Pertambangan PT GKP di Pulau Wawonii “Tabrak” Aturan

  • Bagikan
Dua kapal tongkang milik PT GKP sedang memuat ore nikel di pelabuhan jeti Desa Roko-Roko, Wawonii, Selasa (2/4/2024).

PT GKP sempat berhenti karena kalah gugatan di PTUN Jakarta tentang IPPKH. Putusan PTUN menyatakan bahwa seluruh kegiatan PT GKP di kawasan hutan ditangguhkan sampai adanya putusan hukum berkekuatan tetap.

“Dapat kita bayangkan, sekarang GKP beroperasi karena menang di PT TUN. Kalaulah warga menang di MA, apa yang dapat dirayakan? Secara fakta lapangan, warga hanya memenangkan lingkungan yang rusak, lubang-lubang tambang, sumber airnya yang rusak. Warga hanya menang di atas kertas. Di situ bahayanya. Makanya penafsiran-penafsiran tertulis yang digunakan oleh pihak legal GKP, kami sangat tidak setuju. Kami lebih menggunakan penafsiran hukum progresif guna menghadirkan kemenangan substantif. Hanya karena menang di PTTUN yang belum final, menjadi legal mereka beroperasi. Tidak seperti itu,” terang Jamil.

Soal PT GKP yang beraktivitas berdasarkan dalih pertimbangan hakim MK, menurut Jamil hal itu sangatlah keliru. MK menolak seluruhnya gugatan PT GKP. Artinya, putusan MK memperkuat keberadaan pasal-pasal tersebut.

“Yang berkekuatan hukum itu kan amar putusan. Sehingga kalau kita sambungkan putusan MK dengan Undang-Undang Minerba, kita akan menarik kesimpulan yang jelas. Ini pasal-pasal bukan pertimbangan. GKP kan memakai pertimbangan hakim. Pertimbangan itu bukan hukum.”

Menurut Jamil, saat ini aktivitas PT GKP di Pulau Wawonii harus dihentikan. Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konkep tak boleh diam saja melihat pelanggaran yang dilakukan GKP. Keduanya memiliki kewenangan mengatur pola pemanfaatan ruang. Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mestinya sudah bertindak melakukan penegakan pidana pada GKP.

“Sebenarnya ini sudah pidana. Kalau kita baca pasal 35 UU PWP3K itu tidak tunggal, dia nyambung ke pasal 37 untuk sanksi pidananya. Harusnya KKP. Kita sudah beberapa kali menyerukan, tapi tidak ada yang bergerak,” ungkap Jamil.

  • Bagikan