--Nelayan Curhat Tak Kebagian Solar
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Nelayan hanya bisa menjerit. Akses untuk bisa mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi semakin sulit. Padahal kouta BBM bersubsidi yang dijual di Stasiun Pengisian BBM Nelayan (SPBN) Lapulu diperuntukkan untuk mereka. Tak ayal, indikasi praktek kongkalikong penyaluran BBM jenis solar kian santer. Apalagi ada oknum tertentu termasuk “aparat” yang dengan mudah bisa mendapatkan kuota BBM bersubsidi. Seorang nelayan asal Lapulu yang enggan disebutkan namanya mengaku kesulitan sekali mendapatkan BBM bersubsidi.
Bukanya hanya di SPBN Lapulu, kondisi yang sama juga dialami para nelayan di dua SPBN lain di Kota Kendari. Awalnya, ia berusaha bersabar mengikuti prosedur. Namun kenyataanya, pendekatan itu bukan menjadi jalan keluar. Sejak itu, ia pun mengambil sikap tegas dan berusaha ngotot-ngototan.
“Kalau tidak ngotot memprotes, tak bakalan kebagian. Padahal kami ini nelayan kecil yang seharusnya menjadi prioritas. Sebenarnya, praktek penjualan BBM bersubsidi di SPBN Lapulu sudah menjadi rahasia umum. Hanya saja, tak ada yang berani buka suara. Yang perlu dipertanyakan, apakah mereka mengantongi rekomendasi dari Dinas Perikanan,” keluhnya kemarin.
Kepala Dinas Perikanan Kota Kendari Imran Ismail mengakui pembelian BBM bersubsidi khusus nelayan harus dibekali surat rekomendasi. Kebetul a n , rekomendasi itu menjadi kewenangannya. Tapi rekomendasi itu tak berdiri sendiri. Sebelum diterbitkan, ada dokumen yang harus dipenuhi yang menjadi dominan instansi lain seperti KSOP dan Syahbandar. Jika berkasnya lengkap, tidak ada alasan menunda penerbitan rekomendasi.
“Kami bekerja sesuai SOP. Proses pengurusan dokumen pun online. Jadi, lebih transparan. Kalau ada permainan, itu pelanggaran. Saya selalu mewanti-wanti mereka yang bertugas di UPTD jangan coba bermain-main. Jika ketahuan, saya tidak akan kompromi. Petugasnya, akan kami tindak dan copot,” tegas Imran Ismail ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (30/10).
Mengenai isu keterlibatan oknum aparat yang ikut menikmati BBM bersubsidi, ia meminta kerjasama semua pihak mengawasi. Jika ada bukti foto atau video, ia menegaskan sangat mendukung persoalan ini dibawa ke ranah pidana. Sebab pada dasarnya, kuota BBM bersubsidi ini diperuntukan untuk nelayan bukan ke areal pertambangan.
“Kalau pengisian jerigen di SPBN masih diperkenankan. Kalau laut lagi surut, kapal tak bisa merapat di dermaga SPBN. Untuk mengisi, diperkenankan menggunakan jerigen. Yang salah, kalau mengisi di jerigen lalu diangkut menggunakan mobil. Kalau ada seperti ini, laporkan. Nanti kita akan laporkan bersama-sama ke penegak hukum,” tandasnya.
Diakuinya, kuota BBM bersubsidi untuk nelayan dari Badan Penyalur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terbatas. Idealnya, kebutuhan BBM sebulan sekitar 100 ton. Namun saat ini, kuota BBM Nelayan hanya 79 ton sebulan. Rinciannya, SPBN Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari 40 ton, SPBN Lapulu 21 ton dan SPBN Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebesar 18 ton.
“Kuota BBM subsidi diperuntukkan untuk kapal dengan kapasitas 5-30 Gross Tonnage (GT). Bagi nelayan kecil, harus membentuk kelompok. Kami punya petugas penyuluh di lapangan. Saat ini, sekitar 200 s.d 300 kapal yang diberikan rekomendasi. Jumlahnya, tergantung musim. Kalau paceklik, kurang. Saat ini, jumlah kapal yang mengajukan banyak sebab lagi musimnya. Hasil tangkap Oktober hingga April cukup melimpah,” pungkasnya. (mal)