Politik dan Oligarki: Upaya Mempertahankan Kekayaan

  • Bagikan
Asman Budiman
Asman Budiman

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Oleh: Asman Budiman (Kepala Pusat Studi Pendidikan dan Sosial) (PUSPENDIS): Keberadaan reformasi sebagai era keterbukaan, memiliki dampak plus dan minus dalam praktik perpolitikkan bangsa ini. Reformasi adalah anti tesis dari era sebelumnya yaitu orde baru yang dianggap sangat kaku, tidak terbuka dan otoriter dalam menjalankan pemerintahan. Semangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, sebagai hakikat kemerdekaan atas penindasan baik secara structural ataupun fisikis rakyat Indonesia, melalui gerakan mahasiswa berhasil merebut masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kehidupan perpolitikan pada kedua era tersebut, bisa dikatakan sangat jauh perbedaannya. Pemerintahan orde Baru menggunakan sistem pemerintahan Presidensial dengan pemerintahan republik serta UUD 1945 sebagai dasar konstitusinya. Sementara era reformasi adalah proses menata kembali sistem yang dianggap tidak pro terhadap kepentingan rakyat Indonesia. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah awal mula terjadinya gerakan reformasi, dan menapaki puncak reformasi pada tahun 1998.

Zaman orde baru yang sudah kita lewati, banyak meninggalkan bekas yang berkesan (kesan baik maupun kesan buruk) terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Runtuhnya orde baru tentunya tidak lepas dari dinamika perpolitikan yang terjadi, baik secara internal maupun eksternal. Kehadiran era reformasi dan runtuhnya orde baru dianggap sebagai lahirnya era keterbukaan dan persamaan atas hak sebagai warga negara tanpa adanya perbedaan.

Era Keterbukaan Peradaban yang kian maju, menghendaki terjadinya perubahan diberbagai sector. Hadirnya era reformasi turut mengubah lanskap perpolitikan bangsa ini. Berdasarkan UUD 1945 pasal 28 yang memberikan landasan kepada masyarakat dan warga negara dalam melaksanakan hak untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan ataupun tulisan, berpendapat di depan umum dan sebagainya. Tidak terkecuali dalam hal perpolitikan, untuk dapat dipilih maupun memilih wakil rakyat atau pemimpin bangsa ini.

Proses pemilu tahun 2024 yang baru saja kita laksanakan, sebagai perwujudan manifestasi era keterbukaan membawa perubahan dinamika politik. Undang-Undang sudah memberikan kesempatan untuk siapa saja, dapat mencalonkan dirinya sebagai calon pemimpin baik sebagai eksekutif maupun legislative di level nasional dan daerah.

Proses pencalonan yang dilakukan oleh kandidat, akan membangun konsolidasi pada tim yang akan membantunya dalam ajang kontestasi tersebut. Kontestasi politik menurut riset Prajna Research Indonesia mengatakan politik membutuhkan biaya besar untuk dapat melancarkan proses perpolitikkan. Olehnya itu, seorang kandidat haruslah memiliki kekuatan dari segi anggaran yang cukup besar untuk dapat memuluskan langkahnya. Sehingga Kerjasama dengan pemilik modal tidak bisa dihindarkan dengan perjanjian politik, sebagai maharnya.

Pemilik modal atau biasa juga disebut sebagai investor adalah mereka yang memiliki kekayaan dan menyuntikkan modal atau sumber daya banyak kepada mereka yang membutuhkan dengan harapan terjalin kontrak secara politik yang menguntungkan. Mereka mengatur proses perpolitikan sesuai dengan keinginan. Politisi dengan cara seperti ini, adalah politisi yang tidak patut dipilih, karena secara tidaklangsung telah membuka keran korupsi dan mempertahankan status quo dan kepentingan segelintir orang.

Orang seperti ini dalam pandangan Buya Safii Ma’rif disebut sebagai politisi “Rabun rayam” dan pengusaha yang “Tuna moral”. Maka, sebagai bagian dari pengetahuan, semua elemen masyarakat yang masih memiliki kesadaran untuk Bersama-sama memerangi realitas ini dengan memberikan pelajaran kepada para pelaku politik yang mengutamakan uang sebagai kekuatan.

Money politik masih begitu mengakar di tubuh masyarakat kita saat ini. Saya sendiri melihat, bagaimana praktik demokrasi yang ditunjukkan oleh masyarakat masih bergantung kepada siapa yang memiliki uang. Pemilu kemarin menyisahkan sesak dalam dada, banyaknya surat suara yang batal karena tidak ada bekas coblosan, menunjukkan pengaruh “uang” masih sangat mendominasi. Sehingga siapa yang memiliki uang, maka itulah yang akan dipilih “coblos”.

Perdebatan mengenai sistem pemilu, yang mengusulkan agar dilakukan secara proporsional tertutup adalah bagian dari menangani besarnya money politik yang terjadi. System tersebut dianggap sangat ampuh untuk menutup keran oligarki untuk dapat masuk merusak pelaksanaan demokrasi.

Oligarki adalah sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh segelintir orang dan dianggap sebagai manifestasi dari pemerintahan yang buruk. Alasannya karena oligarki cenderung bersifat elitis, eksklusif, beranggotakan kaum kaya, dan tidak memperdulikan kebutuhan masyarakat.

Reformasi dan hadirnya kaum oligarki bukanlah pemain baru dalam proses perpolitikan Indonesia. Oligarki sering kali menjadi peyokong dana para kandidat, dengan imbalan dan perjanjian politik yang menguntungkan oligarki dan kelompoknya. Oligarki akan selalu ada selama anak bangsa ini tidak sadar dan tidak mau menciptakan politik yang beretika dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Realitas Politik Saat Ini Justru realitas yang ada saat ini, oligarki turut menjadi kandidat dalam kontestasi perpolitikan baik skala nasional maupun daerah. Kaum oligarki seringkali mengubah wujudnya melalui isu-isu penting seperti isu mewakili generasi muda, melanjutkan dan sebagainya. padahal ada misi yang lebih penting yaitu mempertahankan atau mengamankan perusahaan gurita miliknya melalui parlemen maupun eksekutif.

Winters kemudian menyebutkan bahwa ada satu hal yang akan dilakukan oleh semua oligarki secara politik, yaitu wealth defense atau pertahanan kekayaan. Sehingga, oligarki memiliki hubungan dengan pertahanan kekayaan itu sendiri, oleh siapapun yang tidak kaya-raya, tidak memiliki kepentingan sama sekali.

Afrika Selatan dulunya merupakan sebuah negara yang dikuasai oleh oligarki. Sistem pemerintahan dikuasai oleh oligarki, sehingga masyarakatnya tidak memiliki kebebasan untuk berpartisipasi terhadap pengembangan negaranya. Sampai kemudian hadirlah Nelson Mandela mengubah seluruh tatanan pemerintahan tersebut.

Kita tahu bagaimana peran parlemen untuk memberikan akses perundang- undangan dalam memuluskan gerakan oligarki. Kalian bisa melakukan riset kecil-kecilan melihat siapa yang sedang duduk di kursi parlemen ataupun eksekutif sebagai wakil rakyat.? Kita akan menemukan 80 % nya adalah kaum oligarki. Itu semua adalah bagian dari kepentingan yang dipertahankan.

Secara sederhana, kita dapat melihat apakah kaum oligarki ini seorang yang memiliki pendapatan 5 sampai 10 jutaan ke atas? Jawabannya tidak, justru pernghasilan mereka melibih gaji sebagai anggota parlemen atau eksekutif. Apa kemudian yang dicari oleh mereka? Tentunya adalah sebagaimana dikatakan oleh Winters ialah kekayaan melalui pengambilan kebijakan di eksekutif dan legisltaif.

Akhirnya, keberadaan reformasi dengan keterbukaannya terhadap pemenuhan hak kepada seluruh warga negara Indonesia telah membuka ruang baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terkhusus dinamika perpolitikan. Olehnya itu, reformasi harus diisi dengan kesadaran seluruh warganya dalam memilih pemimpin masa depan yang menajdi wakil-wakil kita. (***)

  • Bagikan