Demokrasi Sultra Berkembang Matang

  • Bagikan
Dr.Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si, Pengamat Politik Sultra (ist)
Dr.Muh Najib Husain, S.Sos.,M.Si, Pengamat Politik Sultra (ist)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 di Sultra sudah usai. Secara umum, pelaksanaan pemungutan suara Pilkada dinilai sudah baik.
Pengamat politik memandang demokrasi di Sultra berkembang matang. Pengamat
menilai Pilkada serentak di Sultra tahun 2024 sukses digelar.

Pengamat Politik Sultra, Dr.Muh Najib Husain, S.Sos., M.Si menilai pelaksanaan Pilkada tahun 2024 berjalan dengan aman dan tertib. Antusiasme masyarakat tinggi dalam menyalurkan hak pilihnya.

"Sehingga saya yakin bahwa tingkat partisipasi politik pemilih itu cukup memenuhi bahkan melebihi syarat nasional. Partisipasi politik pemilih pada Pilkada serentak ini setara dengan partisipasi pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 14 Februari 2024, " ujar Dr. Muh Najib kepada Kendari Pos, Selasa (3/12/2024).

Akademisi Fisip Universitas Halu Oleo (UHO) itu menyoroti masih adanya kecenderungan praktik money politic (politik uang) yang menjadi isu krusial dalam Pilkada 2024. "Sebenarnya kecenderungan terjadinya politik uang itu sudah bisa kita baca sejak di Pileg kemarin. Dengan banyaknya terjadi transaksi antara pemilih dengan para kandidat. Kita sudah bayangkan bahwa dalam Pilkada juga akan terjadi seperti ini dan itu memang terbukti," jelas Dr. Muh Najib.

Meski secara umum pelaksanaan Pilkada berjalan dengan baik, Dr. Muh Najib menilai namun masih banyak yang perlu diperbaiki, terutama terkait dengan kualitas Pilkada. "Tujuan utama bahwa semua berjalan dengan baik itu menjadi hal yang utama. Persoalan bagaimana kualitas Pilkada itu menjadi tugas kita kedepannya untuk memperbaiki," tambahnya.

Dr.Muh Najib menyinggung potensi gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Karena itu menjadi hak konstitusional para calon, maka ruang untuk terjadinya gugatan di MK itu ikut terbuka. Tapi kalau melihat hitung cepat, bisa jadi hanya ada 3 kabupaten atau mungkin hanya 2 daerah yang bisa lanjut di MK seperti Buton Tengah dan Muna. Kalau yang lain, jaraknya (selisih perolehan suara) sangat jauh dan di MK ada persentase perolehan suara untuk mengajukan gugatan," ungkapnya.

Ia menjelaskan syarat utama yang diajukan di MK adalah pelanggaran yang memenuhi 3 unsur yakni Terstruktur, Sistematis, dan masif (TSM). "Jika ketiga unsur itu tak terpenuhi maka lebih bagus kandidat menerima hasil Pilkada tanpa menggugat ke MK karena pasti akan ditolak kalau tidak memenuhi ketiga unsur tersebut," tegasnya.

Dr.Muh Najib juga membahas mekanisme Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dapat dilakukan melalui rekomendasi Bawaslu atau MK. "Mekanisme PSU atas rekomendasi dari Bawaslu. Jika Bawaslu merekomendasikan PSU, maka KPU akan menjadikannya bahan pertimbangan apakah dilaksanakan atau tidak,” ungkapnya.

Lanjut dia, jika ada rekomendasi PSU oleh Bawaslu, biasanya diumumkan diinjury time. Misalnya sudah ditetapkan minimal 3 hari setelah perhitungan suara. “Jadi memang harus ada kerja sama dan koordinasi antara Bawaslu dan KPU. PSU bisa saja terjadi kalau ada rekomendasi dari MK nantinya," tambah Dr.Muh Najib.

Sementara itu, Pengamat Demokrasi dan Politik Sultra, Andi Awaluddin Maruf, S.IP., M.Si mengakui bahwa penyelenggaraan Pilkada 2024 tergolong sukses. "Antusias masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 27 November 2024 menunjukan hal tersebut," ujarnya, Selasa (3/12/2024).

Dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) itu menilai bahwa masih ada pekerjaan rumah bagi penyelenggara terutama masalah praktik money politic di Pilkada 2024. "Politik uang yang terjadi di Pilkada Serentak ini laten. Ada tapi tidak kelihatan wujudnya. Yang menjadi masalah, penyelenggara tidak bisa secara langsung membuktikan maraknya fenomena politik uang itu," ujar Andi Awaluddin Ma’ruf.

Andi Awaluddin menilai, praktik money politic di Pilkada 2024 sudah sistematis dan tidak terlihat. "Yang paling mendasar juga bagaimana sikap masyarakat yang justru menunggu serangan politik uang. Penyakit Pilkada hari ini salah satunya praktik politik uang menjadi komoditas politik masyarakat. Masyarakat menunggu serangan uang," tambahnya.

Lebih lanjut, Andi Awaluddin Maruf mengungkapkan meskipun tantangannya penyelenggara Pilkada yang mengawasi politik uang ini sangat terbatas, seharusnya masyarakat yang aktif melaporkan politik uang ketika terjadi praktik ini. "Justru masyarakat yang mendukung," ungkapnya.

Andi Awaluddin Maruf juga menyoroti potensi gugatan terkait dengan kecurangan Pilkada. Ia mengungkapkan, kemungkinan besar gugatan Pilkada tahun ini dari sisi penyelenggara Pilkada, misalnya jika terjadi dugaan penggelembungan suara, ada mekanisme pemungutan suara yang tidak sesuai mekanisme, dan ada DPT siluman dan lain-lain.

“Tapi kelemahannya, gejala ini tidak nampak di media lokal. Tidak ada berita tentang gejolak pelanggaran Pilkada, juga tidak ada pelapor. Kecurangan Pilkada di protes jika ada fenomena, praktik pelanggaran. Tapi sampai hari ini hampir tidak ada gejolak yang terjadi. Tidak ada riak yang signifikan terkait pelanggaran Pilkada," pungkas Andi Awaluddin. (ags/b)

  • Bagikan