KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra masih cukup tinggi. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Sultra mencatat 408 kasus sepanjang tahun 2024. Angka 408 kasus itu lebih rendah jika dibandingkan pada tahun 2023 yang mencapai 545 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kepala DP3APPKB Sultra, Abdul Rahim, mengungkapkan dalam 1 kasus kekerasan sering kali terdapat lebih dari 1 korban. Hal ini membuat jumlah korban bisa lebih besar dibandingkan jumlah kasus yang tercatat. “Jumlah kasus itu beda dengan jumlah korban, karena dalam 1 kasus, korbannya bisa saja melebihi 1 atau 2 orang,” katanya kepada Kendari Pos, Jumat (20/12/2024).
Merujuk pada sebaran kasus kekerasan perempuan dan anak tahun 2024, Kota Baubau mencatat angka tertinggi dengan 64 kasus. Disusul Kota Kendari dengan 56 kasus. Di Konawe Kepulauan, kasus kekerasan perempuan dan anak yakni 3 kasus, dan Kabupaten Muna Barat tidak melaporkan adanya kasus kekerasan sepanjang tahun ini. Lihat grafis.
“Dari sisi usia, korban terbanyak berada pada kelompok usia 13-17 tahun dengan 167 kasus, diikuti kelompok usia 6-12 tahun dengan 104 kasus. Selanjutnya usia 25-44 tahun 87 kasus, usia 0-5 tahun 31 kasus, usia 18-24 tahun 18 kasus, usia 45-59 tahun 16 orang dan usia 60 tahun keatas 1 kasus,” jelas Abdul Rahim.
Dari segi jenis kekerasan, kekerasan seksual mencatat angka tertinggi dengan 224 kasus, diikuti kekerasan fisik sebanyak 170 kasus, dan kekerasan psikis 58 kasus. “Selain itu, terdapat 22 kasus penelantaran, serta masing-masing 1 kasus eksploitasi dan trafficking serta 31 kasus kekerasan lainya,” tutur Abdul Rahim.
Selain itu, Abdul Rahim menyebutkan dari total sebanyak 361 pelaku yang tercatat, mayoritas adalah laki-laki dengan jumlah 339 orang, sementara pelaku perempuan tercatat sebanyak 22 orang.
DP3APPKB Sultra telah melaksanakan berbagai program pencegahan kekerasan perempuan dan anak seperti sosialisasi, advokasi, dan kampanye anti kekerasan. Namun, kekerasan sering kali terjadi di lingkungan terdekat korban, seperti keluarga.
“Kekerasan bisa menimpa siapa pun, tanpa melihat tempat dan waktu. Kebanyakan kasus ini tidak terekspos, sehingga fakta di lapangan bisa jadi lebih banyak dari angka yang tercatat dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA),” ungkap Abdul Rahim.
Ia mengimbau seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Abdul Rahim menegaskan pentingnya peran keluarga, lingkungan, dan instansi terkait untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak di Sultra.
Dengan penurunan jumlah kasus, diharapkan upaya pencegahan yang dilakukan dapat terus ditingkatkan, sehingga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra bisa terus diminimalisir di tahun-tahun mendatang. “Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita bersama,” tegas Abdul Rahim. (rah/b)