--Mediasi Buntu, Bakal Tempuh Jalur Hukum
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sulawesi Tenggara, menindaklanjuti polemik Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) antara PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), dengan eks karyawan yang ada di wilayah Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Hal itu dibuktikan, dengan pertemuan mediator perselisihan hubungan industrial Disnaker Sultra, Selasa (11/7) kemarin. Sayangnya, media buntu alias belum ada keputusan atau solusi dari polemik tersebut. Jalur hukum pidana bisa menjadi opsi penyelesaian kedua belah pihak.
Hadir dalam pertemuan itu, pihak perusahaan PT. WIN, sejumlah eks karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pendamping hukum (PH).
Mediator Hubungan Industrial Disnaker Sultra, La Ode Muhammadin mengungkapkan, upaya mediasi ini sebagai tindak lanjut surat Kepala Disnaker Kabupaten Konsel nomor 560/646/2023 tanggal 26 Juni lalu, perihal surat pelimpahan perkara PHI dan sesuai ketentuan pasal 10 undang-undang nomor 2 tahun 2004, tentang penyelesaian PHI junto Peraturan pemerintah tenaga kerja dan transmigrasi nomor 17 tahun 2014, tentang tata kerja mediasi PHI.
“Mediasi ini adalah upaya mencari solusi terkait polemik eks karyawan dan perusahaan (PT WIN),” ungkap La Ode Muhammadin, kemarin.
Dalam pertemuan itu, Kuasa Hukum eks karyawan yang di PHK, La Ode Sulaiman memaparkan, kliennya meminta kepada pihak perusahaan, untuk membayarkan pesangon. Pasalnya, perusahaan yang beroperasi di bidang pertambangan di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konsel itu, diduga memecat pekerjanya secara sepihak.
“Tuntutan utama klien saya adalah meminta pemerintah untuk memberikan sanksi ke pihak perusahan, yang telah melakukan PHK tidak sesuai ketentuan perundang- undangan,” jelasnya.
Kedua, lanjut dia, pihaknya juga menuntut pihak perusahaan membayarkan pesangon terhadap karyawan yang mengalami pemecatan atau pemberhentian secara inprosedural.
“Sebagai bentuk protes, klien saya menuntut pihak PT WIN, untuk membayarkan pesangon dua kali lipat dari yang harus dibayarkan,” tegasnya.
Disisi lain, kata dia, pihak PT WIN selama ini, mempekerjakan kliennya tanpa ada kontrak yang jelas. Lebih ironis, mereka dibayar dibawah upah standar regional atau UMR.
“Mereka menggaji karyawan dibawah UMR, itu adalah perbudakan. Apalagi mereka tidak diberikan SK maupun kontrak apapun terhadap pekerja. Padahal, mereka ini sudah bekerja 4-5 tahun. Sementara aturannya jelas, dalam Peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang pekerja paruh waktu, itu semua diatur,” jelasnya.
Ditambahkan, jika PT WIN tidak bisa memenuhi tuntutan pekerja yang di PHK tersebut, maka pihaknya akan menggiring persoalan ini ke ranah hukum.
“Kami akan giring persoalan ini, ke ranah pidana. Karena perusahaan telah melakukan perbudakan terhadap karyawan,” terangnya.
Sementara itu, General Manager PT. WIN, Iman mengaku sudah memberikan gaji karyawan sesuai ketentuan berlaku. Untuk itu, pihaknya tidak bisa memenuhi permintaan hak karyawan yang di PHK tersebut. Pihaknya malah meminta, untuk pembayaran pesangon serendah mungkin.
“Selama ini, kami sudah berikan gaji sesuai ketentuan. Kami berupaya memberikan pesangon, tapi paling di bawah standar,” jelasnya saat mediasi di Kantor Disnaker Sultra, kemarin.
Mendengar pernyataan pihak perusahaan itu, Kuasa Hukum eks karyawan, Sulaiman kembali menimpali. Menurutnya, perlakuan terhadap kliennya jauh dari rasa keadilan. Khususnya dalam pemberian gaji karyawan.
“Dalam komponen gaji, ada namanya gaji pokok dan tunjangan. Sementara, klien saya, hanya dibayar gaji pokok sebesar Rp 1 juta, ditambah tunjangan Rp 900 ribu. Jadi, totalnya hanya Rp 1,9 juta. Baru mereka bekerja retase alias lembur siang dan malam,” bebernya.
Sementara itu, Mediator Hubungan Industrial, Muhammadin belum bisa mengambil kesimpulan atas polemik tersebut. Pihaknya masih memberikan kesempatan pihak terkait, untuk membicarakan solusi dan langkah terbaik.
“Mediasi nanti dilanjutkan 19 Juli 2023. Tapi sebelum itu, baiknya harus ada pertemuan dulu antara pihak perusahaan, eks karyawan dan penasehat hukum (PH). Agar bisa mendapatkan solusi terbaik,” imbuhnya. (kam/b)