545 Daerah Gelar Pilkada, 313 Berujung Sengketa di MK

  • Bagikan
IST Petugas Mahkamah Konstitusi (kanan) memeriksa berkas pemohon pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024 di Gedung MK
IST Petugas Mahkamah Konstitusi (kanan) memeriksa berkas pemohon pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024 di Gedung MK

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Masa pendaftaran sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) 2024 telah berakhir. Hasilnya, dari 545 daerah yang melaksanakan Pilkada 2024, ada 313 perkara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasar kajian data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), angka 313 itu menunjukkan peningkatan. Sebab, dalam masa transisi Pilkada Serentak 2017, 2018, dan 2020, total keseluruhan sengketa hanya 268 perkara.

Peneliti Perludem Ajid Fuad Muzaki mengatakan, kenaikan jumlah sengketa menunjukkan banyak faktor.
Dari aspek kualitas proses dan teknis, naiknya jumlah perkara bisa jadi indikasi adanya permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. ”Baik dari sisi pelaksanaan, administrasi, pengawasan, maupun persepsi publik terhadap keadilan hasil pemilu,” ujarnya dalam diskusi virtual, kemarin.

Imbasnya, pihak-pihak yang merasa dirugikan menempuh jalur MK. Selain itu, ada juga faktor lain yang mungkin berpengaruh. Misalnya, mengindikasikan tingginya perhatian dan partisipasi elite politik maupun masyarakat dalam proses pilkada. Untuk diketahui, dari 313 perkara, ada delapan yang diajukan masyarakat. Khususnya di daerah dengan calon tunggal. ”Ini juga menunjukkan bahwa PHP-kada menjadi tahapan penting untuk menjaga integritas dan keadilan,” imbuhnya.

Dari sisi sebaran, data Perludem mencatat, sengketa paling banyak datang dari Indonesia Timur. Papua Tengah menjadi provinsi dengan sengketa terbanyak, yakni 20 perkara. Diikuti Maluku Utara 19 perkara dan Papua 18 perkara. Di luar Indonesia Timur, provinsi dengan sengketa terbanyak ditempati Jawa Timur dengan 17 perkara. Kemudian, diikuti Sumatera Utara dengan 16 perkara.

Peneliti Perludem Haykal menambahkan, banyaknya sengketa menjadi tantangan tersendiri bagi MK. Pasalnya, waktu yang dimiliki untuk sampai pada putusan hanya 45 hari. ”Ini waktu yang tidak panjang,” jelasnya.

Menangani 313 perkara dalam 45 hari, lanjut dia, membutuhkan manajemen waktu persidangan yang baik. Haykal mewanti-wanti, meski waktu terbatas, kualitas persidangan tidak boleh diabaikan. ”Jangan sampai waktu yang singkat ini malah menyebabkan MK tidak maksimal untuk memeriksa dan menggali bukti-bukti serta keterangan yang dibutuhkan,” ungkapnya.

Terpisah, Bawaslu terus mempersiapkan jajarannya menjelang persidangan. Keterangan Bawaslu akan menjadi salah satu pertimbangan MK dalam menilai ada tidaknya kecurangan. Anggota Bawaslu Totok Hariyono meminta jajaran di daerah untuk melengkapi data. Sehingga bisa menjawab pertanyaan majelis MK dengan baik. (far/c6/oni)

  • Bagikan