berdasarkan pengalaman dari masa ke masa sistem dan pelaksanaan Pemilu sebelumnya selalu menjadi acuan untuk perbaikan sistem dan pelaksanaan Pemilu yang akan datang.

Pemilu di Indonesia setidaknya telah diselenggarakan sebanyak 12 kali, dimulai sejak tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. Konsekuensi logis dari hal tersebut mengakibatkan dasar hukum penyelenggaraan Pemilu selalu mendapat perbaikan dengan cara merubah dasar hukum penyelengaaraan Pemilu tersebut. Begitupun dengan format penyelenggaraan pemilu dimulai dari awal hingga akhir selalu dilakukan perbaikan dari masa ke masa.

Pemilu tersebut diselenggarakan oleh sebuah lembaga yang kewenangannya disebut dalam konstitusi yaitu pada Pasal 22E ayat (5) UUD NRI 1945 bahwa “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Sehingga berdasarkan amanat konstitusi tersebut maka Komisi Pemilihan Umum KPU merupakan lembaga yang bertanggungjawab atas terselenggaranya Pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil).

Struktur kelembagaan penyelenggara Pemilu secara vertikal dari tataran yang paling tinggi hingga yang paling bawah, dari yang kewenangannya tingkat nasional sampai pada tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing adalah Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) untuk tingkat nasional, Komisi Pemilihan Umum Provinsi (KPU Provinsi) untuk tingkat provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/ Kota (KPU Kabupaten/Kota) untuk tingkat kabupaten/ kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk tingkat kecamatan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan yang terakhir Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

KPPS merupakan badan ad hoc yang dibentuk oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS). Dalam penyelenggaraan Pemilu, KPPS mendapat bagian yang paling krusial dari seluruh proses penyelenggaraan Pemilu, karena beban tanggungjawab yang dipikul adalah secara aktual melaksanakan proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Sehingga dengan tanggung jawab tersebut maka KPPS menjadi penentu kualitas demokrasi pada Pemilu di Indonesia.

KPPS pertama kali dibentuk pada tahun 1970 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1970 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum AnggotaAnggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, pada Pasal 60 ayat (2) disebutkan “Pemungutan suara di tempat pemberian suara diselenggarakan dalam rapat Panitia Pemungutan Suara, yang selama pemberian suara dilakukan dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga orang anggota, yang merupakan kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, disingkat KPPS”.

Tahun 2019 menjadi tahun bersejarah bagi rezim kepemiluan di Indonesia karena untuk pertama kalinya Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dilakukan secara serentak dalam satu waktu yang sama dengan alasan penyederhanaan dan pemangkasan anggaran Pemilu, karena dari tahun ke tahun pelaksanaan Pemilu selalu menjadi pesta demokrasi termahal di Indonesia. Konsekuensi dari penyelenggaraan Pemilu serentak tersebut mengakibatkan jumlah surat suara yang dicoblos menjadi lima (5) surat suara, yaitu surat suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, surat suara untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota (DPR Kabupaten/Kota).

Pada Pemilu tahun 2019 tersebut KPPS menjadi pihak yang sangat terdampak dari segi beban kerja yang tidak rasional karena harus melakukan pemungutan dan penghitungan 5 surat suara pada hari yang sama dengan gaji tidak berimbang. Pemilu 2019 setidaknya menjadi sejarah kelam penyelenggara Pemilu terkhusus KPPS, tentu argument tersebut bukan tanpa alasan. Dikutip dari tirto.id bahwa KPU mengumumkan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan di 28 Provinsi yang dilakukan hingga tanggal 15 Mei 2019 terdapat total ada 895 orang petugas Pemilu 2019 yang meninggal dunia dan total ada 5.175 orang petugas Pemilu 2019 yang sakit. Karena untuk pertama kalinya Pemilu dilakukan secara serentak, maka Pemilu 2019 menjadi referensi untuk penyelenggaraan Pemilu 2024.

Sebagian besar tahapan penyelenggaran Pemilu 2024 telah dilakukan baik dari segi tahapan Pemilu maupun proses perekrutan penyelenggara Pemilu, namun ada yang unik dalam proses perekrutan KPPS untuk Pemilu 2024 kali ini, yaitu kurangnya minat dari calon pendaftar untuk menjadi anggota KPPS dikarenakan pengalaman penyelenggaraan Pemilu tahun 2019. Trauma atas kejadian yang menimpa para petugas Penyelenggara Pemilu 2019 menjadi sebab utama kurangnya minat masyarakat terkhusus anak muda untuk turut terlibat sebagai petugas penyelenggara Pemilu 2024.

Dikutip dari kompasiana. com bahwa beberapa alasan anak muda enggan menjadi Petugas KPPS diantaranya: Pertama, beban kerja dan tanggung jawab yang tinggi. Kedua, kurangnya ketertarikan anak muda dalam politik, baik sebagai penyelenggara pemilu, peserta pemilu, bahkan sebagai pendukung. Ketiga, gaji dan penghargaan yang tidak memadai. Keempat, tingginya tingkat polarisasi dan ketegangan politik, terutama sebagai petugas KPPS dapat menempatkannya dalam posisi konflik.

Pemilu 2024 merupakan agenda pesta demokrasi 5 tahunan tersebut akan diselenggarakan tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024 sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal Pemilu. Pemilu 2024 tentu akan menjadi tolok ukur sekaligus bahan evaluasi bagaimana penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik kedepannya baik dari segi format Pemilu, tahapan maupun proses perekrutan petugas Pemilu. Berdasarkan Peraturan KPU tersebut pula maka anggota KPPS akan dilantik pada tanggal 25 Januari 2024.

Beberapa uraian diatas menunjukkan bahwa tugas pokok dan fungsi KPPS dalam setiap penyelenggaraan Pemilu menjadi barometer penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas dan demokratis, sehingga tidak berlebihan ketika menyebut bahwa “KPPS merupakan ujung tombak penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas dan demokratis”. (*)

  • Bagikan