--Inflasi Terkendali, Ekonomi Tumbuh Positif
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Strategi Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Andap Budhi Revianto dalam penanganan inflasi terbilang akurat. Buktinya, tingkat inflasi cenderung stabil sejak awal tahun 2024. Daya beli masyarakat tetap tumbuh positif. Roda perekenomian terus bergerak maju di tengah kondisi ekonomi global yang tengah lesu. Oktober ini, Sultra berada peringkat kedua nasional provinsi dengan inflasi terendah.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra, inflasi pada Oktober ini masih terkendali di angka 0,71 persen year on year bahkan mengalami deflasi 0,17 persen. Capaian ini justru berlawanan dengan tren inflasi nasional yang mencapai 0,08 persen. Laporan ini menempatkan Sultra sebagai provinsi yang berhasil menjaga stabilitas ekonomi termasuk mampu menekan kenaikan harga.
Pj Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto mengatakan perkembangan ekonomi di Sultra cenderung stabil. Kondisi ini tak lepas dari kolaborasi yang apik seluruh stakeholder dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan pangan di tengah tantangan ekonomi global yang masih lesu.
"Terima kasih Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan semua pihak. keberhasilan ini adalah hasil dari sinergisitas antara TPID, Pemerintah Daerah (Pemda), stake holder terkait, dan pelaku pasar. Kami akan intens memantau dinamika di pasar dan intervensi harga, serta memperkuat langkah-langkah inovatif agar semuanya dapat terjaga dengan baik," papar Andap Budhi Revianto kemarin.
Plt Kepala BPS Sultra, Surianti Toar mengatakan, penurunan angka inflasi Sultra pada bulan Oktober didorong adanya penurunan harga di kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Yang mana, mengalami deflasi sebesar 0,58 persen dengan andil sebesar 0,19 persen.
Beberapa komoditas utama yang berkontribusi pada penurunan harga ini adalah beras 0,06 persen, terong 0,05 persen dan bayam 0,04 persen. Meski demikian, terdapat komoditas yang menyumbang inflasi bulanan seperti kacang panjang, ikan layang/ ikan benggol dan emas perhiasan, masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen.
Selain itu, tomat dan sawi hijau juga turut menyumbang inflasi dengan andil sebesar 0,03 persen. "Secara tahunan (year on year), inflasi Sultra tercatat sebesar 0,71 persen. Jauh di bawah rerata nasional yang mencapai 1,71 persen..Dengan angka ini, Sultra menempati posisi kedua terendah dari 38 provinsi di Indonesia dalam tingkat inflasi tahunan,"jelasnya.
Komoditas yang memberikan andil inflasi tahunan di Sultra antara lain sigaret kretek mesin sebesar 0,33 persen, emas perhiasan 0,27 persen dan ikan bandeng 0,06 persen. Sementara itu, beberapa komoditas berhasil menekan laju inflasi tahunan, seperti beras 0,16 persen angkutan udara, ikan layang dan tomat yang masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,07 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sultra Doni Septadijaya mengatakan terus berkoordinasi dengan gubernur menyikapi deflasi berturut - turut dari Juni hingga Oktober 2024 ini.
"Dari indikator ekonomi, sampai saat ini belum terlihat terjadi pelemahan daya beli masyarakat secara signifikan mengingat kredit dan simpanan dana pihak ketiga justru menunjukkan pertumbuhan dibandingkan dengan tahun 2023," ungkap Doni Septadijaya.
Deflasi yang terjadi di Sultra disebabkan beberapa faktor. Dampak El Nino dan La Nina relatif tidak seberat yang diprakirakan sebagaimana terjadi di akhir 2022 dan 2023. Di sisi lain, Pemda lebih awal melakukan upaya mitigasi potensi bencana.
Indikator lainnya, produksi beras Sultra tahun 2024 relatif lebih baik dibandingkan dengan tahun 2023. Level harga terutama untuk komoditas beras dan angkutan lebih stabil sebelumnya terbilang tinggi. Penurunan harga ini merupakan penyesuaian menuju keseimbangan baru.
Dalam menjaga daya beli masyarakat, Pemprov Sultra perlu melakukan langkah-langkah strategis kedepan. Pertama, percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini untuk mendorong konsumsi pemerintah dan juga rumah tangga.
Kedua, optimalisasi APBN, APBD dan Dana Desa, termasuk juga program asuransi pertanian JASINDO yang dibiayai APBN serta pemanfaatan Dana Desa untuk ketahanan pangan.
Poin ketiga sambungnya, akselerasi pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui skema klaster dan dukungan untuk sektor perikanan dan pertanian. Keempat, penguatan kerjasama antar daerah dalam bentuk business to business (B2B) yang didukung BUMD.
"Kelima, perluasan pendirian kios pemantau harga untuk pengendalian inflasi. Sementara poin terakhir, proteksi harga komoditas bagi Petani dilakukan melalui program pembelian untuk perdagangan antar daerah,"jelasnya.
Mencermati angka inflasi tahunan sebesar 0,71 persen atau berada di bawah target APBD, Pemprov Sultra perlu menyiapkan langkah kedepan. Tahun 2025 akan menjadi tantangan tersendiri, mengingat adanya potensi lonjakan harga komoditas akibat "base effect" statistik yang mengoreksi penurunan harga 2024.
Base effect adalah fenomena ketika perubahan angka di satu periode tampak lebih besar atau kecil karena angka di periode sebelumnya sangat tinggi atau rendah. Jika harga pada 2024 turun setelah kenaikan besar di 2023, maka 2025 bisa menunjukkan kenaikan yang tampak signifikan karena dibandingkan dengan 2024 yang lebih rendah.
Pemprov Sultra akan terus meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi untuk menjaga inflasi tetap terkendali, stabilitas harga, dan daya beli masyarakat tetap terjaga.“Kami optimis inflasi Sultra akan tetap stabil sehingga dapat mendukung dalam peningkatan ekonomi daerah, dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Andap. (b/rah/adv)