Mustari Merekat Keberagaman Masyarakat Tanah Wolio

  • Bagikan
MERAKYAT: Pj Bupati Buton, La Ode Mustari (dua dari kiri) bersama Forkopimda dan masyarakat dalam suatu kegiatan. Mustari intens turun lapangan melihat kondisi warganya, sekaligus mengajak mereka menjaga kerukunan. (ELYN/KENDARI POS)
MERAKYAT: Pj Bupati Buton, La Ode Mustari (dua dari kiri) bersama Forkopimda dan masyarakat dalam suatu kegiatan. Mustari intens turun lapangan melihat kondisi warganya, sekaligus mengajak mereka menjaga kerukunan. (ELYN/KENDARI POS)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Penjabat (Pj) Bupati Buton, Drs. La Ode Mustari rutin melakukan kunjungan kerja ke desa. Dia lebih suka menjemput langsung aspirasi masyarakat, ketimbang duduk menunggu laporan di ruang kerjanya.

Dalam setiap kunjungannya itu, Mustari mengajak masyarakat untuk selalu menjaga kerukunan dan merawat keberagaman. Hal itu dilakukan, agar Kabupaten Buton (Tanah Wolio) senantiasa terhindar dari konflik, hidup rukun dan damai.

Kita ingin selalu merekatkan keberagaman masyarakat Tanah Wolio (Buton). Jangan ada lagi konflik antar kelompok masyarakat,” harap Mustari, kemarin.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kerap terjadi konflik antar kelompok masyarakat. Penyebabnya terkadang hal sepele, tapi dampaknya selalu jangka panjang. Ketegangan yang terjadi, antar kelompok pemuda begitu mudah memengaruhi hubungan kelompok besar masyarakat, misalnya antar desa. Tak jarang harus ada akibat fatal yang harus dibayar. Mulai dari kerusakan tempat tinggal hingga korban nyawa.

Pj Bupati Buton, Mustari menjelaskan, keberagaman di Tanah Wolio sudah ada sejak zaman dulu dan dipelihara dengan baik dari generasi ke generasi. Karena itu, sudah sepatutnya di tengah banyaknya tantangan saat ini, masyarakat lebih mencintai keberagaman.

Teranyar, konflik yang terjadi pada masyarakat Desa Wabula dan Desa Wasuemba. Masalah dua desa ini sempat memanas hingga terjadi demontrasi antar pemuda. Pj Bupati pun hadir untuk menengahi konflik itu dan berujung damai.

“Pemerintah harus selalu siap memfasilitasi masyarakat, jika ada yang berkonflik. Sehingga, tercipta kerukunan antar masyarakat demi persatuan dan kesatuan,” jelasnya.

Orang nomor satu di Kabupaten Buton ini menambahkan, leluhur Buton telah mewariskan tatanan pemerintahan yang menciptakan damai, tentram, makmur. Maka lahirlah simbol-simbol seperti Sara Patanguna yakni Pomaa-maasiaka, Popia- piara, Pomae-maeka, dan Poangka-angkata.

"Jangan ada gesekan. Apalagi kalau antar tetangga kampung. Kita ini satu rumpun. Begitu mulianya para leluhur kita, membuat semboyan-semboyan untuk pemersatu. Kita semua bersaudara. Bahkan agama kita pun mengajarkan, jika terjadi perselisihan sesamamu, maka damaikanlah," imbuhnya. (b/lyn)

  • Bagikan