Ikbar Usul Pedoman Tapal Batas Direvisi

  • Bagikan


-Dianggap Hambat Daerah Pengelolaan SDA

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Bupati Konawe Utara (Konut) H. IKbar secara tegas menyoroti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2010 tentang Pedoman Penetapan Tapal Batas Daerah, tumpang tindih dengan UU nomor 13 tahun 2007 tentang pembentukan Konut.

Bupati Konut Ikbar (tengah) menilai Permendagri nomor 45 tahun 2010 dinilai kerap menjadi penghambat bagi Pemkab Konut dalam mengelola potensi sumber daya alam secara optimal. Terutama di wilayah perbatasan dengan Pemkab Morowali, Sulteng.

Dampak adanya Permendagri nomor 45 tahun 2010 dinilai kerap menjadi penghambat bagi pemerintah kabupaten Konut dalam mengelola potensi sumber daya alam secara optimal. Terutama di wilayah perbatasan antara Pemkab Konut dan Pemkab Morowali, Sulawesi Tengah.(Sulteng).

Menurut Bupati, regulasi yang sudah berusia lebih dari satu dekade itu dinilai belum cukup adaptif terhadap dinamika kewilayahan dan kompleksitas batas antar daerah, terutama pada wilayah yang kaya akan potensi sumber daya alam seperti Konawe Utara.

“Berdasarkan tata letak wilayah Konut yang ada, sesuai dengan UU nomor 13 tahun 2007 tentang Pembentukan Konut, menempatkan 29 koordinat pal yang ada. Ironisnya, Permendagri nomor 45 tahun 2010 digugurkan dengan UU yang ada,” tegas Ikbar.

Ketua DPW PBB Sultra menjelaskan lahirnya Permendagri nomor 45 tahun 2010 dinilai sangat merugikan Pemkab Konawe Utara. Pasalnya, sekitar 87 hektar tanah Konut masuk pada wilayah kabupaten tetangga.

“Ini bukan tanggungjawab pada SDA yang ada, tetapi tanggungjawab pada masyarakat kita yang ada. Contoh, tahun 2019 lalu Konut terdampak banjir. Nah, kita mau melalukan pelurusan sungai, itu bukan lagi tanggungjawab Pemkab Konut dalam melakukan intervensi dari sisi anggaran,”ujarnya.

Olehnya itu, dengan kondisi demikian, bupati Konut menyarankan agar Pemprov Sultra dan Pemerintah Pusat proaktif untuk duduk bersama dalam menetapkan tata batas. Sebab, tata batas yang tidak berkeadilan akan menghambat investasi yang masuk didaerah. “Investasi kalau tidak jelas tapal batas dan tata ruang terhadap dua wilayah, pasti enggan berinvestasi bila berada dalam wilayah sengketa,”ujarnya.

Bagi Ikbar, Permendagri 45 Tahun 2010 sering kali menjadi ganjalan ketika daerah ingin menetapkan batas wilayah secara adil dan berkeadilan. Padahal, batas wilayah menentukan kewenangan, termasuk dalam pengelolaan SDA, PAD, dan pelayanan publik.

Ia mencontohkan sejumlah titik batas yang masih tumpang tindih dengan kabupaten tetangga, menyebabkan ketidakjelasan dalam pengelolaan wilayah pesisir, tambang, dan kehutanan. Hal itu, lanjutnya, tidak hanya berimplikasi pada pendapatan daerah, tapi juga pada konflik administratif dan sosial di tingkat bawah.

Bupati Ikbar mendorong agar Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Provinsi lebih proaktif meninjau ulang atau merevisi ketentuan tersebut, dengan melibatkan kajian akademik, pendekatan sosial budaya, serta kepentingan pembangunan berkelanjutan.

“Kita tidak menolak aturan. Tapi kita ingin aturan yang adil, kontekstual, dan tidak menghambat langkah daerah dalam membangun,” tegasnya.

Dengan menyuarakan kritik konstruktif terhadap kebijakan pusat, Bupati Ikbar berharap Konawe Utara dan daerah-daerah serupa dapat lebih leluasa dalam merancang arah pembangunan berbasis potensi wilayah secara utuh dan legal. (b/min)

  • Bagikan