--Diduga "Pesanan" Kekuatan Besar
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Wacana sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 masih bergulir di tengah pro dan kontra. Publik beranggapan wacana Pemilu proporsional tertutup berpotensi menghilangkan kedaulatan pemilih. Wacana itu menguak ke permukaan dari KPU RI bahwa terbuka kemungkinan Pemilu 2024 akan diterapkan sistem proporsional tertutup.
Pakar politik Sultra Dr. Najib Husain mengatakan, mestinya di tengah pergelaran Pemilu yang semakin dekat, KPU tidak menciptakan ide-ide baru yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Seperti Pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
"Hal itu (proporsional tertutup) sebuah kemunduran demokrasi. Jangan karena alasan teknis, lalu kedaulatan rakyat, kedaulatan pemilih dikebiri. Sebaiknya penyelenggara lebih fokus pada agenda tahapan Pemilu yang telah dirancang agar kualitas Pemilu 2024 lebih produktif dan sukses," ujar Dr. Najib Husain kepada Kendari Pos, kemarin.
Ketua Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (Fisip UHO) itu menegaskan, sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 tidak boleh dilanjutkan, dan tetap menggunakan metode Pemilu proporsional terbuka. "Agar masyarakat benar-benar mengenal, mengetahui calon legislatif yang akan menjadi wakil mereka di DPD RI, DPR RI dan DPRD," tegasnya.
Dr.Najib Husain mensinyalir, wacana Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup patut dicurigai merupakan agenda "pesanan" oleh kekuatan besar. Menurutnya, penyelenggara Pemilu benar-benar harus tetap menjalankan dan memegang integritas, independensi, bekerja proporsional tanpa harus ada tekanan atau arahan dari kekuatan besar itu.
"Pada Pemilu 2024, sekira 56 persen adalah pemilih pemula. Dengan adanya alasan demikian yang belum mengenal dengan baik partai baru yang lolos sebagai peserta Pemilu, maka pada titik tersebut cenderung menguntungkan partai lama yang telah lebih dulu familiar dan melekat pada ingatan masyarakat," tutur Dr.Najib Husain.
Bagi Dr.Najib Husain, penyelenggara Pemilu sebagai wasit demokrasi harus benar-benar memosisikan diri sebagai penyelenggara yang tidak "bermain" dalam pesta demokrasi. Salah satunya, tidak perlu mengusulkan hal-hal yang dianggap aneh dan dapat menguntungkan kelompok partai besar dan merugikan partai kecil. Lebih baik penyelenggara Pemilu konsisten on the track dan tidak menciptakan gerakan tambahan yang dapat memicu kontroversi.
"Meskipun KPU lahir dari Komisi II DPR RI. Lahir dari kelompok partai-partai besar yang menjabat di Komisi II DPR RI, tetapi setidaknya tetap gigih dan konsisten menunjukan komitmen menyelenggarakan Pemilu yang jujur adil dan beradab. Sehingga tidak ada kecurigaan dari masyarakat bahwa Pemilu 2024 sebenarnya sudah menetapkan siapa yang menjadi pemenang," tandas Dr.Najib Husain.