Hasil Eksplorasi Tambang Belum Berpihak ke Daerah

  • Bagikan

--Bappeda Gelar Focus Discussion Group

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID --Perut bumi Sulawesi Tenggara (Sultra) sangat kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) di sektor pertambangan. Sayangnya, sumber kekayaan itu belum bisa menyejahterakan masyarakat lokal termasuk berkontibusi pada penerimaan daerah.

Pasalnya, kewenangan dan kebijakan soal tambang masih domain pemerintah pusat. Pada akhirnya, daerah hanya menerima dampak dari ekplorasi tambang di Bumi Anoa.

Gambaran minimnya sumbangsih sektor tambang bagi daerah terungkap dalam Focus Discussion Group (FDG) di Plaza Inn Hotel Kendari, Selasa (29/8). Acara yang dihelat Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sultra ini dihadiri para pemangku kebijakan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi teknis lainnya.

Kepala Bappeda Johannes Robert Maturbong (belakang, tengah) berfoto bersama Sekprov Sultra Asrun Lio (belakang, tiga dari kanan) dan peserta FGD.

Kepala Bappeda Sultra Johannes Robert Maturbongs mengatakan secara kasat mata sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari dana alokasi umum (DAU) terlihat besar. Namun sebenarnya, sangat kecil yang bisa dimanfaatkan daerah. Sebab sebagaian DAU yang ditransfer telah diporsikan pada pos-pos anggaran yang ditetapkan pemerintah pusat. Melalui kebijakan earmarking, program-program prioritas yang dijalankan semakin terpusat.

Dari besaran DAU tahun 2023, hanya Rp 8 miliar yang bisa digunakan pemerintah daerah. Dengan sisa anggaran yang terbatas, pelaksanaan pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah daerah tidak bisa dioptimalkan. Keterbatasan ini membuat Bappeda sebagai instansi perencana harus mengajak seluruh pihak bersama-sama bekerja mencari solusinya.

“Kita butuh dana yang cukup untuk menuntaskan program di daerah termasuk menyinkronkan berbagai program pusat. Namun Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita masih belum besar. Makanya, kami ingin seluruh instansi memikirkannya,” jelas mantan Sekretaris Bappeda Sultra ini.

Suasana pelaksanaan FGD di Plaza Inn Hotel, Selasa (28/8)

Sebenarnya, ada sumber lain yang bisa menjadi jalan keluar. Salah satunya melalui eksplorasi kekayaan tambang. Namun kontribusi Dana Bagi Hasil (DBH) sektor tambang belum sebanding. Sebab daerah tak punya kewenangan. Sebagian besar kebijakan di sektor pertambangan di tangan pemerintah pusat.

“Kita tak bisa berharap banyak dengan DBH. Akibatnya, kita hanya menyandang status daerah penghasil tambang. Namun realita di lapangan, apa yang dirasakan masyarakat masih jauh dari harapan. Yang dirasakan masyarakat justru efek negatif dari aktifitas tambang. Mulai dari bencana banjir hingga kerusakan lingkungan. Saya berharap hasil FGD ini bisa menghasilkan solusi,” harap pria yang akrab disapa Robert ini.

Hal senada disampaikan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Asrun Lio. Menurutnya, eksplorasi tambang di Sultra murni kebijakan pemerintah pusat. Yang mana, kebijakan tersebut belum menguntungkan daerah. Sebab masih banyak hak-hak daerah yang belum terpenuhi sehingga tidak terkesan hanya memberikan efek buruknya saja. Paling tidak, DBH yang ditransfer harus sebanding dengan hasil kekayaan alam Sultra yang disetor ke negara.

Kepala Bappeda Johannes Robert Maturbong memberi sambutan

“Semoga setelah pertemuan ini ada solusi yang diperoleh. Saya kira perlu ada evaluasi kembali sumber -sumber pendapatan daerah yang bisa diperoleh termasuk dari tambang,” ujar Jenderal ASN.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra menyampaikan untuk bisa mengevaluasi programprogram pembangunan untuk bisa sinkron dengan daerah. Diantaranya isu yang lagi santer seperti penanganan stunting dan upaya pengentasan kemiskinan. Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sultra, Syarwan SE MM mengatakan kondisi keuangan yang masih belum stabil. Atas dasar itulah, negara harus mengevaluasi setiap pengeluaran. Seperti dana alokasi ke daerah harus sesuai sasaran.

Soal pertambangan, Syarwan mengelak jika tidak menguntungkan daerah. Sebab ada porsi yang telah diberikan. Misalnya adanya dana desa (DD) yang nilainya triliunan. Selain itu, dana kesehatan, dana pendidikan termasuk anggaran untuk pendanaan stunting.

“Bila dikalkulasi anggarannya tidak sedikit. Itulah dari pajak dan pendapatan negara yang digunakan dalam pembangunan,” paparnya.

Di sisi lain, eksistensi tambang telah nyata bisa menurunkan jumlah pengangguran. Keberadaan investor tentunya memberikan ruang bagi usaha lainnya. “Setidaknya ada multi player efect dengan bermunculan usaha di sektor tambang. Muaranya pastinya pada kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (lis/adv)

  • Bagikan