Lasman, Srikandi Tangguh Pesisir Buton Binaan Rare

  • Bagikan
Lasman, Srikandi tanggung pejuang ekonomi keluarga dari Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, bersiap mengais rupiah di pasar sore Ambuau Togho. Sang suami, La Rami (belakang) membantu menyiapkan keperluan dagangan Lasman.


Pejuang Ekonomi Keluarga, Melek Literasi Keuangan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Wanita muda itu bergerak membopong dua buah rice bucket-semacam ember nasi-berisi ikan segar dan es. Langkah kakinya kokoh. Kendati berat masing-masing rice
bucket hampir 20 kilogram. Tubuh mungilnya dipaksakan memindahkan rice bucket itu ke sidebox kayu di atas sepeda motor. Sang suami sigap membantu. Itulah rutinitas Lasman, dalam berjuang menopang ekonomi keluarga.

YULI, BUTON

Srikandi tangguh dari pesisir Buton itu terlahir dengan nama Lasman. Setelah memastikan rice bucket mendarat aman dalam sidebox kayu, ia mantap memacu kendaraannya. Kuda besi pabrikan Honda itu membelah jalan beraspal, siang itu.

Wanita pejuang ekonomi keluarga itu menuju pasar untuk menjajakan ikan. Berharap hasil yang didapat lebih baik dari hari sebelumnya. Terik mentari tak dihiraukan kendati peluh mengucur dari wajah yang tergurat kelelahan. Siang itu, Lasman hendak ke pasar sore Desa Ambuau Togho. Berjarak tiga kilometer dari kediamannya di Desa Mopaano, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

Lasman seorang mamalele. Sebutan masyarakat Buton untuk perempuan yang berprofesi sebagai pengepul ikan. Ibu tiga anak itu berjualan ikan sejak tahun 2015, tak lama usai menikahi suaminya, La Rami. Lasman menjajakan ikan di pasar pagi dan sore.

Lasman merupakan satu dari sekian ibu rumah tangga yang memiliki visi mulia, membantu perekonomian keluarga. Meski waktu dan tenaga adalah taruhannya. Wanita berusia 26 tahun itu nyaris tak bisa bersantai. Sehari-hari, ia bangun pukul.05.00 pagi.

Tangannya cekatan memindahkan ikan dari lemari pendingin ke rice bucket , untuk dibawa ke pasar. Setelahnya, ia lanjut beres-beres rumah. Memasak, menyiapkan sarapan, serta mengemas perlengkapan melaut suami.

Setelah tuntas urusan domestik, pukul 06.30 pagi, barulah Lasman menggeber sepeda motornya dan menjajakan ikan ke pasar pagi. Biasanya, ia pulang ke rumah saat matahari berada tepat di atas kepala.

Jangan pikir Lasman pulang untuk istirahat. Selain makan siang, tugas-tugas domestik sudah menanti. Tak ada waktu untuk tidur siang. Karena dua jam setelahnya, ia harus kembali ke pasar. Menjual ikan di pasar sore hingga pukul 20.00 Wita. Kegiatan ini saban dua hari dilakukan Lasman. Mengikuti jadwal pasar.

Ibu muda tiga anak itu tak menampik lelah yang dirasakan. Tapi ia ikhlas. Baginya, keluarga adalah tanggung jawab bersama. Tak bisa diserahkan sepenuhnya kepada suami semata. Lasman tak keberatan. Semua demi si buah hati dan suami tercinta. “Capek. Tapi kalau tidak kerja mau makan apa?” lirih Lasman dalam sebuah kesempatan berbincang dengan wartawan Kendari Pos, Jumat (30/9), kemarin.

Ada alasan mengapa wanita yang pernah bercita-cita menjadi guru olahraga itu bekerja sedemikian kerasnya. Laut tidak selamanya bersahabat. Kadang, dengan kejam menghalau nelayan mencari nafkah. Memaksa suami-suami untuk “libur” kerja.

Dalam kondisi demikian, para srikandi terpaksa turun tangan. Lasman, salah satunya. Ia harus memastikan asap dapur tetap terkepul, makanan tetap tersaji, pakaian yang butuh deterjen tetap bisa dicuci. Musim angin timur terkadang melumpuhkan pencaharian sang suami selama lima bulan terakhir.

La Rami, suami Lasman adalah nelayan tradisional. Sejak bulan Mei, intensitasnya ke laut berkurang drastis. Pria berusia 31 tahun itu seringkali tak mampu menembus kencangnya ombak dan kuatnya arus. Beberapa kali ia pulang dengan tangan kosong. Bahan bakar
mesin perahu menguap sia-sia.

Waktu terbaik menyelam hanya di musim teduh yang berlangsung selama Oktober sampai April. La Rami mengakui, jika istrinya tak ambil peran, perekonomian keluarga bisa terkatung-katung. Apalagi dirinya hanya tamatan sekolah dasar. Tak banyak peluang pekerjaan yang menjanjikan. Sejak kecil, ia hanya familiar dengan lautan, rumah keduanya.
“Ini sudah delapan hari saya tidak turun melaut. Tidak ada pekerjaan sampingan. Paling mengawal istri saja mengantar jualan,” tutur La Rami.

Jenis ikan yang didagangkan Lasman beragam. Ada ikan bobara, layang, mujair, hingga cumi. Selain dari hasil tangkapan suami, Lasman membeli ikan-ikan dari nelayan lainnya di pasar sore untuk menambah stok ikan dagangannya. Jika tidak habis, ikan-ikan itu dijual di pasar pagi, esok harinya.

Sehari, kadang laku satu sampai dua rice bucket. Satu rice bucket ukuran 20 liter berkapasitas sekira 20 kilogram. Lasman dapat untung harian rata-rata Rp200 ribu. Bisa mencapai Rp900 ribu dalam sepekan. Dengan keuntungan itu, Lasman semakin konsisten menabung. Ia bahkan ikut arisan Rp300 ribu setiap jadwal pasar.

Lasman tak serta merta mendapatkan keuntungan banyak seperti saat ini. Usahanya mulai maju sejak tahun 2020. Jika kini ia punya sepeda motor, sebelumnya ia berjualan keliling dengan berjalan kaki. Hasil yang didapat pun tak seberapa. “Dulu, bisa dapat Rp200 ribu satu minggu saja sudah syukur,” ujarnya.

  • Bagikan

Exit mobile version