--Di Sultra, Polisi Mulai Bergerak Cari Pelaku
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Anak muda Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara (Sultra) ternyata doyan main judi online. Berdasarkan data demografi pemain judi online yang dirilis Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), sekitar 26 persen pelaku judi online adalah anak muda dengan rentang usia di bawah 10 tahun hingga 30 tahun.
Rinciannya, pemain judi online kalangan masyarakat bawah seperti anak-anak di bawah umur 10 tahun, sekitar 2 persen pemain. Jika dikonversi, jumlahnya mencapai 80 ribu orang (anak-anak yang memainkan judi online).
Kemudian, pemain judi online, usia antara 10 tahun sampai 20 tahun mencapai 11 persen atau sekitar 440 ribu pemain. Adapun usia, 21 sampai 30 tahun, jumlah pemain mencapai 13 persen atau 520 ribu pemain. Usia diatasnya, tentu saja lebih banyak lagi.
Maraknya praktek judi online di kalangan anak muda dan masyarakat secara umum membuat orang tua resah. Situasi ini membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024, tentang pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online.
Satgas ini dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahjanto. Adapun Ketua Harian Penegakan Hukum adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua Harian Penegakan Hukum Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Wahyu Widada.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan instruksi kepada jajarannya, supaya menindak tegas pelaku judi online. Perintah tersebut sudah sampai di Polda Sultra, termasuk di Polresta Kendari.
Kapolresta Kendari melalui Kasat Reskrim Polresta Kendari AKP Fitrayadi menegaskan, langkah perdana ditempuh, melakukan penyelidikan terhadap perjudian dengan menggunakan internet atau melalui aplikasi tertentu dengan modus game (permainan).
Menurutnya, saat ini merebak aplikasi dengan modus game atau permainan namun kontennya terindikasi perjudian. Tentu, hal ini membutuhkan kajian hukum mendalam dan menyeluruh untuk memastikan, metode ataupun sistem yang digunakan untuk dilihat apakah terkategori perjudian atau tidak.
“Misalnya, aplikasi game high domino yang salah satu kontennya diduga terindikasi perjudian. Kemudian, ada juga pembelian chip untuk permainan slot. Ini sedang kami dalami,” kata AKP Fitrayadi kepada Kendari Pos, Senin (24/6/2024).
Selain mengkaji aplikasi gamenya, kata dia, konter-konter yang memperjual belikan chip untuk permainan slot, turut masuk dalam pengintaian. Kaitannya, dampak dengan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Terutama, dikaji dari unsur kelayakan menurut undang-undang yang berlaku.
“Kami kaji dengan menggunakan Undang-undang ITE terkait pasal perjudian. Ini masih kami selidiki,” ujar mantan Kasat Reskrim Polres Muna ini.
Dia menyampaikan, yang akan diberantas bukan saja judi konvesional, judi berbasis online atau internet juga akan ditindak tegas. Ia mengaku siapapun pelakunya akan diproses secara hukum.
“Jika kami temukan di tengah masyarakat, pelaku akan ditindak tegas tanpa pandang bulu,” kata AKP Fitrayadi.
Judi Online Masuk Ranah Pidana
Pakar Hukum Sultra, Dr. Hariman Satria menuturkan, game highdomino, slotnya disiapkan oleh pedagang, padahal mengetahui bahwa hal tersebut akan digunakan untuk judi, maka penjual dapat dikenakan pasal 303 ayat 1 angka 1 dan 2 KUHP jo pasal 2 ayat 1 uu no 7/1974 tentang penertiban perjudian.
“Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari jumlah uang atau harta semula, dinamakan judi. Ini sama halnya dengan sistem bermain highdomino” kata Hariman Satria, Senin (24/6/2024).
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari ini menambahkan, untuk pelaku pemain judi online highdomino bisa dikenakan pasal UndangUndang ITE pasal 27 ayat 2 jontu pasal 45 ayat 2 dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, usai memimpin Rapat Koordinasi Satgas Pemberantasan Judi Online, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto menjelaskan, pemain judi online menyasar kalangan masyarakat bawah. Seperti anak-anak di bawah umur 10 tahun, sekitar 2 persen pemain atau 80 ribu orang.
“Korban yang ada di masyarakat, sesuai data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun itu ada 2 persen dari pemain. Total ya 80 ribu yang terdeteksi,” ungkap Hadi.
Tak hanya anak di bawah umur 10 tahun, usia antara 10 tahun sampai 20 tahun, jumlahnya 11 persen atau kurang lebih 440 ribu pemain. Selanjutnya, usia 21 sampai 30 tahun sebanyak 13 persen atau 520 ribu pemain.
Serta, usia 30 sampai 50 tahun mencapai 40 persen atau 1.640.000 pemain. Kemudian, usia di atas 50 tahun sekitar 34 persen atau jumlahnya mencapai 1.350.000 pemain.
Lebih jauh mantan Panglima TNI ini menjelaskan, berdasarkan data, klaster menengah ke bawah nominal transaksinya rata-rata antara Rp 10 ribu sampai Rp 100 ribu. Sedangkan untuk klaster menengah ke atas, antara Rp 100 ribu sampai Rp 40 miliar. (b/ali/rah)
SIKAT PEMAIN JUDI ONLINE
Dasar Hukum
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Online.
Tupoksi Satgas
-Diatur dalam Pasal 4 Konstitusi Nomor 21 Tahun 2024
-Satgas Judi Online bertanggung jawab, mengoptimalkan pencegahan dan penegakan hukum perjudian online
-Meningkatkan kerja sama, koordinasi antar kementerian dan lembaga untuk menghentikan dan menegakan hukum perjudian online
Data Demografi Pemain Judi Online
Anak Usia Dibawah 10 Tahun, 2% 80 Ribu Pemain
Usia Antara 10 Sampai 20 Tahun, 11% 440 Ribu Pemain
Usia Antara 21 Sampai 30 Tahun, 13% 520 Ribu Pemain
Usia Antara 30 Sampai 50 Tahun, 40% 1.640.000 Pemain
Usia Diatas 50 Tahun, 34% 1.350.000 Pemain
Nominal Transaksi
1.Klaster Menengah Ke Bawah
Rata-Rata Transaksi: Rp. 10 Ribu Sampai Rp. 100 Ribu
2.Klaster Menengah Ke Atas
Rata-Rata Transaksi: Rp. 100 Ribu Sampai Rp. 400 Miliar