KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID--Sejak 24 Januari 2025, rangkaian gempa bumi mengguncang Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra). Berdasarkan data dari Stasiun Geofisika Kelas IV Kendari, hingga 3 Februari 2025 tercatat sebanyak 305 kali gempa bumi terjadi di wilayah tersebut, dengan 40 di antaranya dirasakan oleh masyarakat. Magnitudo gempa bervariasi, mulai dari yang terkecil dengan kekuatan 1,2 hingga yang terbesar mencapai 5,1. Pusat gempa berada di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas IV Kendari Rudin mengungkapkan gempa bumi ini terjadi akibat aktivitas sesar Kolaka.
"Keberadaan Sesar Kolaka memanjang dari arah barat laut ke tenggara, mulai dari Teluk Bone, melintasi wilayah Kabupaten Kolaka seperti Kecamatan Pomalaa dan Kecamatan Baula, hingga ke Kabupaten Kolaka Timur di Kecamatan Lambandia, serta Kabupaten Konawe Selatan di Kecamatan Lalembu dan Kecamatan Tinanggea," jelasnya.
Meskipun Sesar Kolaka melintas di beberapa wilayah, aktivitasnya berdampak pada daerah sekitarnya, yang menyebabkan tingginya frekuensi gempa di sekitar Kolaka Timur. Kekuatan gempa utama juga disertai dengan rentetan gempa susulan yang masih terjadi hingga kini.
"Gempabumi susulan terjadi dengan skala kekuatan lebih kecil dari gempabumi utama. Hal ini memberikan arti tentang release energi suatu patahan/ sesar yang masih ada hingga mencapai posisi kesetimbangannya kembali. Jumlah gempabumi susulan yang terjadi masih bervariasi, karena gempabumi yang tidak dapat diprediksi kejadiannya," ungkapnya.
Saat ini, Stasiun Geofisika Kendari terus memantau perkembangan aktivitas seismik di wilayah Kolaka Timur dan sekitarnya. "Masyarakat dapat memperoleh informasi terbaru melalui kanal resmi BMKG, seperti Instagram @stageofkendari dan Facebook Stasiun Geofisika Kendari," katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terkait prediksi gempa bumi.
"Jika ada informasi yang menyebutkan prediksi gempa bumi dengan waktu dan jam tertentu, dipastikan itu tidak benar dan bukan bersumber dari BMKG," tegasnya. (b/iky)