Penulis : Mariana, S.Sos - Guru Swasta dari Kolaka – Sulawesi Tenggara
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- LGBT dulunya menjadi isu yang sensitif, tapi seiring dengan legalisasi yang dilakukan oleh beberapa negara, maka lonjakannya pun semakin memprihatinkan, berbagai kasus terjadi hanya saja namanya sensitif dan masih dilarang maka fenomena ini ibarat gunung es, yang nampak di permukaan hanya sedikit tapi yang tidak terendus kasusnya mungkin jauh lebih banyak.
Banyak yang mengkritik tapi yang apatis juga angkanya tidak sedikit, padahal efek domino yang ditimbulkan akibat perilaku kaum Sodom ini resikonya sangat besar, mulai dari penyakit menular seksual, ancaman lost generation hingga kehancuran negara.
Berdasarkan hasil survey CIA di lansir six pack magazine.net populasi LGBT di Indonesia menempati urutan ke-5 di dunia setelah negara China, India, Eropa, dan Amerika. Selain itu sejumlah lembaga survei independen dalam dan luar negeri menyebut bahwa Indonesia memiliki populasi 3% LGBT, artinya dari 250 juta penduduk Indonesia, sekitar 7,5 juta adalah LGBT (Onhit, 2016). Sedangkan menurut data Kemenkes, 2019 Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang menjalani test HIV sebanyak 101.944 dengan hasil positive HIV 8.929.
Dari data tersebut tentu sangat miris, mengingat LGBT bukanlah perilaku normal secara Agama, nilai dan moral masyarakat. Hanya saja fenomena ini terus menyeruak dan bertambah seiring dengan banyaknya pelaku.
Bahkan pelakunya tidak sungkan untuk mengampanyekan aktivitasnya baik dalam kehidupan nyata maupun media sosial, tidak ketinggalan beberapa media pun mengekspos dan mendukungnya lewat iklan dan emoji yang bernuansa LGBT.
Maka tidak heran jika perilaku ini terus tumbuh subur ibarat jamur yang hidup di musim hujan terus berkembang dan berlanjut. Sayangnya tidak sedikit masyarakat yang mengabaikan bahkan terkesan membiarkan seolah fenomena ini biasa saja.
LGBT Menyasar Pelajar
LGBT semakin meresahkan tatkala ini menyasar hingga ke remaja yang notabene adalah seorang pelajar, padahal remaja ini adalah aset negara yang akan memberikan warna bagi dinamika pembangunan dan menentukan perubahan seperti apa negara itu.
Fenomena LGBT di kalangan pelajar mungkin belum terendus secara tajam, hanya saja tidak dapat dipungkiri kasusnya ada, bahkan mungkin lebih banyak dari apa yang diperkirakan. Seperti kasus yang terjadi di Bangka Tengah, ada sejumlah oknum pelajar yang terindikasi LGBT, begitu juga yang terjadi di Tulungagung, kemudian Mojokerto, dan sejumlah wilayah di Indonesia.
Tentu sangat memprihatinkan apalagi remaja dengan usia yang masih sangat labil rawan untuk mencoba dan ikut-ikutan, pada akhirnya mereka terjerumus, menikmati sensasinya apalagi sentuhan itu tidak menimbulkan risiko kehamilan. Remaja dengan usia yang rentan ini sangat mudah terpapar LGBT karena mereka tidak memikirkan risiko jangka panjang akibat perbuatannya.
Kalau sudah terjerumus, apakah para remaja benar-benar dapat lepas dari cengkraman perilaku abnormal ini, apalagi pemikiran dan perilaku mereka bersifat instan, merasakan sensasi nikmat sesaat lalu teradiksi dan timbul keinginan untuk mencoba lagi dan pada akhirnya keterusan menjalin komunitas dan aktif mengampanyekan lewat medsos.
Lebih parahnya lagi jika manfaat lain yang mereka peroleh yaitu materi, sehingga makin liarlah aktivitasnya dan semakin bergerilya untuk memburu korban-korbannya agar ikut dalam arus perilaku menyimpang dan sasaran empuknya adalah teman-teman pelajarnya yang labil dan kurang kasih sayang.
LGBT Perlu Dicegah Bukan Ditutupi
Banyaknya kasus LGBT di kalangan pelajar menunjukkan bahwa penyebaran perilaku menyimpang ini sudah pada taraf yang mengkhawatirkan, apalagi jika ada upaya untuk menutupi kasusnya karena dianggap aib yang dapat mencemari daerah yang dijangkitinya. Hal ini akan berakibat pada sulitnya mengungkap kasus ini dengan jelas.
Padahal jika kasusnya banyak terungkap bukankah akan lebih mudah mencegah penularannya? Dibanding berusaha untuk ditutupi akan lebih baik jika seluruh kasus yang meresahkan ini dapat terungkap dengan jelas, siapa pelaku, penyebab dan tentu solusi yang diberikan.
Meskipun dalam kondisi sistem saat ini akar masalahnya belum tentu dapat dicabut sampai ke titik terdalamnya, sebab meski diselesaikan cabangnya, jika akarnya masih kuat maka kemungkinan kasus ini akan tetap awet, tapi paling tidak ada upaya untuk mencegah penularannya agar tidak makin masif dan liar.
Maka disinilah pentingnya peranan dari semua pihak, ada dinas sosial, orang tua, sekolah, masyarakat dan tentunya negara yang harus berperan dalam menjaga martabat dan kelangsungan hidup generasi, termasuk menjaga kewarasan akal dan moralitas remaja, jangan sampai karena dibiarkan atau kasusnya ditutupi akhirnya semakin menjamur dan beranak pinak jika sudah semakin banyak, apakah gelombang manusia pelangi ini dapat dicegah lagi?
Bukankah kita harus belajar dari negara lain yang mungkin terpaksa melegalkan, karena komunitas mereka sudah sangat banyak dan tidak dapat dibendung arusnya, bahkan sampai menyasar ke orang-orang yang memiliki power dalam membuat kebijakan.
Kita berharap negeri yang kita tinggali tidak benar-benar tenggelam oleh gelombang LGBT, sebab jika itu terjadi maka apakah bumi ini akan baik-baik saja? Belajar dari kisah kaum nabi Luth yang dimusnahkan Allah SWT Karena perilaku menyimpang yang mereka lakukan pria suka sama pria, pun sebaliknya.
Tentu ini sangat memprihatinkan, maka jika punya mulut bicaralah ungkapkan kebenarannya, jika punya kekuatan untuk berbuat maka lakukan sebab penyesalan itu selalu datang terlambat padahal kita makhluk yang memiliki akal dan paham harus bertindak benar, kecuali memang kita berharap negeri ini benar-benar binasa dengan legalisasi berupa kebijakan untuk merestui perilaku LGBT.
LGBT Antara Kebebasan Atau Tren?
Fenomena LGBT yang menyasar para remaja apakah mereka sebagai korban atau kah pelaku, sudah seharusnya mendapat respon yang cepat dari semua pihak, bukan ditutup-tutupi atau bahkan dilindungi sebab ini menyangkut kebaikan negeri ini terkhusus wilayah yang telah terindikasi ada kasus ini, sebab menutupinya tidak akan menghilangkan masalahnya dan membiarkannya tidak akan mengatasi penularannya.
Kalau di buka kasusnya maka mungkin resikonya hanya akan mencederai citra dari wilayah yang terpapar dan mungkin instansi yang terkait dengan adanya kasus dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, hanya saja itu tidak permanen apalagi jika ada prestasi kebaikan yang diukir, sebaliknya dengan membukanya justru positifnya pelakunya akan ditindak, korbannya akan direhabilitasi dan edukasi agar tidak menjadi predator dan mencari mangsa berikutnya sehingga penularannya dapat dicegah dan diatasi.
Kecuali jika memang ada kepentingan yang ingin dilindungi, sehingga membiarkan kasus LGBT terus berjalan tapi ini sangat riskan, cepat atau lambat akan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan, mungkin tidak menimpa kita secara langsung tapi bagaimana dengan anak, cucu, dan generasi yang akan terlahir nantinya menghadapi fenomena seperti ini, apakah mereka akan baik-baik saja? jika kasus ini menjadi fenomena yang menyesakkan dan sudah sulit dibendung, apakah mereka juga tidak akan terpapar dengan masalah ini?
Fenomena LGBT di kalangan remaja bukanlah tren tetapi lebih kepada kebebasan bertingkah laku. Serangan masif liberalisme akibat negatif globalisasi dan modernisasi yang diciptakan oleh peradaban Kapitalisme telah menihilkan peran sentral agama dalam mengatur kehidupan, akibatnya seseorang berbuat berdasarkan apa yang dia sukai terlepas apakah perbuatan itu baik ataukah buruk.
Diperparah lagi dengan suasana keluarga yang tidak harmonis yang menyebabkan anak-anak jauh dari perlindungan dan kasih sayang orang tuanya maka efeknya anak mencari pelampiasan di luar rumahnya dan pada akhirnya terjebak arus komunitas pelangi.
Mirisnya masyarakat pun tak merisaukan perilaku kearah LGBT, bahkan laki-laki yang menyerupai wanita dianggap sebagai lelucon yang menghibur akibatnya makin tergelincir lah nilai dan norma yang berkaitan dengan LGBT, seolah perbuatan ini baik-baik saja.
Maka jika tidak ada tindakan yang tegas untuk menghentikan sepak terjang kaum pelangi ini, maka akibatnya sudah dapat diprediksi, jumlah mereka akan semakin banyak dan tindakan mereka akan semakin liar, resikonya tentu pada keberlangsungan negara sebab yang menentukan arahnya adalah kualitas sumber daya manusia, lah gimana jika manusianya banyak yang berperilaku abnormal?.
Maka sadarilah bahwa dengan hanya diam dan menutupi masalah LGBT maka akan ada korban-korban selanjutnya yang menjadi tumbal dari perbuatan ini, hal ini akan memengaruhi eksistensi manusia, terutama lagi timbulnya penyakit yang tidak ada obatnya dan tentu kehancuran keluarga, masyarakat dan negara. Wallahu a’lam bishawab(***)