“Lha yang punya aspal alam kan cuma kita dan Trinidad, ya kita yang harus melakukan riset sendiri,” katanya.
Selanjutnya Gobel berpendapat, melalui inovasi dan riset pasti akan ditemukan cara untuk meningkatkan kualitas asbuton.
“Misalnya dicampur dengan bahan lain seperti karet,” katanya.
Sebagai perbandingan, ia menyatakan asbuton justru digunakan Tiongkok untuk membangun jalan tolnya, jalan di kota Shanghai, dan jalan di Anhui serta jembatan yang membelah laut di Jiangsu.
“Tentu mereka sudah mengkalkulasi kualitasnya dan pasti sudah dilakukan inovasi. Sehingga tak ada alasan bahwa asbuton hanya untuk jalan lingkungan dengan tekanan di bawah 10 ton,” katanya.
Gobel memuji kesungguhan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang mendorong penggunaan asbuton untuk pembangunan maupun preservasi. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya Peraturan Menteri PUPR No 18 Tahun 2018 dan Surat Edaran Menteri PUPR 30 Desember 2020.
Selain itu, pemerintah juga memiliki sejumlah peraturan tentang penggunaan produk dalam negeri maupun tentang tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
“Jadi dari sisi regulasi sudah mencukupi, tinggal bagaimana melaksanakannya. Dan kita mengapresiasi atas tekad dan semangat Menteri PUPR untuk mewujudkannya,” katanya.
“Tingginya ketergantungan terhadap aspal impor dan bahan baku impor sangat merugikan. Selain menguras devisa, karena sebagian besar anggaran pembelian aspal untuk infrastruktur lari ke luar negeri, juga berarti sekitar 70-85 persen dari anggaran pembelian aspal dinikmati oleh asing,” katanya.(*)