KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Refleksi Hari Ibu Nasional pada 22 Desember 2024, menjadi momen penting untuk mengevaluasi peran dan tantangan perempuan di Indonesia. Peringatan ini tidak hanya merayakan sosok ibu, tetapi juga mendorong kita untuk merenungkan kontribusi mereka dalam keluarga dan masyarakat, serta isu-isu yang menghambat kemajuan perempuan(1). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, perempuan di Indonesia mencapai 50,4% dari total populasi, dengan banyak yang berperan sebagai kepala keluarga. Peran ibu sebagai pendidik pertama sangat krusial, memengaruhi prestasi akademik dan perkembangan sosial anak (2).
Namun, perempuan masih menghadapi berbagai tantangan serius, terutama dalam hal kekerasan berbasis gender (3). Data Komnas Perempuan menunjukkan lebih dari 300.000 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilaporkan pada 2022. Kekerasan seksual, termasuk terhadap anak perempuan, menjadi isu yang sering terabaikan, dengan stigma sosial dan takut akan pembalasan sering membuat korban tidak melapor (4). Selain itu, diskriminasi di tempat kerja dan akses terbatas terhadap pendidikan tinggi juga menghambat pencapaian potensi perempuan,( 5) meskipun partisipasi perempuan di dunia kerja meningkat (6).
Tingginya angka kematian ibu saat melahirkan, yang mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup pada 2022, menambah beban perempuan. Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas dan komplikasi selama kehamilan menjadi faktor penyebabnya (7)(8). Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara akademisi dan aktivis perempuan sangat penting. Akademisi dapat menyediakan analisis isu-isu gender, sementara aktivis menerjemahkannya ke dalam tindakan nyata. Refleksi Hari Ibu Nasional seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak perempuan dan memperjuangkan akses pendidikan serta kesehatan yang lebih baik, demi menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung pemberdayaan perempuan di Indonesia.
Sejarah Hari Ibu
Peringatan Hari Ibu di Indonesia berakar dari Kongres Perempuan Indonesia yang pertama kali diadakan pada tahun 1928. Kongres ini merupakan momen bersejarah di mana para perempuan dari berbagai daerah berkumpul untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan, pendidikan, dan perlindungan anak. Dalam konteks penjajahan, perempuan Indonesia pada saat itu menghadapi banyak tantangan, termasuk diskriminasi dan keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan (5).
Hari Ibu kemudian ditetapkan secara resmi oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959 melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Peringatan ini mencerminkan perubahan pandangan terhadap peran ibu, tidak hanya sebagai pengasuh dan pendidik di rumah tetapi juga sebagai kontributor penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi negara. Seiring berjalannya waktu, makna Hari Ibu semakin berkembang menjadi ajang untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan kesetaraan gender (9).
Perspektif Akademisi
Dari perspektif akademisi, ibu memiliki peran vital dalam pendidikan dan kesehatan keluarga(10). Sebagai pendidik pertama bagi anak-anak, ibu bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai dasar serta norma-norma sosial yang akan membentuk karakter anak-anak mereka. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan yang diberikan oleh ibu berdampak langsung pada prestasi akademik anak serta perkembangan sosial dan emosional mereka (7)(11).
Di era modern ini, peran ibu telah mengalami transformasi signifikan dengan semakin banyaknya ibu yang terlibat dalam dunia kerja dan pendidikan tinggi. Banyak perempuan kini menempuh pendidikan lanjutan dan berkarier di berbagai bidang, mulai dari sains hingga politik (12). Perubahan ini tidak hanya meningkatkan status sosial dan ekonomi perempuan tetapi juga mengubah dinamika dalam keluarga(13). Meskipun banyak perempuan mampu menyeimbangkan peran ganda mereka sebagai penyedia pendapatan tambahan sekaligus menjalankan tanggung jawab domestik, tantangan seperti beban ganda dan stereotip gender tetap ada bahkan masih mengakar pada kelompok masyarakat tertentu.
Pendidikan dan Pemberdayaan
Pendidikan merupakan kunci utama untuk memberdayakan perempuan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Melalui pendidikan, perempuan dapat mengakses informasi serta keterampilan yang dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berbagai aspek kehidupan (14). Pendidikan tidak hanya membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik tetapi juga meningkatkan kesadaran mereka tentang hak-hak dan kewajiban sosial (15).
Perspektif Aktivis Perempuan
Tantangan yang dihadapi oleh perempuan di Indonesia saat ini sangat beragam dan kompleks. Salah satu isu utama adalah kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat dalam berbagai bentuk seperti KDRT, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia(18). Menurut data Komnas Perempuan, lebih dari 300.000 kasus kekerasan dilaporkan setiap tahun dengan banyak kasus yang tidak terlaporkan akibat stigma sosial serta ketakutan akan pembalasan (19).
Aktivis perempuan di Indonesia telah berjuang keras untuk mengadvokasi hak-hak perempuan serta perlindungan hukum (20). Mereka tidak hanya menyerukan perubahan kebijakan tetapi juga berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu yang dihadapi perempuan melalui berbagai organisasi dan gerakan(21). Aktivis sering terlibat dalam dialog dengan pemerintah, lembaga internasional, serta masyarakat sipil untuk memastikan suara perempuan terdengar dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan Menjelang Hari Ibu
Menjelang Hari Ibu, berbagai kegiatan diadakan oleh aktivis perempuan untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu relevan. Seminar, diskusi, dan workshop menjadi platform untuk berbagi pengalaman serta pengetahuan tentang hak-hak perempuan serta strategi untuk mengatasi tantangan yang ada. Kegiatan ini melibatkan berbagai kalangan termasuk akademisi, praktisi, serta masyarakat umum sehingga menciptakan ruang dialog konstruktif.
Kolaborasi Akademisi dan Aktivis
Kolaborasi antara akademisi dan aktivis telah menjadi salah satu strategi kunci dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia. Dengan menggabungkan pengetahuan teoritis serta pengalaman praktis, keduanya mampu merumuskan kebijakan lebih tepat sasaran relevan dengan kebutuhan perempuan.
Contohnya adalah beberapa universitas bekerja sama dengan organisasi nonpemerintah melakukan penelitian tentang dampak kekerasan berbasis gender di masyarakat. Hasil penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang masalah tersebut sekaligus menjadi dasar bagi advokasi kebijakan lebih efektif.
Kesimpulan
Refleksi Hari Ibu Nasional pada tanggal 22 Desember 2024 seharusnya menjadi momen penting bagi kita semua untuk merenungkan kontribusi luar biasa para perempuan dan untuk menyadari tantangan-tantangan serius yang dihadapi oleh perempuan di Indonesia, terutama terkait dengan kekerasan berbasis gender dan diskriminasi. Kekerasan seksual, termasuk terhadap anak perempuan, adalah isu mendesak yang memerlukan perhatian khusus agar setiap individu dapat hidup dengan aman dan bermartabat. Dengan meningkatkan kesadaran akan hak-hak perempuan serta memperjuangkan akses pendidikan lebih baik bagi mereka, kita dapat menciptakan lingkungan lebih inklusif mendukung pemberdayaan semua perempuan di Indonesia.
Melalui kolaborasi antara akademisi, aktivis perempuan, pemerintah, dan masyarakat sipil, kita dapat bersama-sama mendorong perubahan positif demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi semua perempuan. Dengan meningkatkan kesadaran tentang hak-hak perempuan serta memperjuangkan akses pendidikan dan pekerjaan yang setara, kita dapat membantu mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang sebuah masa depan di mana setiap perempuan memiliki kesempatan untuk berdaya dan berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan negara kita tercinta ini. (*)