KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara merilis data pemilih berdasarkan kategori generasi atau kelompok usia. Pemilu 2024 di Sultra didominasi pemilih milenial. Dari total 1.867.931 jumlah pemilih, sekira 654.484 jiwa atau 35,04 persen masuk kategori pemilih milenial.
Koordinator Divisi (Kordiv) Data dan Informasi KPU Sultra, Muhammad Mu'min Fahimuddin merinci pemilih kategori generasi. Dimulai dari generasi milenial sebanyak 654.484 (35,04 persen), generasi X sejumlah 475.165 (25,44 persen) sementara generasi Z sebanyak 517.628 (27.71 persen), dan untuk data pemilih Baby-Boomers sebanyak 194.450 (10.41 persen).
"Generasi Pre-Boomers lahir sebelum 1945, berikutnya generasi Baby-Boomer lahir sekira 1946-1964. Sedangkan generasi X yang lahir rentang tahun 1965-1980. Untuk generasi milenial lahir rentang tahun 1981-1996. Dan untuk generasi Z lahir rentang tahun 1997-2023," kata Mukmin kepada Kendari Pos, kemarin.
Sementara jumlah pemilih berdasarkan pengelompokan umur, kata dia, yaitu rentang umur 17-21 tahun sebanyak 270.720. Umur 22-26 tahun sejumlah 241.947 jiwa. Umur 27-31 sejumlah 212.390 jiwa. Selanjutnya rentang umur 31-36 sebanyak 204.496 jiwa.
Berikutnya rentang umur 37-41 sejumlah 206.079 jiwa. Umur 42-46 sebanyak 175.998 jiwa. Untuk rentang umur 47-51 tahun sebanyak 159.625 jiwa. Kemudian umur 52-56 tahun sejumlah 132.723 jiwa. "Lalu umur 57-61 tahun sebanyak 94.035 jiwa. Selanjutnya yang berumur di atas 61 tahun sebanyak 169.763 jiwa," beber Mu'min.
Sementara itu, Koordinator Divisi (Kordiv) Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Sultra, Amirudin mengatakan, pada situasi Pemilu yang didominasi pemilih milenial, hal yang paling dikhawatirkan yakni ancaman bayang-bayang money politic. Pasalnya, pemilih milenial sangat rentan tergoda money politic.
Dan untuk mencegah hal tersebut, KPU mendorong para pemilih untuk menggunakan rasionalitas dalam menentukan pilihan sama halnya menentukan masa depan bangsa. Ketika salah memilih, karena pengaruh pragmatisme seperti money politic, maka sama halnya "menjual" atau "menggadaikan" negara atau daerah kepada politisi yang berpotensi korupsi.
"Dalam menentukan pilihan, pemilih harus mengetahui sosok yang akan dipilih. Baik dari aspek sepak terjangnya, visi misi maupun rincian program yang akan dilaksanakan ketika terpilih. Sehingga pilihan yang diputuskan benar-benar berangkat dari kesadaran rasionalitas yang berkualitas tanpa pengaruh dari orang lain," kata Amirudin.
Terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sultra Iwan Rompo mengatakan, pemilih yang paling dikhawatirkan menjadi sasaran politik uang adalah pemilih milenial. Mereka sangat rentan terhasut godaan iming-iming sejumlah uang sebagai mahar memilih paslon tertentu.
"Hasil penelitian menunjukkan pemilih pemula sangat sensitif terpengaruh money politik. Salah satu indikator, kurangnya penanaman pendidikan politik terutama mengenai sistem bagaimana memilih kepala daerah yang ideal," kata Iwan Rompo kepada Kendari Pos, kemarin.
Karena itu, kata dia, sosialisasi serta edukasi tentang dampak buruk money politik mesti diajarkan sejak dini. Sehingga ketika nanti tiba saatnya diikutsertakan dalam pemilihan 2024, sudah bisa membedakan proses politik baik ataupun yang salah.
"Mengharapkan lahirnya pemimpin berkualitas, mumpuni, dan benar-benar bekerja memperjuangkan aspirasi masyarakat, harus ditunjang oleh pemilih cerdas. Diantara cirinya menolak tegas praktek politik uang," terangnya.
Sementara itu, pengamat politik Sultra, Dr.Muh.Najib Husain, S.Sos., M.Si mengatakan, pemilih milenial diidentik pemilih yang penuh keraguan. Bukan karena faktor menunggu pemberian money politic atau tidak, namun terletak pada keputusan atas gagasan para figur politik yang bertarung dalam kontestasi pemilihan, baik Pilpres, Pilkada, maupun Pileg.
Kecelakaan politik yang sering diulangi oleh para politisi yang bertarung, yaitu nihilnya pengejawantahan secara detail dan rasional program membangun daerah kepada pemilih milenial. Sehingga cara mencederai demokrasi yaitu money politic menjadi alternatif jitu merebut simpati pemilih.
"Di Sultra jumlah pemilih milenial sekira 35 persen. Kuantitas tersebut terbilang banyak jika para paslon memiliki strategi cemerlang untuk meraih dukungan. Namun yang kerap kali terjadi, pendekatan paslon terhadap pemilih pemula hanya dengan sistem politik uang," kata Dr. Najib Husain kepada Kendari Pos. (ali/b)
REBUTAN PARA CALEG
PEMILIH MILENIAL
-Jumlah pemilih di Sultra sekira 1.867.931
-KPU Sultra merilis pemilih berdasarkan kategori generasi atau kelompok usia
-Pemilu 2024 di Sultra didominasi pemilih milenial
-Dari jumlah total pemilih, sekira 654.484 jiwa (35,04 %) masuk kategori pemilih milenial
-Total pemilih itu menjadi rebutan bagi para caleg di Pemilu 2024
SEBARAN PEMILIH BERDASARKAN GENERASI
-KPU Sultra merinci pemilih berdasarkan kategori generasi
-Pemilih dari generasi milenial sebanyak 654.484 (35,04 %)
-Pemilih dari generasi Z sekira 517.628 (27,71 %)
-Pemilih dari generasi X sekira 475.165 (25,44 %)
-Pemilih dari generasi Baby-Boomers sebanyak 194.450 (10,41 %)
KATEGORI GENERASI
-Generasi Pre-Boomers lahir sebelum 1945
-Generasi Baby-Boomer lahir sekira 1946-1964
-Generasi X lahir rentang tahun 1965-1980
-Generasi milenial lahir rentang tahun 1981-1996
-Generasi Z lahir rentang tahun 1997-2012
-Post Gen Z adalah generasi yang lahir pada 2013 dan seterusnya
KELOMPOK USIA PEMILIH
-Rentang umur 17-21 tahun, 270.720 jiwa
-Rentang umur 22-26 tahun, 241.947 jiwa
-Rentang umur 27-31 tahun, 212.390 jiwa
-Rentang umur 31-36 tahun, 204.496 jiwa
-Rentang umur 37-41 tahun, 206.079 jiwa
-Rentang umur 42-46 tahun, 175.998 jiwa
-Rentang umur 47-51 tahun, 159.625 jiwa
-Rentang umur 52-56 tahun, 132.723 jiwa
-Rentang umur 57-61 tahun, 94.035 jiwa
-Pemilih berumur di atas 61 tahun, 169.763 jiwa
MONEY POLITIC JADI ANCAMAN
-KPU menilai pada Pemilu yang didominasi pemilih pemula, money politic jadi ancaman
-Pasalnya, pemilih milenial sangat rentan tergoda money politic
-Untuk mencegah hal itu, KPU mendorong pemilih menggunakan rasionalitas
-Rasionalitasnya adalah dalam menentukan pilihan sama halnya menentukan masa depan bangsa
-Ketika salah memilih, karena money politic, sama halnya "menggadaikan" negara/daerah
-Jadi, pemilih harus mengetahui sosok yang akan dipilih,
baik sepak terjang, visi misi maupun program kerja
-Pilihan yang diputuskan berangkat dari rasionalitas
KARAKTER PEMILIH MILENIAL
-Pengamat politik Sultra menilai pemilih milenial diidentik pemilih yang penuh keraguan
-Bukan karena faktor menunggu pemberian money politic atau tidak
-Namun terletak pada keputusan atas gagasan para figur politik yang bertarung
-Sebut saja, nihilnya pengejawantahan secara rasional program membangun daerah kepada pemilih milenial
-Sehingga money politic menjadi alternatif merebut simpati pemilih
DATA DIOLAH KENDARI POS DARI BERBAGAI SUMBER