KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menghapus Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Domisili pada 2025. Pengamat pendidikan Sultra dan Dewan Pendidikan Sultra memiliki pandangan terkait perubahan PPDB Zonasi menjadi SPMB.
Pengamat pendidikan Sultra, Prof.Dr.Edy Karno,S. Pd.,M.Pd mengatakan perubahan sistem itu harus tetap mengakomodasi kelompok rentan, seperti siswa dari keluarga kurang mampu dan daerah terpencil. “Apakah kebijakan afi rmasi akan tetap berlaku atau justru diperkuat, menjadi pertanyaan yang perlu dijawab oleh pemerintah,” ujarnya kepada Kendari Pos, kemarin.
Prof. Edy Karno menekankan pentingnya kejelasan dalam jalur penerimaan berbasis SPMB, seperti domisili, prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua (mutasi). Jika sistem seleksi mengalami perubahan, maka pemerintah harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. “Sosialisasi yang luas diperlukan agar orang tua dan calon siswa tidak kebingungan dalam memahami mekanisme penerimaan baru ini,” jelasnya.
Salah satu aspek krusial dalam sistem penerimaan siswa berbasis digital adalah kesiapan infrastruktur teknologi. Apakah SPMB akan menggunakan sistem daring yang sama dengan PPDB sebelumnya atau menghadirkan platform baru ?. “Yang paling penting adalah memastikan semua pihak, baik sekolah maupun calon siswa, memiliki akses yang sama terhadap sistem SPMB ini,” ungkap Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO) itu.
Prof. Edy Karno menuturkan bahwa, keunggulan utama sistem digital adalah transparansi dan efisiensi. Dengan penerapan teknologi berbasis data, orang tua dan siswa dapat memantau proses pendaftaran secara real-time. Selain itu dapat meminimalisasi risiko kecurangan, dan mengurangi penggunaan berkas fisik.
Guru Besar FKIP UHO itu menegaskan tantangan dalam implementasi sistem daring tetap ada, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan akses internet. “Selain itu, SPMB ini harus memiliki mekanisme evaluasi dan monitoring yang jelas. Data penerimaan yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) akan memudahkan pemerintah dalam menilai efektivitas kebijakan ini serta melakukan perbaikan di tahun-tahun mendatang,” tegas Prof. Edy Karno.
Prof.Edy Karno, menuturkan perubahan terminologi dari PPDB ke SPMB mungkin bertujuan untuk mencerminkan pendekatan yang lebih inklusif dalam penerimaan siswa. Penggunaan diksi “murid” menegaskan kembali fokus kebijakan ini pada pendidikan dasar dan menengah.
“Yang menjadi perhatian utama bukan hanya perubahan nama, tetapi juga apakah terdapat modifikasi dalam sistem seleksi dan administrasi penerimaan siswa. Jika perubahan ini tidak sekadar pergantian istilah, maka penting untuk memahami filosofi yang mendasari peralihan tersebut,” jelas Prof.Edy Karno.
Secara keseluruhan, SPMB memiliki potensi meningkatkan transparansi, efisiensi, dan pemerataan dalam proses penerimaan siswa. Namun, tanpa sosialisasi yang masif dan kesiapan infrastruktur digital, perubahan ini bisa menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.
“Pemerintah perlu memastikan masyarakat memahami perubahan ini dengan baik, serta memastikan kesiapan teknologi agar tidak ada kelompok yang tertinggal dalam proses penerimaan siswa,” tambah Prof.Edy Karno.
TAK ADA PERBEDAANSIGNIFIKAN PPDB ZONASI DAN SPMB
Ketua Dewan Pendidikan Sultra, Prof.Dr.Nur Alim, M.Pd mengungkapkan tidak ada perbedaan signifikan dari kedua model tersebut (PPDB Zonasi dan SPMB Domisili). Menurutnya, SPMB Domisili masih mengakomodir sistem zonasi yang ada sebelumnya. “Hanya yang membedakan itu prestasi (kuota) dari masing-masing jalur. Istilahnya berbeda tetapi maknanya sama,” ujarnya.
Kemudian, selain jalur domisili, masih ada jalur prestasi, afirmasi dan mutasi. “Jadi sebelumnya sama hanya istilah jalur zonasi dan domisili saja yang berbeda istilahnya, tapi substansinya sama,” ungkap Prof. Nur Alim.
Mantan Rektor IAIN Kendari itu menerangkan, bahwa adapun rincian kuota atau presentasi PPDB Zonasi yakni jalur Zonasi SD minimal 70%, SMP minimal 50% dan SMA minimal 50%. Kedua, jalur Afirmasi SD minimal 15%, SMP minimal 15% dan SMA minimal 15%. Ketiga, jalur Mutasi SD maksimal 5%, SMP maksimal 5% dan SMA maksimal 5%. Keempat, jalur prestasi SD (tidak ada), SMP (sisa kuota) dan SMA (sisa kuota).
“Kemudian untuk presentasi SPMB Domisili saat ini yakni Pertama Domisili SD minimal 70%, SMP minimal 40% dan SMA minimal 30%. Kedua, Afirmasi SD minimal 15%, SMP minimal 20% dan SMA minimal 30%. Ketiga, Mutasi SD maksimal 5%, SMP maksimal 5% dan SMA maksimal 5%. Keempat, Prestasi SD (tidak ada), SMP minimal 25% dan SMA minimal 30%,” terang Prof.Nur Alim.
Ia menambahkan, pekan ini perubahan regulasi dari PPDB Zonasi ke SPMB Domisili masih uji publik. Jika ini bisa diterima dan tidak ada masukan lagi untuk penyempurnaanya maka ini akan berlaku bukan hanya di Sultra tapi seluruh Indonesia. “Kecuali sekolah khusus, seperti asrama dan sekolah sepi penduduk. Tentu ini tidak akan berlaku kepada mereka. Kita berharap bahwa adanya regulasi ini, anak-anak semakin terfasilitasi dalam mendapatkan akses untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas secara adil dan merata,” pungkas Prof.Nur Alim. (win/b)