KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Bupati Kolaka Timur (Koltim) nonaktif, Andi Merya Nur diganjar tiga tahun terungku (penjara,bui). Vonis itu dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Selasa (26/4), kemarin.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni lima tahun penjara. Selain hukuman pidana penjara, Andi Merya Nur didenda Rp250 juta atau diganti empat bulan penjara. Selain itu, Andi Merya harus membayar uang pengganti Rp25 juta. Jika tak mengganti, maka hukumannya ditambah satu bulan penjara. Hak politik Andi Merya Nur selama dua tahun dicabut, terhitung sejak berakhir menjalani masa pidana penjara.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin oleh Ronald Salnofri Bya menyatakan Andi Merya Nur terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor. Andi Merya sebagai Bupati Koltim periode 2021-2026 terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah atau janji sejumlah uang sebesar Rp250 juta dari Anzarullah selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim.
"Terdakwa terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp250 juta atau diganti empat bulan penjara," ujar Ronald saat membacakan amar putusan, Selasa, kemarin.
Dari total anggaran Rp889 juta pada kurun waktu September 2021, Andi Merya mendapat fee sebesar 30 persen atau sekira Rp250 juta. Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim menilai Andi Merya Nur terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Dalam pertimbangan putusan hakim, hal yang memberatkan terdakwa Andi Merya Nur yakni perbuatannya bertentangan dengan upaya pemerintah memberantas tipikor. Andi Merya Nur sebagai pejabat pemerintah dinilai memberikan contoh yang buruk atas perbuatan yang dilakukannya. "Hal yang meringankan adalah terdakwa punya keluarga serta kooperatif selama menjalani massa persidangan," ungkap ketua majelis hakim, Ronald.
Atas keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Kendari itu, JPU akan mengajukan banding. Jaksa Trimulyono Hendradi menuturkan pertimbangan untuk banding yakni putusan majelis hakim berdasarkan pasal alternatif dakwaan kedua dengan vonis penjara tiga tahun.
Sementara, kata Trimulyono, dalam tuntutannya, pihaknya menggunakan pasal 12 huruf a juncto pasal 18 UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor juncto pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan hukuman penjara lima tahun. "Oleh karena itu, pertimbangan kami adalah mengajukan banding," ujar Trimulyono saat ditemui usai sidang.
Menurut Trimulyono, perbedaan keputusan hakim dengan tuntutan JPU yakni majelis hakim menyatakan Pasal 11 karena fee 30 persen inisiatif dari saksi Anzarullah, kemudian proses pelelangan sudah sesuai prosedur.Sementara, jaksa menilai fee 30 persen pekerjaan Jasa Konsultasi Perencanaan Pekerjaan Pembangunan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi dan seratus rumah di Kecamatan Uluiwoi atas kesepakatan terdakwa Andi Merya Nur dengan saksi Anzarullah selaku Kepala BPBD Koltim.
"Kami anggap terdakwa Andi Merya Nur turut aktif meminta fee tersebut. Namun, kami tetap menghargai keputusan hakim, kami menggunakan hak untuk mengajukan banding," tegas Trimulyono.
Sementara itu Andi Merya Nur yang diberi kesempatan oleh majelis hakim berdiskusi dengan kuasa hukumnya, atas putusan tersebut masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. (ali/b)