Warga Benu-benua Diedukasi Atasi Stunting

  • Bagikan
PENANGANAN STUNTING : Pj Ketua Tim Penggerak PKK Kota Kendari, Ira Willis Kesumadoty (keenam dari kanan) sempatkan foto bersama masyarakat Benu-benua usai sosialisasi masalah stunting, kemarin. (AGUS SETIAWAN/KENDARI POS)
PENANGANAN STUNTING : Pj Ketua Tim Penggerak PKK Kota Kendari, Ira Willis Kesumadoty (keenam dari kanan) sempatkan foto bersama masyarakat Benu-benua usai sosialisasi masalah stunting, kemarin. (AGUS SETIAWAN/KENDARI POS)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Pj Ketua Tim Penggerak PKK Kota Kendari, Ira Willis Kesumadoty melawat ke Kelurahan Benu-benua, kemarin. Dalam kunjungannya, ia mengedukasi warga setempat untuk mengantisipasi potensi stunting di kawasan tersebut.

Ira Willis Kesumadoty mengungkapkan, meski angka stunting di Kota Kendari paling rendah di Sulawesi Tenggara (Sultra), namun sebagai ibu kota, Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari menginginkan tidak ada lagi warga yang kekurangan gizi dan gangguan pertumbuhan.

Menurutnya, persoalan ini bukan hanya disebabkan oleh faktor tingkat kemiskinan atau ekonomi namun juga salah satunya disebabkan kurangnya literasi pada masyarakat.

“Untuk menanggulangi dampak stunting agar tidak semakin meningkat, maka dibutuhkan komitmen dan komunikasi perubahan perilaku, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilakukan oleh seluruh stakeholder, tidak hanya oleh pemerintah, tetapi seluruh elemen masyarakat termasuk oleh pihak akademisi di perguruan tinggi,” ungkapnya.

Ira berharap, melalui edukasi kesehatan reproduksi terutama untuk remaja, perempuan dan calon pengantin (catin), dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku.

Pada kesempatan yang sama, Akademis Universitas Halu Oleo (UHO) dr. Sartia Yusran mengungkapkan akar penyebab stunting salah satunya pernikahan dini.

"Biasanya pernikahan dini atau cinta terlarang ini terjadi karena pemahaman atau pondasi yang rapuh pada remaja. Sangat sering dari mereka tidak memiliki pengetahuan tentang pendidikan reproduksi sehingga terjadi pernikahan dini," ungkapnya.

Jika sudah terjadi, dr Sartia, maka untuk menutupi malu seorang remaja yang mengandung tidak akan memeriksakan kehamilannya. “Seharusnya minimal empat kali memeriksakan tapi sekarang sudah ada programnya sudah menjadi enam kali pemeriksaan kehamilan,” ujarnya.

Menurutnya, jika sejak dini anak atau remaja diberikan pemahaman tentang pendidikan reproduksi, bisa meminimalisir sejumlah persoalan termasuk stunting. Sebab jika para remaja tahu berhubungan badan dibawah usia 19 tahun akan menyebabkan potensi penyakit kanker diusia 40 tahun sehingga warga pasti akan berfikir berkali-kali untuk melakukannya.

"Selain itu edukasi anak tentang pola makanan sehat juga sangat perlu dilakukan, sehingga mereka akan terbiasa mengkonsumsi makanan sehat. Dan bagi remaja putri juga terhindar dari penyakit kekurangan darah atau anemia," kata dr Sartia.

"Butuh peran banyak pihak, utamanya keluarga dalam memberikan penguatan pada anak sehingga mereka tidak menjadi generasi strawberry dimana penampilan tampak indah atau molek namun rapuh," pungkasnya. (b/ags)

  • Bagikan