Digugat Terkait Dokumen Hilang Setelah 19 Tahun, Ini Penjelasan Kejari Kendari

  • Bagikan

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari digugat terkait pengembalian dokumen yang hilang setelah 19 tahun. Syaiful Kasim, kuasa hukum Djohar, mengungkapkan bahwa kliennya menggugat Kejari Kendari, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung-RI), terkait ketidak jelasan pengembalian dokumen penting yang telah disita sejak 2006, meskipun sudah ada keputusan pengadilan yang mewajibkan pengembalian tersebut.

Syaiful Kasim, menjelaskan lebih lanjut mengenai gugatan yang telah diajukan dengan nomor perkara 33 di Pengadilan Negeri (PN) Kendari. Bahwa meskipun Kejati Sultra, telah melakukan penyelidikan dan pemanggilan terkait permasalahan ini sejak 2018, hasilnya tidak pernah jelas. Oleh karena itu, pihaknya memutuskan untuk menarik tiga institusi yang berada di bawah naungan Kejaksaan Agung dalam gugatan ini.

Menurut Syaiful, permasalahan ini bermula pada tahun 2006 ketika Djohar sebagai korban dalam sebuah perkara pidana. PN Kendari memerintahkan pengembalian dokumen yang telah disita, termasuk akta jual beli (AJB) antara Djohar dan almarhum Haris Tara, serta kwitansi pembayaran terkait transaksi tersebut. Namun, setelah Kejari Kendari mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, upaya tersebut ditolak, dan putusan MA yang menegaskan bahwa dokumen tersebut harus dikembalikan tetap berlaku.

"Setelah itu, tidak ada upaya atau itikad baik dari Kejari Kendari untuk mengembalikan dokumen tersebut. Padahal, mereka memiliki kewajiban sebagai eksekutor berdasarkan putusan yang sudah inkrah," jelas Syaiful.

Selama bertahun-tahun, kelanjutan kasus ini semakin memperburuk keadaan bagi Djohar. Tanpa dokumen asli sebagai bukti kepemilikan, tanah milik Djohar mulai terjual dan sebagian lainnya terancam hilang.

"Bahkan, Djohar mengalami intimidasi, pengrusakan properti, dan kerusakan pada tanaman dan kandang di atas tanahnya. Kejadian ini memaksa Djohar untuk melaporkan masalah ini ke Ombudsman pada tahun 2018, yang kemudian mengirimkan surat ke Kejati Sultra dan Kejagung. Namun, meskipun Djohar dipanggil untuk dimintai keterangan, hingga saat ini tidak ada hasil yang jelas dari penyelidikan tersebut,"ungkapnya.

Setelah upaya hukum yang tidak membuahkan hasil, Djohar melanjutkan langkah hukum dengan menggugat secara perdata pada tahun 2020. Putusan pengadilan, mulai dari PN Kendari hingga Mahkamah Agung, mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa Kejari Kendari telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Namun, meskipun eksekusi telah dilakukan pada tahun 2024, dokumen yang dimaksud tetap tidak ditemukan di Kejari Kendari.

"Meskipun sudah melalui banyak proses hukum selama 19 tahun, kami tetap tidak mendapatkan titik temu dan tidak ada itikad baik dari Kejari Kendari untuk menyelesaikan masalah ini," tegas Syaiful.

Dengan kondisi tersebut, Djohar akhirnya mengambil langkah hukum lebih lanjut dengan menggugat Kejari Kendari, untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang telah dialaminya.

Dalam kasus ini, Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari, Aguslan, memberikan penjelasan terkait perkara dugaan hilangnya barang bukti dalam sebuah perkara yang melibatkan penggugat. Aguslan menjelaskan bahwa perkara ini berawal dari gugatan perdata yang telah sampai ke tahap kasasi dan sudah inkracht, kemudian dilakukan pencarian barang bukti bersama Pengadilan Negeri Kendari, namun barang bukti yang dimaksud tidak ditemukan.

Terkait dengan gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat, yang mengklaim adanya perbuatan melawan hukum, Kejaksaan Negeri Kendari menegaskan bahwa gugatan tersebut tidak berdasar karena Kejaksaan tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum. Meskipun demikian, pihak Kejaksaan tetap menghormati proses peradilan yang tengah berlangsung dan akan menghadapinya di persidangan.

Sebagai tergugat pertama dalam perkara ini, Kejari Kendari telah menunjuk tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk menghadapi gugatan tersebut di Pengadilan Negeri Kendari. Rencananya, persidangan kedua akan dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2025 dengan agenda pemeriksaan para pihak.

"Kami akan melihat perkembangan hasil persidangan dan nantinya juga akan ada mediasi yang merupakan bagian dari proses persidangan. Setelah itu, akan ada tahapan pembuktian hingga putusan akhir apabila dalam mediasi tidak tercapai kesepakatan," tambah Aguslan.

Kejaksaan Negeri Kendari juga mengingatkan bahwa proses persidangan ini masih dalam tahap awal, dan kemungkinan besar bisa berhenti pada tahap mediasi sebelum melangkah lebih jauh ke pembuktian dan putusan akhir. Gugatan ini diajukan oleh Djohar melalui kuasa hukumnya, Syaiful Kasim. (abd)

  • Bagikan