Program Ketapang SMA dan SMK Dikbud Sultra

  • Bagikan
Kepala SMAN 9 Kendari, Ishak Taway, S.Pd., M.A.
Kepala SMAN 9 Kendari, Ishak Taway, S.Pd., M.A.

--(Aktualisasi Merdeka Belajar, Berefek Edukatif dan Produktif )

Penulis : Ishak Paway, S.Pd.,M.A - Kepala SMAN 9 Kendari

Konsep sekaligus gagasan merdeka belajar, sebagai kebijakan responsif pemerintah pusat pasca Pandemi Covid-19 yang bertujuan, menanggulangi realita penurunan/ hilangnya kualitas layanan pendidikan, di setiap satuan pendidikan selama 2 tahun, menjadi konsen seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Tak terkecuali pemerintah daerah Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dalam rangka pemulihan pembelajaran, yang tertuang dalam keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 262 tahun 2022, Pemprov Sultra melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara (Dikbud Sultra), merespon dan melahirkan kebijakan aktual dan eksklusif dari sudut implementasi gagasan merdeka belajar yaitu program ketahanan pangan (KETAPANG) di lingkungan satuan Pendidikan dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan sumber daya yang ada baik SMA, SMK, maupun SLB, negeri dan swasta di seluruh wilayah Sultra.

Kebijakan ini, dinilai sebagai terobosan Kepala Dikbud Sultra, H. Yusmin, S.Pd.,MH., yang dapat dinyatakan secara faktual bahwa langkah ini, tidak hanya mampu menggairahkan layanan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, tapi juga sangat berkontribusi ril terhadap nilai dan karakter kewirausahaan seluruh warga sekolah. Selanjutnya, berdampak signifikan terhadap tantangan ekonomi dan geliat pasar, khususnya pada tiga komoditas yakni cabe, tomat, dan bawang. Kebijakan Kepala Dikbud Sultra ini, sukses dimulai 6 Juni 2023 dengan memecahkan Rekor MURI kategori superlatif/terbanyak. Dukungan luar biasa juga diberikan Gubernur Sultra, H. Ali Mazi, instansi terkait, media, dan masyarakat secara umum.

--Gagasan Kontekstual, Aktual, dan Konstitusional

Dalam dunia modern yang sarat nilai kompetitif: gagasan kontekstual, aktual, sekaligus konstitusional sangat mahal harganya. Kehadiran ide ini, menjawab keraguan sekaligus menjadi solusi atas berbagai diskursus layanan Pendidikan. Gagasan ini disebut sangat KONTEKSTUAL. Sebab, secara akademik merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dengan struktur kurikulum yang sedang bergerak, baik kurikulum 2013 maupun kurikulum merdeka.

Program KETAPANG secara kontekstual, mampu menggairahkan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di sekolah. Betapa tidak, \melalui gerakan ini, 350.000 tanaman berhasil menyebar di seluruh area halaman dan kebun sekolah, dengan melibatkan 90.000 siswa dan guru se-Sultra, tanpa menggunakan energi di luar sekolah. Secara kontekstual pula, melibatkan secara langsung anak-anak bangsa yang ada di satuan pendidikan, siswa menjadi sadar dan menemukan pengalaman aplikatif, menemukan pembelajaran dan keterampilan mulai dari pengolahan, penanaman, perawatan, hingga masa panen dan pemasaran. Selanjutnya, secara AKTUAL dimaknai sebagai upaya satuan pendidikan, warga sekolah, guru, staf, dan peserta didik mengambil peran dan bagian strategis memulihkan kondisi ekonomi, sebagai bentuk intervensi langsung mengatasi kemahalan komoditas andalan masyarakat khususnya cabe, tomat, dan bawang di wilayah Sultra.

Disadari bahwa, seluruh warga sekolah merupakan bagian tak terpisahkan dengan sistem pasar. Roda perekonomian dirasakan sulit juga para guru, sebagai masyarakat. Dengan program ini, sungguh menjadi solusi internal. Dimana guru, staf, dan peserta didik adalah subjek sekaligus objek pemasaran komoditi tersebut pasca panen nanti. Kegiatan praktek ini juga merupakan, rangkaian akademik yang sesuai tuntutan struktur kurikulum 2013 melalui mata pelajaran PKWu dan struktur kurikulum merdeka melalui program P5. Artinya secara aktual, rangkaian kegiatan ini menggiring sekaligus membimbing guru dan peserta didik, menuntaskan agenda akademik dalam siklus kalender pendidikan yang dapat menjadi salah satu subjek penilaian hasil belajar.

Kemudian, dari sudut pandang KONSTITUSIONAL, kegiatan ketahanan pangan berbasis sekolah sangat relevan dengan penegasan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuannya, melahirkan generasi penerus yang mandiri, terampil, mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian anak harus menjadi bagian penting dari proses pendidikan. Dengan KETAPANG DIKBUD SULTRA,siswa belajar mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk kerja nyata, kebiasaan bersikap dan bergerak secara produktif. Pada saat yang sama, sejalan dengan instruksi Presiden RI No. 4 tahun 1995 tentang Gerakan memasyarakatkan Kewirausahaan, kemudian seirama dengan PERMENDIKBUD RI No. 87 tahun 2017 tentang enguatan pendidikan karakter (PPK). Pengenalan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik secara dini, dapat membentuk kesadaran anak berpikir dan berorientasi tidak hanya akademik tapi juga non akademik (lifeskill).

--Sarat Nilai Edukatif, Kolaboratif, dan Produktif

Guru dan peserta didik menjadi aktor utama dari program KETAPANG. Seluruh guru terlibat secara langsung mengawal kegiatan tersebut. Keterlibatan warga sekolah dapat dilihat terstruktur, terorganisasi, dan terdokumentasi. Sebagai bagian dari rangkaian proses pembelajaran atau akademik maka semua tahapan harus dilewati; mulai dari sosialisasi, pembentukan kelompok usaha, penyediaan media tanam, pengolahan bibit, penanaman, perawatan, pemanenan, dan pemasaran. Setiap tahapan ini berjalan secara siklus dimana aspek administrasi dan \dokumentasi semua berjalan tertib. Fase ini kemudian dapat dikatakan sebagai bagian yang sangat bernilai edukatif bagi para guru maupun peserta didik. Sehingga pada saatnya nanti, siswa dapat menjadi mandiri dan berpengalaman. Semua pasti sepakat bahwa melalui kegiatan ini, telah terjadi transformasi dan konfigurasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikalangan peserta didik.

Pada aspek lain, anak-anak pembelajar akan semakin arif dan bijaksana menjalani kehidupan bersama alam sekitar, sadar betapa pentingnya bumi dan lingkungan sekitar, sehingga tumbuh kesadaran yang kuat dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada sebagai anugerah terbaik dalam perjalan hidup manusia. Adapun nilai KOLABORATIF dirasakan sangat penting dan strategis dalam komunitas belajar zaman now, warga sekolah baik sebagai pendidik maupun sebagai peserta didik makin faham arti sebuah kebersamaan, makna dari gotong royong, serta pentingnya kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan besar.

--Pembelajaran Kewirausahaan Berdampak Ekonomi Regional

Tantangan dunia kerja sekaligus daya saing semakin kompetitif, menjadi realita yang tidak hanya dihadapi alumni SMK, tapi jelas terasa betul bagi alumni SMA dimanapun. Pergeseran nilai dan sistem kerja produktif namun efisien saat ini menjadi masalah tersendiri karena seiring perkembangan teknologi, tenaga kerja manusia makin terdesak mundur. Peran teknologi makin dominan, efektif, efisien, dan lebih hemat. Oleh karena itu, salah satu ruang produktif yang masih bisa dimanfaatkan saat ini adalah sektor pengolahan, pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Semua sektor ini merupakan bidang yang sangat dekat dengan satuan Pendidikan berbasis SMK secara akademik maupun secara teknis. Namun demikian dengan lahirnya kurikulum 2013 maupun kurikulum merdeka, proses pembelajaran di SMA juga makin dinamis dan terbuka.

Kesadaran pentingnya nilai- nilai kewirausahaan dikalangan peserta didik menjadi filosofi dasar lahirnya mata pelajaran PKWu. Program penguatan pendidikan karakter, harapannya adalah lahir generasi bangsa yang kuat dan mandiri, demikian pula penguatan profil pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka. Dengan kemandirian peserta didik yang terbentuk dari awal maka diharapkan berdampak positif terhadap masa depan anak. Sekali lagi ingin saya tegaskan bahwa Program KETAPANG yang dilaunching oleh bapak Gubernur Sulawesi Tenggara di SMK Pertanian Wawotobi adalah langka tepat dan strategis bagi penguatan pembelajaran kewirausahaan.

Adapun penanaman 3 komoditas unggulan tersebut dipastikan sangat bernilai ekonomis, solutif terhadap permasalahan daya beli masyarakat khususnya warga sekolah, dan secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi positif terhadap upaya penekanan terhadap laju inflasi di sek tor bahan pokok. Dengan demikian dapat dipastikan memberikan efek positif terhadap perekonomian masyarakat di kawasan regional Sulawesi, khususnya aktivitas perekonomian di Sultra. (*)

  • Bagikan