Deteksi Dini TBC Lewat “STRIP TB”

  • Bagikan
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sultra Usnia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sultra Usnia.

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Tuberkolosis (TC) adalah penyakit menular. Di Sulawesi Tenggara (Sultra), penderita penyakit yang disebabkan infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis masih terbilang tinggi. Tak heran, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra intens melakukan skrining. Hingga akhir tahun 2024 ini, tercatat ada 6.632 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sultra Usnia mengatakan deteksi dini kasus TC tidak hanya memperbesar penyembuhan, namun juga langkah efektif mencegah penularan. Atas dasar itulah, ia meluncurkan program inovatif bertajuk "STIP T".

Program ini merupakan singkatan dari Systematic, Timely, Responsive, Integrated, People dibentuk sebagai kerangka kerja strategis dalam pengendalian dan penanganan kasus TC di Sultra. "Program ini bertujuan untuk membangun sistem pengendalian TC yang lebih efektif, cepat dan kolaboratif guna mendukung target eliminasi TC di Indonesia, khususnya di Sultra," jelas Usnia pada pameran dan seminar implementasi proyek perubahan di aula adan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Sultra, Selasa (17/12).

STIP T lanjutnya, mencakup sistematik. Yang mana, menekankan pentingnya membangun sistem pengendalian TC yang terstruktur dan menyeluruh. Sistem ini mencakup berbagai tahapan, mulai dari penemuan kasus, proses diagnosa yang akurat, pengobatan yang tepat, hingga pemantauan berkala terhadap perkembangan pasien.

Selanjutnya, Timely atau tepat waktu. Artinya, semua harus memastikan layanan TC diberikan secara cepat dan efisien. paya deteksi dini yang cepat akan membantu mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut serta menekan angka komplikasi akibat keterlambatan penanganan.

"Responsive dalam hal ini, dikembangkan menjadi program yang adaptif dan responsif terhadap tantangan yang berkembang di tengah masyarakat. Faktor ini menjadi penting mengingat dinamika penyebaran TC yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan dan sosial," paparnya.

Lalu integrated atau terpadu dimaksudkan, bahwa program STIP T menekankan kolaborasi lintas sektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. "Kita dorong kerja sama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat luas untuk mencapai tujuan bersama, yaitu pengendalian TC," ujar Hj. Usnia.

Terakhir, People. Di mana, fokus utama dari program ini adalah pasien. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam menangani TC. "Kami memastikan pelayanan TC yang bermutu dengan menghormati hak-hak pasien dan melibatkan mereka secara aktif dalam proses pengobatan," ucapnya.

Sejak diluncurkan, program STIP T telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam penemuan kasus TC. Pada awal pelaksanaan program, jumlah kasus yang terdeteksi mencapai 3.753 kasus. Namun berkat intervensi yang masif, angka ini meningkat signifikan menjadi 6.632 kasus pada 2024.

"Peningkatan ini sudah mendekati target yang ditetapkan dalam encana Pembangunan Jangka Menengah (PJM), yakni sebesar 70 persen dari total estimasi kasus. Dengan target 6.952 kasus, kita sudah mencapai 95 persen dengan penemuan 6.632 kasus sepanjang 2024," jelasnya.

Pemilihan program STIP T ini bukan tanpa alasan. TC masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai penyumbang kasus TC terbanyak di dunia. Ini menjadi tantangan serius.

Dengan latar belakang tersebut, program STIP T hadir sebagai salah satu langkah strategis untuk membantu mewujudkan Sultra bebas TC dan sekaligus berkontribusi dalam target eliminasi TC nasional.

"Implementasi program STIP T diawali dengan sosialisasi masif di kabupaten dan kota. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya TC serta mendorong partisipasi aktif dalam upaya deteksi dini. Kita harus terus bergerak bersama. Kolaborasi antara pemda, tenaga kesehatan dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan program ini," pungkasnya. (b/rah)

  • Bagikan