Dominasi Kader Parpol Tereduksi

  • Bagikan
KEPALA DAERAH BUKAN KADER PARPOL

-Lima Kada Hasil Pilkada Serentak Non-Kader Parpol
-Pengamat: Angin Segar Demokrasi di Sultra

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID -- Saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Sulawesi Tenggara (Sultra) edisi 2018 hingga 2020 lalu, semua yang terpilih merupakan kader terbaik partai politik (parpol). Sebut saja misalnya di Pilwali Kendari. Wali Kota terpilih kala itu adalah Adriatma Dwi Putra (ADP) yang merupakan kader Partai Amanat Nasional (PAN).

Kemudian, di Konsel, terpilih Surunuddin Dangga (Partai Golkar), Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa (PAN), Bupati Konawe Utara Ruksamin (PBB), Bupati Konkep Amrullah (Demokrat), Bupati Muna Rusman (PDIP), Bupati Butur Ridwan Zakariah (PAN), Bupati Buteng Samahuddin (PDIP), Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse (PDIP).

Selanjutnya, Bupati Bombana Tafdil (PAN), Bupati Kolaka Ahmad Safei (PDIP), dan seterusnya. Kalau dicermati, hampir 100 persen kepala daerah terpilih dalam pilkada sebelumnya, semuanya merupakan kader parpol.

Namun, situasinya berbeda saat Pilkada serentak 2024. Dalam hajatan pesta demokrasi kali ini, dominasi kader parpol sebagai pemenang pilkada tereduksi (berkurang). Lihat saja datanya, dari 17 kabupaten/kota, lima pilkada diantaranya dimenangkan figur non parpol.

Mereka adalah Bupati Buton Utara (Butur), Afirudin Mathara (Advokat/Pengacara), Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra (Pengusaha, Advokat), Bupati Kolaka, Amri Djamaluddin (Birokrat/ASN), Bupati Bombana, Burhanuddin (Birokrat/ASN), dan Bupati Buton Tengah (Buteng), Azhari (Birokrat/ASN).

Masih ada dua kepala daerah lagi sebenarnya yang lebih banyak berkiprah sebagai pengusaha daripada kader parpol. Yakni, Bupati Konawe, Yusran Akbar (Ketua Kadin Konawe) dan Bupati Muna Barat, La Ode Darwin (pengusaha).

Pengamat Politik Sultra, Dr Muh Najib Husain menilai, realitas ini menjadi langkah maju dan angin segar bagi dinamika demokrasi di Sultra.

"Mereka terpilih dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Ini menunjukkan, masyarakat mulai memilih calon kepala daerah berdasarkan kinerja dan kapabilitas pribadi, bukan hanya berdasarkan afiliasi politik," ungkap Najib Husain, Selasa (4/3/2025).

Fenomena ini, lanjut dia, menggambarkan adanya pergeseran dalam peta politik Sultra yang sebelumnya didominasi kader parpol. Meskipun parpol memiliki peranan penting dalam proses politik, tetapi kehadiran kepala daerah yang bukan kader parpol, bisa memberi nuansa baru dalam kebijakan dan pemerintahan.

"Dengan tidak terikat pada partai politik tertentu, kelima bupati ini memiliki kebebasan lebih untuk fokus pada pembangunan daerah, tanpa harus terpengaruh oleh dinamika politik di tingkat pusat atau partai politik yang bersangkutan. Idealnya seperti itu," jelasnya.

Tak hanya itu, fenomena ini juga dapat dilihat sebagai bukti bahwa masyarakat semakin cerdas dalam memilih pemimpin. Mereka tidak hanya melihat calon kepala daerah dari segi afiliasi politik, tetapi lebih mengutamakan visi, misi, dan program-program nyata yang ditawarkan untuk memajukan daerah.

"Masyarakat mulai menyadari, independensi seorang kepala daerah dapat menghasilkan kebijakan yang lebih objektif dan tidak terikat pada kepentingan politik sesaat," terangnya.

Kendati begitu, tentu saja peran dan dukungan parpol tidak bisa lepas begitu saja. Sebab, kepala daerah terpilih juga diusung parpol saat pilkada.
Beberapa kepala daerah tak menampik hal itu. Namun mereka komitmen bekerja untuk kepentingan rakyat.

"Visi misi yang kita usung, tujuannya untuk memajukan daerah dan kesejahteraan rakyat," ujar Burhanuddin, Bupati Bombana, baru-baru ini.

Bupati Buton, Alvin Akawijaya menyatakan, kemenangan yang diraih adalah hasil dari kepercayaan masyarakat yang menilai dirinya mampu membawa perubahan.

"Kami punya visi Buton bersinar, berdaya saing, religius, mandiri berkelanjutan maju dan sejahtera. Masyarakat menilai, kami pantas membawa Buton lebih baik," jelasnya. Kepala daerah lainnya juga punya pandangan yang sama.

Hebatnya lagi, lima kepala daerah non parpol ini, mampu mengalahkan kompetitornya yang notabene sudah sangat berpengalaman. Misalnya, Alvin di Pilkada Buton mampu mengalahkan La Bakry yang notabene mantan Bupati Buton.

Begitu juga di Pilkada Bombana, Burhanuddin mampu mengalahkan Andi Nirwana yang merupakan istri Bupati Bombana sebelumnya, Tafdil.

Situasi serupa juga terjadi di Pilkada Kolaka. Dimana, Amri mampu mengalahkan Muh Jayadin yang merupakan mantan Wakil Bupati Kolaka dua periode.

Muh Najib Husain menambahkan, dengan semakin banyaknya kepala daerah yang dipilih berdasarkan kualitas dan rekam jejak, hal ini bisa menjadi awal dari perubahan positif dalam sistem politik lokal. Masyarakat semakin memiliki hak dan kebebasan untuk memilih pemimpin yang dianggap terbaik, terlepas dari latar belakang partai politik.

"Tapi tantangan tetap ada. Para kepala daerah non-kader partai ini, harus dapat bekerja dengan baik, membuktikan bahwa mereka mampu menjalankan pemerintahan dengan efektif. Serta mampu berkolaborasi dengan berbagai elemen, termasuk partai politik, demi kemajuan daerah. Sebab, meskipun tidak terikat dengan partai politik, mereka tetap membutuhkan dukungan untuk menjalankan program-programnya," terangnya.

Kepala Daerah dari Kalangan Pengusaha

Pengamat Politik Sultra, Dr. Muh Najib Husain juga menanggapi fenomena sejumlah kepala daerah di Sultra, yang memiliki latar belakang kewirausahaan.

"Ini adalah kemajuan bagus untuk tata kelola pemerintahan kita," ujar Dr. Najib Husain.

Najib mengungkapkan, paradigma terakhir tentang tata kelola pemerintahan adalah bagaimana menciptakan pemerintahan yang berbasis kemandirian.

“Pemimpin yang ideal memiliki visi ke depan untuk mengembangkan potensi daerahnya, dan karakter ini hanya dimiliki oleh kepemimpinan yang punya jiwa preneurship atau jiwa kewirausahaan," jelasnya.

Dr. Najib menambahkan, kepemimpinan dengan jiwa kewirausahaan membuka peluang besar bagi Sultra, khususnya di 17 kabupaten/kota. "Mereka bisa mengembangkan jiwa preneurship baik di kalangan anak muda maupun masyarakat," tambahnya.

Ia membantah anggapan bahwa tren ini menandakan kegagalan partai politik (parpol) di daerah.

"Dari dulu, politisi itu basisnya dari pengusaha. Jadi, politisi dan pemimpin daerah yang berasal dari kalangan pengusaha sudah menjadi pakem dalam politik hari ini," jelasnya.

Menurutnya, latar belakang pengusaha sangat menguntungkan dalam dunia politik. "Memasuki wilayah politik membutuhkan dana besar, dan pengusaha memiliki akses tersebut. Lebih dari itu, jiwa kewirausahaan memungkinkan mereka mengembangkan keunggulan daerah masing-masing," terangnya.

Keunggulan tersebut, menurut Dr. Najib, meliputi pemahaman peluang usaha, strategi pemasaran, dan kemampuan menarik investor.

"Mereka tidak hanya mengandalkan APBD, tetapi juga membuka ruang bagi investor untuk berinvestasi di daerahnya," imbuhnya. (b/ags/ing)

Kepala Daerah Bukan Kader Parpol

  1. Bupati Buton Utara (Butur), Afirudin Mathara
    -Latar belakang: Advokat/Pengacara
    -Jabatan: Ketua DPC Peradi Kota Kendari
  1. Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra
    -Latar belakang: Pengusaha, Advokat
    -Jabatan: Mantan Ketua KNPI Sultra
  1. Bupati Kolaka, Amri Djamaluddin
    -Latar belakang: Birokrat/ASN
    -Jabatan: Mantan Kadis PK2BN Kolaka
  1. Bupati Bombana, Burhanuddin
    -Latar belakang: Birokrat/ASN
    -Jabatan: Mantan Pj Bupati Bombana/Kadis SDA dan Bina Marga Sultra
  1. Bupati Buton Tengah (Buteng), Azhari
    -Latar belakang: Birokrat/ASN
    -Jabatan: Mantan Rektor USN Kolaka
  • Bagikan