Pendapatan Negara di Sultra Rp 4,4 Triliun

  • Bagikan
SUMBER DITJEN PERBENDAHARAAN SULTRA DATA DIOLAH KENDARI POS ILUSTRASI FAHRI ASMIN
SUMBER DITJEN PERBENDAHARAAN SULTRA DATA DIOLAH KENDARI POS ILUSTRASI FAHRI ASMIN

--Setoran Pajak Tumbuh 5,05 Persen

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Penerimaan negara di Sulawesi Tenggara (Sultra) cukup besar. Hingga 13 Desember 2024, realisasi penerimaan negara telah mencapai 4,4 triliun. Pendapatan ini bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 3,636 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 832,73 miliar.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sultra Syarwan menyampaikan penerimaan perpajakan menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,05 persen secara tahunan atau year on year (y-on-y). Sementara PNBP mengalami sedikit kontraksi sebesar 1,25 persen.

“Pertumbuhan penerimaan perpajakan ini didorong oleh peningkatan signifikan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta cukai. Namun, ada tantangan besar terkait ketergantungan penerimaan pajak pada sektor unggulan seperti pertambangan nikel dan perikanan yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas global,” ujar Syarwan kemarin.

Ia menyoroti beberapa isu strategis terkait pendapatan negara, terutama yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan dan PNBP. Salah satu tantangan utama adalah ketergantungan Sultra pada sektor unggulan seperti nikel. Sektor ini menjadi penopang utama penerimaan pajak daerah, tetapi juga rentan terhadap volatilitas harga di pasar global.

“Jika sektor unggulan seperti pertambangan nikel atau perikanan melambat, maka penerimaan pajak dapat ikut terpengaruh. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi sektor ekonomi untuk mengurangi risiko ini,” jelasnya.

Rendahnya tingkat kepatuhan pajak dari sektor informal kata dia, perlumenjadi perhatian. Pasalnya, banyak pelaku usaha kecil di Sultra yang belum terdaftar atau belum sepenuhnya patuh melaporkan pajaknya. Hal ini mencerminkan tax ratio yang masih rendah dan kesadaran masyarakat yang belum optimal dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

“Sektor informal di Sultra sulit dijangkau oleh sistem perpajakan formal. Padahal, potensi pajak dari sektor ini sangat besar jika dapat tergarap dengan baik,” ujarnya.

Selain Penerimaan Perpajakan, Syarwan juga menyoroti potensi PNBP yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Menurutnya, fleksibilitas pengenaan tarif dan kebijakan yang mendukung dapat meningkatkan penerimaan dari sektor ini.

“Potensi penerimaan khususnya di bidang PNBP masih bisa dimaksimalkan, misalnya melalui kebijakan tarif yang lebih fleksibel. Namun, di sisi lain, ada kendala di bidang kepabeanan, seperti kebijakan pemberian fasilitas berupa pembebasan atau insentif lain yang justru menekan penerimaan,” ungkapnya.

Untuk meningkatkan penerimaan negara, khususnya pajak, diperlukan upaya terpadu antara pemerintah daerah dan masyarakat. Syarwan menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.

Selain itu, perlu ada inovasi dalam sistem perpajakan yang mampu menjangkau sektor informal dan memastikan setiap pelaku usaha dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara.

“Dengan inovasi teknologi dan kebijakan yang tepat, kita bisa mengatasi berbagai tantangan dalam penerimaan negara. Namun, dukungan dan partisipasi masyarakat tetap menjadi kunci utama,” paparnya.

Realisasi pendapatan dan hibah Sultra yang mencapai Rp 4,4 triliun hingga Desember 2024 menunjukkan pencapaian yang signifikan. Namun, tantangan dalam diversifikasi sektor ekonomi, peningkatan tax ratio, serta optimalisasi PNBP menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. "Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan Sultra dapat terus mencatat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,"pungkasnya. (b/rah)

  • Bagikan

Exit mobile version