KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Kasus pembunuhan akibat kontestasi pilkada di Sampang, Jawa Timur, harus menjadi warning bagi semua stakeholder untuk mencegah konflik. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyayangkan terjadinya kasus di Sampang. Meskipun dari pemetaan Bawaslu, Sampang memang masuk dalam daerah rawan tinggi. ”Prediksi terhadap kejadian yang menegangkan itu sudah ada di daerah Sampang. Tapi, tidak (menyangka) sampai kejadian kemarin yang ada pembunuhan,’’ ujarnya.
Bawaslu di daerah juga diminta berkomunikasi dengan tokoh agama dan masyarakat untuk mencegah peristiwa serupa. Terhadap pelaku kekerasan, dia menyerahkan kepada aparat hukum. ”Sanksi akan dilakukan oleh aparat keamanan karena berkaitan dengan salah satunya tindak pidana umum,’’ jelasnya.
Pemetaan Kerawanan
Bawaslu telah memetakan TPS (tempat pemungutan suara) yang dinilai rawan konflik. Pemetaan tersebut menggunakan 8 variabel dan 25 indikator, diambil dari 73.256 kelurahan/desa di 36 provinsi, kecuali Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Beberapa indikator itu, antara lain, pelanggaran penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas aparat, logistik, lokasi TPS, hingga masalah jaringan listrik dan internet. Jumlah masing-masing indikator beragam. Misalnya, untuk TPS dengan riwayat terjadi kekerasan fisik, Bawaslu memetakan ada di 2.293 TPS.
Kemudian, kategori ketidaknetralan penyelenggara maupun aparat tercatat ada di 1.127 TPS. Sementara kategori yang jumlahnya cukup banyak adalah pemilih tidak memenuhi syarat, yakni 95.171 TPS. Lalu, TPS dengan riwayat terjadi politik uang sebanyak 2.799. (jpg)