KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Inflasi di Sultra kian terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra merilis, inflasi bulanan di Sultra pada November 2024 tercatat sebesar 0,29 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang berada di angka 0,30 persen.
Penjabat (Pj) Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto, memberikan apresiasi atas capaian inflasi yang terkendali. Ia menyebut bahwa hasil ini merupakan bukti keberhasilan kolaborasi berbagai pihak, khususnya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan para pemangku kepentingan.
“Angka inflasi yang terkendali ini merupakan hasil kerja keras dari seluruh pihak yang terlibat, terutama TPID dan stakeholder terkait. Kami akan terus memantau dinamika pasar dengan lebih intensif serta memperkuat langkah-langkah inovatif agar dapat menjaga stabilitas harga dan ketersediaan komoditas untuk masyarakat,” ujar Pj Gubernur Andap, Senin (2/12/2024) .
Lebih lanjut, Pj Gubernur Andap menekankan bahwa pengendalian inflasi menjadi bagian penting dalam mendukung perekonomian daerah yang stabil dan berkelanjutan. “Sinergisitas dan kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku pasar, dan masyarakat sangat penting. Ke depan, kami akan terus memperkuat koordinasi dengan memanfaatkan berbagai instrumen kebijakan dan intervensi pasar yang diperlukan,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, angka inflasi di Sultra pada November 2024 mencerminkan kondisi yang stabil dan terkendali, baik dalam skala bulanan maupun tahunan. "Dengan terus memperkuat kolaborasi dan pengawasan pasar, Sultra diharapkan dapat mempertahankan stabilitas harga dan daya beli masyarakat, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi daerah," pungkas Pj Gubernur Andap.
Sementara itu, Plt. Kepala BPS Sultra, Surianti Toar, menjelaskan sektor makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dalam pergerakan inflasi dengan mencatatkan deflasi sebesar 0,83 persen, yang memberikan andil deflasi sebesar 0,27 persen.
"Namun, beberapa komoditas tertentu justru memicu inflasi, seperti tomat yang menyumbang inflasi sebesar 0,11 persen, ikan layang sebesar 0,07 persen, dan bawang merah sebesar 0,06," papar Surianti Toar.
Di sisi lain, komoditas seperti beras, ikan kembung, ikan bandeng, dan telur ayam ras justru menjadi penekan inflasi. Beras tercatat memberikan andil deflasi sebesar 0,05 persen, sedangkan ikan kembung menyumbang deflasi sebesar 0,03 persen, disusul oleh ikan bandeng dan telur ayam ras masing-masing sebesar 0,02 persen.
Secara tahunan (Year on Year/YoY), inflasi Sultra mencapai 1,05 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,55 persen. "Dalam peringkat inflasi YoY antarprovinsi, Sultra menempati posisi ke-9 dari 38 provinsi. Inflasi tertinggi terjadi di Papua Tengah dengan angka 4,35 persen, sementara inflasi terendah tercatat di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,22 persen," jelas Surianti Toar.
Beberapa komoditas utama yang berkontribusi pada inflasi YoY di Sultra adalah sigaret kretek mesin (SKM) dengan andil sebesar 0,33 persen, emas perhiasan sebesar 0,31 persen, serta ikan cakalang sebesar 0,09 persen. Sementara itu, komoditas yang memberikan andil deflasi terbesar adalah angkutan udara sebesar 0,15 persen, diikuti oleh cabai rawit sebesar 0,11 persen, dan beras sebesar 0,09 persen.
"Tingkat inflasi di kabupaten/kota di Sultra juga menunjukkan variasi. Inflasi tahunan terendah tercatat di Kabupaten Konawe dengan angka 0,20 persen, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Kolaka yang mencapai 2,09 persen," tutup Surianti Toar. (rah/b)