Wakil Rakyat Perintahkan Hentikan Penggusuran Lahan Bersengketa !

  • Bagikan
PERJUANGKAN HAK : Para Anggota DPRD Sultra didampingi pemerintah setempat dan warga saat kunjungan langsung ke lokasi sengketa lahan antara PT Merbau dan masyarakat di Kecamatan Mowila.

Konflik Agraria PT Merbau dan Warga tak Kunjung Tuntas--

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Sengketa lahan melibatkan masyarakat sebagai pemilik dan perusahaan yang memiliki izin konsesi atau hak guna usaha (HGU), tak kunjung selesai. Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), khususnya bagi warga di Kecamatan Mowila.

Masyakarat terlibat konflik dengan pihak PT Merbau Jaya Indah Raya, perusahaan yang bergerak pada sektor perkebunan sawit. Investor itu sejak lama dituding melakukan penyerobotan lahan milik rakyat tanpa izin terlebih dahulu.

Mereka geram bahkan meminta intervensi langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ashabul Akram, yang mewakili warga Tetesingi, mengungkapkan kekesalannya atas tindakan perusahaan sawit yang diduga mengambil alih tanah warga tanpa izin. "Tolong kami bapak Presiden Prabowo. Hari ini kami menyaksikan tanah kami diserobot begitu saja oleh PT Merbau," ungkapnya.

Ia bahkan menuding keterlibatan penegak hukum yang mengintimidasi warga. Padahal, warga sebenarnya mendukung adanya investasi demi pengembangan ekonomi daerah. Namun, mereka merasa tertindas jika investasi dilakukan dengan mengabaikan hak-hak masyarakat sebagai pemilik tanah.

Hal senada diungkapkan Ina, warga yang mengaku bersama sekitar 12 warga lainnya telah kehilangan tanah mereka akibat penggusuran oleh PT Merbau. "Ada sekitar 12 orang yang tanahnya diserobot. Mereka masuk secara diam-diam saat pemilik tanah tidak ada," versi Ina.

Tidak cukup di situ, perusahaan juga menggusur berbagai tanaman produktif miliknya, seperti pohon sengon, kopi, dan lada, tanpa pemberitahuan.

Wakil Ketua III DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Hj. Hasmawati, menyoroti dugaan kesewenang-wenangan PT Merbau Jaya Indah Raya terhadap masyarakat di Mowila, bahkan pada beberapa kecamatan lainnya. Perusahaan sawit tersebut dituding melakukan penggusuran lahan warga tanpa izin, mengakibatkan kerugian pada tanaman seperti kopi dan merica.

"Kami menerima laporan warga terkait kerusakan lahan mereka, dan langkah serius akan kami ambil untuk menindaklanjuti tindakan PT Merbau ini," ujar Politikus Partai Gerindra itu, kemarin. Hasmawati juga menyoroti dasar hukum tindakan PT Merbau, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pemerintah atau aparat hukum.

"Jika ada intimidasi terhadap masyarakat, kami tidak akan tinggal diam. Partai kami, sesuai arahan Ketua Umum Bapak Prabowo Subianto, akan selalu membela rakyat," tambahnya. Pekan lalu, anggota DPRD Sultra sudah berkunjung ke Kecamatan Mowila, dipimpin Wakil Ketua DPRD Sultra, Hj. Hasmawati, didampingi Ketua Komisi I, La Isra, dan sejumlah anggota, Hj. Nurlin Surunuddin, Budhi Prasodjo, Suparjo, Muhammad Tyas Zulfikar, serta Hj. Wisra Wasta Wati.

Selama kunjungan, Hj Hasmawati meminta kepada warga untuk menyampaikan bukti-bukti kepemilikan tanah mereka. Nantinya akan dibahas lebih mendalam dalam rapat dengar pendapat (RDP). "Ini adalah bentuk tanggung jawab kami sebagai wakil rakyat untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi warga," tegasnya.

Ketua Komisi I DPRD Sultra, La Isra mengungkapkan, pihaknya akan terus memantau masalah ini dan menjadikannya sebagai prioritas. "Kami ingin memastikan bahwa setiap laporan yang masuk benar adanya. Kami sudah melihat langsung bahwa lahan warga memang digusur secara paksa. Kami tidak akan tinggal diam," janji La Isra.

Awal pekan ini, RDP digelar. DPRD Sultra memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan. Mulai dari pihak PT Merbau, BPN, Camat Mowila, sejumlah kepala desa, termasuk warga yang lahannya digusur.

Hasilnya, PT Merbau akan menghentikan aktivitasnya pada lokasi yang bersengketa. Sifatnya sementara, sambil mencari solusi terbaik bagi dua belah pihak.

"Jadi sesuai hasil RDP, PT Merbau bersedia menghentikan proses penggusuran tanah masyarakat. Selanjutnya, bersama pemerintah setempat akan duduk bersama mencari solusi terbaik. Kami akan menunggu hasilnya, DPRD akan terus mengawal persoalan ini," ujar Hj. Hasmawati.

Pihak PT Merbau mengklaim telah membeli lahan dari warga, namun masyarakat membantah keras karena merasa tidak pernah menjual tanah mereka. Warga memiliki bukti kepemilikan seperti sertifikat tanah, surat kepemilikan tanah (SKT) dan bukti pembayaran pajak.

"Bahkan surat-surat tanah warga itu ada yang tahun 1990-an, ada 2003 juga 2004. Sementara Hak Guna Usaha (HGU) PT Merbau itu tahun 2010," ujarnya.

Ia menyatakan masalah ini harus melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan keabsahan dokumen. "Memang dugaan kami ada mafia tanah di sana. Sehingga perlu duduk bersama agar masalah ini bisa selesai tanpa merugikan warga maupun perusahaan," tegasnya.

DPRD meminta BPN untuk memverifikasi dokumen HGU PT Merbau dan keabsahan sertifikat lahan warga.

Ketua Komisi I DPRD Sultra, La Isra, menambahkan, terungkap beberapa persoalan lain. Seperti janji plasma 20 persen yang belum terealisasi dan anak warga yang dijanjikan pendidikan, tak kunjung ditepati.
Legal Humas PT Merbau, Hari Hasruri, membantah tudingan tersebut. Ia mengklaim, perusahaan telah melakukan pembelian lahan secara sah.

"Kami melakukan transaksi beli putus dengan warga dan kemudian digusur. Kami juga sudah beberapa kali memberikan ganti rugi jika ada warga yang menunjukkan bukti kepemilikan lahan," jelasnya. Ia juga memastikan penghentian sementara aktivitas penggusuran sambil mencari solusi terbaik.

Di sisi lain, Kepala Desa Rakawuta, Andi Odang, menyatakan warga tidak menerima penggusuran sepihak tersebut. "Lahan warga tiba-tiba digusur tanpa pemberitahuan, dengan klaim masuk dalam HGU PT Merbau. Padahal warga memiliki sertifikat resmi dan tidak pernah menjual tanah mereka," ujarnya.

Hal serupa disampaikan Kepala Desa Lambebara, Abidin. Ia menyebut penggusuran tersebut merugikan warga karena banyak tanaman siap panen, seperti merica dan durian, ikut dirusak. "Warga sudah lama meminta pertanggungjawaban dari perusahaan, tetapi belum ada itikad baik hingga sekarang," sindirnya. Pihak BPN Konsel, melalui Asrudin, berjanji akan segera memverifikasi data kepemilikan lahan untuk menghindari konflik berkepanjangan. DPRD Sultra menegaskan mereka akan terus mengawal kasus ini hingga ditemukan solusi yang adil bagi semua pihak. (b/ndi)

  • Bagikan