KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Setelah gelombang reformasi, kondisi keberagamaan di Indonesia mengalami sejumlah tantangan. Di antaranya munculnya kelompok radikalisme atau ekstrimisme dalam beragama, bahkan sampai berujung aksi terorisme. Kementerian Agama (Kemenag) berupaya membendungnya lewat gerakan Moderasi Beragama (MB).
Gerakan Moderasi Beragama itu terus ditekankan oleh Kemenag. Di antaranya lewat kegiatan Master Of Training Penguatan Moderasi Beragama yang digelar Balitbang-Diklat Kemenag hingga hari ini, Sabtu (9/12/2023). Penguatan Moderasi Beragama itu sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama yang baru terbit beberapa waktu lalu.
Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenag Prof Abu Rokhmad mengatakan, Balitbang-Diklat Kemenag melahirkan gagasan penguatan Moderasi Beragama (MB) berdasarkan riset yang luar biasa. Dia menekankan bahwa Moderasi Beragama itu bukan moderasi agama. "Bukan agamanya yang dimoderasi, tetapi cara beragamanya yang dijalan-tengahkan," katanya di Jakarta pada Jumat (8/12/2023).
Abu Rokhmad mengatakan, perkembangan kehidupan umat beragama saat ini dipengaruhi oleh faktor lokal dan global. Pasca reformasi, masyarakat bisa merasakan betapa bangsa Indonesia ini, khususnya umat beragama, memiliki berbagai dinamika dalam menjalankan kehidupan beragama.
Menurut Abu Rokhmad, dengan adanya kasus-kasus intoleransi, hal itu sangat mengganggu masa depan kehidupan bangsa Indonesia ini. Meskipun demikian, Abu Rokhmad meyakini gagasan tentang Moderasi Beragama ini, merupakan gagasan yang ada di setiap umat beragama. Dengan menjalankan agama secara moderat tidak ekstrem kiri atau kanan.
Abu Rokhmad juga berharap, seluruh kementerian dan lembaga di luar Kemenag agar menjadi bagian penting dari upaya Kemenag untuk melakukan penguatan Moderasi Beragama. “Dalam konteks pemerintahan, kami meyakini bahwa MB merupakan public policy yang diambil oleh pemerintah, dalam rangka menata dan mengelola kehidupan umat beragama yang lebih damai dan toleran,” ucapnya.
Bagi kampus, lanjut Abu Rokhmad mungkin MB ini menjadi diskursus, kajian, wacana, pemikiran dan seterusnya. Bagi aparatur yang berada di pemerintahan sebagai suatu kebijakan publik, mereka merasakan bahwa kebijakan Moderasi Beragama ini sangat strategis.
“Pemerintah mengambil jalan dan pendekatan yang soft approach untuk pengelolaan kehidupan umat beragama yang multikultur, multi agama, dan multietnis," jelasnya.
Dengan pendekatan Moderasi Beragama, maka demokrasi tetap bisa berjalan. Kemudian umat beragama bisa menjalankan kehidupan beragamanya. Serta pemerintah bisa menjalankan agenda pembangunannya secara kontinyu.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Balitbang Diklat Kemenag Prof Suyitno dalam laporannya mengatakan, pelatihan itu sengaja dinamakan master. Diharapkan para peserta menjadi peserta pelatihan ini diharapkan menjadi masternya penguatan Moderasi Beragama di setiap lembaga masing-masing.
Program MB ini, kata Suyitno, sejalan dengan milestone, peta jalan penguatan Moderasi Beragama di Kemenag. Menurutnya pasca training itu, akan banyak diskusi termasuk menindaklanjuti dengan terbentuknya Sekretariat Bersama (Sekber) Penguatan Moderasi Beragama. (jpg)