Pertambangan PT GKP di Pulau Wawonii “Tabrak” Aturan

  • Bagikan
Dua kapal tongkang milik PT GKP sedang memuat ore nikel di pelabuhan jeti Desa Roko-Roko, Wawonii, Selasa (2/4/2024).

Kemudian, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.576/Menhut-II/2014 tanggal 18 Juni 2014 tentang IPPKH untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT Gema Kreasi Perdana seluas 707,10 ha, yang dimiliki PT GKP telah dibatalkan oleh PTUN Jakarta. Meski PT GKP menang di pengadilan tingkat kedua, PT GKP mestinya tidak boleh menambang di Pulau Wawonii karena saat ini warga sedang mengajukan kasasi.

“Kita masih menunggu putusan Mahkamah Agung apakah nantinya menguatkan putusan PTUN Jakarta atau menguatkan putusan PT TUN, jadi masih belum berkekuatan hukum tetap (inkracht). Di sisi lain, IPPKH tetsebut sebenarnya telah kadaluarsa, karena pada diktum ke-13 IPPKH tersebut mengatakan bahwa jika dalam waktu dua tahun sejak terbitnya, yakni tahun 2014 tidak melakukan kegiatan nyata di lapangan, maka IPPKH tersebut batal dengan sendirinya. PT GKP sendiri baru berkegiatan tahun 2019. Jadi kebatalan IPPKH ini tidak perlu pemerintah pusat, dalam hal ini KLHK menerbitkan SK baru karena di SK itu sendiri mengatakan demikian,” ujar Harimuddin kepada Kendari Pos, Kamis (4/4/2024).

Mengingat MK menolak gugatan PT GKP tersebut, maka implikasinya adalah norma Pasal 23 ayat 2 UU PWP3K yang melarang kegiatan pertambangan berikut sarana dan prasarananya, selain untuk kegiatan yang diprioritaskan tidak bertentangan UUD 1945 dan, norma Pasal 35 huruf k UU PWP3K yang mengatur kegiatan pertambangan dilarang secara mutlak tanpa syarat tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagaimana pertimbangan MA dalam Putusan nomor 57 dan Putusan Nomor 14.

  • Bagikan