IDI Menjawab Tantangan Era Perubahan

  • Bagikan
Pertama, pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Saat ini, IDI tengah mendorong identifikasi seluruh dokter spesialis se-Indonesia. IDI melakukan pemetaan. “Ukuran pemetaan dokter spesialis ini, bukan hanya data secara nasional tetapi harus ada mapping per wilayah. Pemetaan ini penting mengingat regulasi aturan ke depan dibuat berdasarkan data. Melalui mapping ini, maka jumlah dokter spesialis perwilayah akan diketahui, daerah mana berlebih dan daerah mana kekurangan dokter,” tutur dr.Muh Adip. dr.Muh Adip menjelaskan tantangan berikutnya adalah IDI bakal transformasi menuju IDI reborn. Sebab IDI bukan organisasi tradisional atau paguyuban melainkan wadah bagi berbagai profesi dokter mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengembangkan IDI. “Komitmen kita adalah mengabdikan diri membangun IDI dan menghidupkan anggota IDI,” bebernya. IDI juga akan menjawab tantangan lain seperti secara kompak menghadirkan akses pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. “Kami ingin menciptakan kebanggaan menjadi dokter Indonesia, dan masyarakat juga bangga dilayani oleh dokter Indonesia. Kami berkomitmen melahirkan dokter mandiri dan dokter berkualitas,” ucap dr.Muh Adip. dr.Muh Adip menegaskan rakernas IDI di Kendari juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan kesejahteraan anggota IDI, menekankan fase krusial persiapan organisasi menghadapi tantangan mendatang. “Ruang pengaduan dokter dan hotline center menjadi fokus, dengan 3 ukuran utama yakni disiplin, etika, dan masalah hukum. IDI memastikan segala tindakan sesuai aturan, untuk menjaga kualitas dan integritas profesi dokter Indonesia,” jelasnya. Tantangan IDI lainnya ke depan adalah pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada 11 Juli 2023, menciptakan dinamika di kalangan praktisi kesehatan Indonesia. Dalam UU kesehatan baru tersebut, ada akses bagi dokter asing menjadi isu krusial. dr.Muh Adip menekankan sesungguhnya dokter Indonesia tidak anti dan tidak menolak kehadiran dokter asing, namun perlu adanya perlindungan yang jelas terhadap pasien. “Ini harus melihat indikator jelas, siapa dokter asing yang akan masuk di Indonesia dan apa selektifitas yang akan diberikan,” tegas dr.Muh Adip. Ia mencontohkan Singapura yang mengizinkan dokter asing namun ada ketentuan khusus sebagai standarisasi yang berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi. “Ini yang kita dorong, apabila ada dokter asing yang masuk maka harus ada seleksi, dan apa kompetensinya. Di sini IDI hadir sebagai organisasi yang membantu pemerintah merumuskan indikator seleksi. Harusnya ada aturan untuk menyaring. Kita ingin adanya selektif area. Semua sepakat. Selektif area itu untuk melindungi profesi dan pelayanan kepada masyarakat,” tutup dr.Muh Adip
Pertama, pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Saat ini, IDI tengah mendorong identifikasi seluruh dokter spesialis se-Indonesia. IDI melakukan pemetaan. “Ukuran pemetaan dokter spesialis ini, bukan hanya data secara nasional tetapi harus ada mapping per wilayah. Pemetaan ini penting mengingat regulasi aturan ke depan dibuat berdasarkan data. Melalui mapping ini, maka jumlah dokter spesialis perwilayah akan diketahui, daerah mana berlebih dan daerah mana kekurangan dokter,” tutur dr.Muh Adip. dr.Muh Adip menjelaskan tantangan berikutnya adalah IDI bakal transformasi menuju IDI reborn. Sebab IDI bukan organisasi tradisional atau paguyuban melainkan wadah bagi berbagai profesi dokter mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengembangkan IDI. “Komitmen kita adalah mengabdikan diri membangun IDI dan menghidupkan anggota IDI,” bebernya. IDI juga akan menjawab tantangan lain seperti secara kompak menghadirkan akses pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. “Kami ingin menciptakan kebanggaan menjadi dokter Indonesia, dan masyarakat juga bangga dilayani oleh dokter Indonesia. Kami berkomitmen melahirkan dokter mandiri dan dokter berkualitas,” ucap dr.Muh Adip. dr.Muh Adip menegaskan rakernas IDI di Kendari juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan kesejahteraan anggota IDI, menekankan fase krusial persiapan organisasi menghadapi tantangan mendatang. “Ruang pengaduan dokter dan hotline center menjadi fokus, dengan 3 ukuran utama yakni disiplin, etika, dan masalah hukum. IDI memastikan segala tindakan sesuai aturan, untuk menjaga kualitas dan integritas profesi dokter Indonesia,” jelasnya. Tantangan IDI lainnya ke depan adalah pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada 11 Juli 2023, menciptakan dinamika di kalangan praktisi kesehatan Indonesia. Dalam UU kesehatan baru tersebut, ada akses bagi dokter asing menjadi isu krusial. dr.Muh Adip menekankan sesungguhnya dokter Indonesia tidak anti dan tidak menolak kehadiran dokter asing, namun perlu adanya perlindungan yang jelas terhadap pasien. “Ini harus melihat indikator jelas, siapa dokter asing yang akan masuk di Indonesia dan apa selektifitas yang akan diberikan,” tegas dr.Muh Adip. Ia mencontohkan Singapura yang mengizinkan dokter asing namun ada ketentuan khusus sebagai standarisasi yang berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi. “Ini yang kita dorong, apabila ada dokter asing yang masuk maka harus ada seleksi, dan apa kompetensinya. Di sini IDI hadir sebagai organisasi yang membantu pemerintah merumuskan indikator seleksi. Harusnya ada aturan untuk menyaring. Kita ingin adanya selektif area. Semua sepakat. Selektif area itu untuk melindungi profesi dan pelayanan kepada masyarakat,” tutup dr.Muh Adip (MUH.ABDI ASMAUL AMRIN / KENDARI POS)

--Pemetaan Dokter Spesialis hingga Standarisasi Kompetensi Dokter Asing

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-3 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) masih berlangsung di Kota Kendari.

Melalui rakernas itu, IDI akan menjawab tantangan era perubahan saat ini. Sebut saja pemetaan dokter spesialis, transformasi menuju IDI reborn, akses pelayanan kesehatan, melahirkan dokter mandiri dan dokter berkualitas. Selain itu, pentingnya perlindungan hukum dan kesejahteraan anggota IDI hingga standarisasi kompetensi dokter asing.

Ketua Pengurus Besar (PB) IDI, Dr.dr Muhammad Adip Khumaidi mengatakan rakernas di Kota Kendari menjadi sejarah bagi IDI. “Karena Kendari menjadi tempat pertama rakernas setelah adanya UU Kesehatan yang baru Nomor 17 tahun 2023,” ujarnya saat menjadi narasumber di podcast Kendari Pos Channel, Kamis (23/11/2023), kemarin.

dr.Muh Adip mengatakan rakernas di Kota Kendari menjadi landasan komitmen meneguhkan kekompakan IDI dan menjawab tantangan di era perubahan ini. “Ke depan, IDI akan tetap menjadi mitra pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah,” ungkapnya dalam podcast yang dipandu Wakil Direktur Kendari Pos, Awal Nurjadin.

Menurut dr. Muh Adip, ke depan beragam tantangan akan dihadapi IDI. Pertama, pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Saat ini, IDI tengah mendorong identifikasi seluruh dokter spesialis se-Indonesia. IDI melakukan pemetaan.

“Ukuran pemetaan dokter spesialis ini, bukan hanya data secara nasional tetapi harus ada mapping per wilayah. Pemetaan ini penting mengingat regulasi aturan ke depan dibuat berdasarkan data. Melalui mapping ini, maka jumlah dokter spesialis perwilayah akan diketahui, daerah mana berlebih dan daerah mana kekurangan dokter,” tutur dr.Muh Adip.

dr.Muh Adip menjelaskan tantangan berikutnya adalah IDI bakal transformasi menuju IDI reborn. Sebab IDI bukan organisasi tradisional atau paguyuban melainkan wadah bagi berbagai profesi dokter mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengembangkan IDI. “Komitmen kita adalah mengabdikan diri membangun IDI dan menghidupkan anggota IDI,” bebernya.

IDI juga akan menjawab tantangan lain seperti secara kompak menghadirkan akses pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. “Kami ingin menciptakan kebanggaan menjadi dokter Indonesia, dan masyarakat juga bangga dilayani oleh dokter Indonesia. Kami berkomitmen melahirkan dokter mandiri dan dokter berkualitas,” ucap dr.Muh Adip.

dr.Muh Adip menegaskan rakernas IDI di Kendari juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan kesejahteraan anggota IDI, menekankan fase krusial persiapan organisasi menghadapi tantangan mendatang. “Ruang pengaduan dokter dan hotline center menjadi fokus, dengan 3 ukuran utama yakni disiplin, etika, dan masalah hukum. IDI memastikan segala tindakan sesuai aturan, untuk menjaga kualitas dan integritas profesi dokter Indonesia,” jelasnya.

Tantangan IDI lainnya ke depan adalah pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada 11 Juli 2023, menciptakan dinamika di kalangan praktisi kesehatan Indonesia. Dalam UU kesehatan baru tersebut, ada akses bagi dokter asing menjadi isu krusial.

dr.Muh Adip menekankan sesungguhnya dokter Indonesia tidak anti dan tidak menolak kehadiran dokter asing, namun perlu adanya perlindungan yang jelas terhadap pasien. “Ini harus melihat indikator jelas, siapa dokter asing yang akan masuk di Indonesia dan apa selektifitas yang akan diberikan,” tegas dr.Muh Adip.

Ia mencontohkan Singapura yang mengizinkan dokter asing namun ada ketentuan khusus sebagai standarisasi yang berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi. “Ini yang kita dorong, apabila ada dokter asing yang masuk maka harus ada seleksi, dan apa kompetensinya. Di sini IDI hadir sebagai organisasi yang membantu pemerintah merumuskan indikator seleksi. Harusnya ada aturan untuk menyaring. Kita ingin adanya selektif area. Semua sepakat. Selektif area itu untuk melindungi profesi dan pelayanan kepada masyarakat,” tutup dr.Muh Adip. (rah/b)

  • Bagikan