--Masyarakat Tak Diperkenankan Pungut Biaya Kebersihan
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Pantau Toronipa menjadi salah satu destinasi wisata paling favorit. Jaraknya yang hanya 13 kilometer (km) Kota Kendari ditambah akses jalan yang mulus menjadi nilai plus. Sayangnya, pengelolaan retribusi di objek wisata ini terkesan carutmarut. Atas dasar itulah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) turun tangan membenahi tata kelola retribusi.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Sultra Belli Harli Tombili mengatakan faktor kenyamanan pengunjung menjadi kunci untuk meningkatkan jumlah wisatawan. Makanya, pungutan liar (pungli) harus ditertibkan. Atas dasar itulah, pihaknya berinisiatif melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe dan masyarakat sekitar Pantai Toronipa.
Dari hasil pertemuan, pungutan biaya bagi pengunjung yang menggelar tikar adalah tindakan yang akan dihapuskan. Sebelumnya, banyak wisatawan yang mengeluhkan adanya biaya tambahan tersebut dengan dalih retribusi kebersihan.
"Untuk memperkuat aturan ini, Pemkab Konawe berencana mengeluarkan surat edaran resmi kepada masyarakat setempat. Kebijakan ini juga telah dikomunikasikan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Konawe, Ferdinand Sapan, demi memastikan bahwa peraturan ini dapat dipatuhi dengan baik," paparnya kemarin.
Di sisi lain, disepakati pengelolaan kebersihan Pantai Toronipa sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Dinas Pariwisata (Dispar) Konawe. Dengan demikian, masyarakat di sekitar pantai tidak lagi diperkenankan memungut biaya kebersihan dari pengunjung.
"Retribusi masuk yang dipungut Pemkab Konawe dinyatakan sah. Namun Pemkab Konawe diharapkan meningkatkan fasilitas dan pelayanan di objek wisata ini. Bukan hanya sekadar menyediakanMandi, Cuci, Kakus atau MCK," ujarnya.
Selain membahas pungutan biaya, Dispar Konawe akan melakukan identifikasi terkait kepemilikan lahan di area pantai. Ini dilakukan untuk menentukan batas-batas antara lahan milik masyarakat dan lahan milik negara. Hal ini dianggap penting karena sejumlah gazebo di pantai tersebut dibangun di atas tanah negara.
"Nantinya akan ada kebijakan yang jelas mengenai pemanfaatan lahan. Apabila Pemkab Konawe hendak menyerahkan kembali pengelolaan pantai kepada masyarakat, maka masyarakat harus mengurus izin pemanfaatan lahan pantai tersebut," jelas Belli.
Batas harga sewa gazebo katanya, akan dibahas dalam pertemuan lanjutan. Dengan harapan, nantinya bisa ditentukan harga yang wajar dan tidak memberatkan wisatawan. Penting bagi Dispar Konawe terlebih dahulu memetakan kepemilikan lahan secara menyeluruh, baik lahan milik masyarakat maupun milik negara.
Jika kesepakatan ini berdampak pada pengurangan pendapatan masyarakat lokal karena wisatawan memilih menggelar tikar daripada menyewa fasilitas, Dispar berharap masyarakat bisa mengambil pendekatan persuasif kepada pengunjung.
"Sepanjang komunikasinya baik, pelayanannya memadai dan harga yang ditawarkan masuk akal, kami yakin masyarakat juga akan tertarik menyewa fasilitas. Melalui kebijakan ini, pengunjung merasa nyaman dan masyarakat sekitar tetap mendapatkan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata,"pungkasnya. (c/rah)