Beda Keterangan Murid di BAP dan Persidangan

  • Bagikan
Supriyani (tengah) berbalut seragam PGRI didampingi kuasa hukum Andri Darmawan, SH (kanan) menuju ruang sidang PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Selasa (29/10/2024). (I NGURAH PANDI SANTOSA / KENDARI POS)
Supriyani (tengah) berbalut seragam PGRI didampingi kuasa hukum Andri Darmawan, SH (kanan) menuju ruang sidang PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Selasa (29/10/2024). (I NGURAH PANDI SANTOSA / KENDARI POS)

-- Putusan Sela PN Andoolo Menolak Eksepsi Supriyani

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Perlahan tapi pasti, kebenaran akan mencari jalannya sendiri. Pameo itu patut disematkan pada perkara hukum yang menimpa Supriyani.

Guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) itu didakwa menganiaya murid CD (8) pada Rabu (24/4/2024). Dalam sidang ketiga, Selasa (29/10/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 saksi dari 8 saksi yang disiapkan. 3 saksi itu adalah anak di bawah umur yakni saksi korban, CD dan 2 murid lainnya.

Keterangan 3 anak itu disampaikan dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konsel.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konsel, Ujang Sutisna, SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU), mengatakan saksi telah siap memberi keterangan. Saksi petunjuk yang pertama memberi keterangan adalah siswa yang disebut menjadi korban dugaan pemukulan oleh Supriyani. Kemudian dilanjutkan 2 saksi anak lainnya. “Karena saksinya anak, kami minta agar sidang dilakukan secara tertutup,” pinta JPU Ujang dan dikabulkan oleh majelis hakim PN Andoolo.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, SH mengatakan seorang anak tidak memenuhi syarat dikategorikan sebagai keterangan saksi sebab tidak boleh disumpah sebagaimana saksi orang dewasa. Dalam sidang tertutup mendengarkan keterangan anak yang dihadirkan JPU, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, SH menemukan perbedaan keterangan anak yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan keterangan dalam persidangan.

“Kami menemukan sejumlah fakta, yakni banyak keterangan dalam BAP tidak sesuai dengan yang disampaikan di persidangan. Misalnya persoalan waktu kejadian, dalam BAP saksi (korban) mengatakan pukul 10.00 Wita tapi dalam persidangan mengatakan kejadiannya pukul 08.30 Wita,” ujar Andri Darmawan, SH, usai sidang tertutup di PN Andoolo, Selasa (29/10/2024).

Ketua Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI) Sultra itu menegaskan ada keterangan menarik dari 3 anak itu terkait dugaan pemukulan. Kata Andri, sesuai keterangan saksi, korban dipukul dalam posisi berdiri. Di depan korban ada meja dan di belakangnya ada kursi. “Nah, kursi itu kan tinggi, kalau korban berdiri tentunya kursi menutupi pahanya. Sementara dalam foto yang dijadikan bukti, lukanya itu sejajar di paha. Itu kan aneh kalau kita lihat,” tuturnya.

“Lalu saksi lainnya mengatakan dipukul dari atas tapi pelan. Nah, kalau dipukul pakai gagang sapu jejaknya miring itu. Ini beberapa yang kita nilai ketidaksesuaian, dan banyak lagi keterangan yang kita nilai mis,” sambung Andri sambil menunjukan foto luka korban yang dijadikan barang bukti di pengadilan, kemarin.

Bahkan, kata Andri, bunyi keterangan saksi anak dalam BAP itu sama persis. Andri menduga semacam hasil copy paste (salin tempel). Buktinya, pada saat persidangan, keterangan mereka justru berbeda-beda. “Jadi kami menduga BAP ini copy paste saja kan. Lalu dikatakan bahwa Ibu Supriyani tiba-tiba datang ke kelas langsung memukul. Tanpa ada alasan jelas sebelumnya seperti apa,” tegas Andri.

Andri memaparkan keanehan lainnya dari keterangan saksi anak dalam persidangan.

“Kata saksi anak dalam sidang, bahwa tidak ada jerit kesakitan dari korban setelah dipukul. Padahal jika lukanya seperti yang dalam foto barang bukti, pasti ada teriakan. Paling tidak jeritan. Malah kata mereka (saksi anak) tidak mendengar bunyi pukulan gagang sapu itu,” imbuhnya.

Sejak awal, Andri meragukan kesaksian anakanak tersebut. “Tinggal kita lihat pembuktian selanjutnya. Masih ada 5 saksi yang akan dihadirkan JPU,” tandasnya. (ndi/b)

Putusan Sela PN Andoolo Menolak Eksepsi Supriyani

Supriyani kembali menjalani sidang dugaan penganiayaan terhadap muridnya di PN Andoolo. Supriyani yang hadir mengenanakn seragam kebesaran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tiba di PN Andoolo didampingi kuasa hukumnya, Andri Darmawan, SH, Selasa (29/10/2024).

Hakim Ketua Stevie Rosano, SH membacakan beberapa poin putusan sela dalam sidang. Pertama, menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa Supriyani. Putusan itu diambil setelah majelis hakim mendengar, memperhatikan, dan membaca dengan seksama eksepsi penasehat hukum atas dakwaan penuntut umum.

Selain itu, majelis hakim telah mendengar, memperhatikan, dan menelaah pula dengan seksama pendapat secara tertulis dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas keberatan dari penasehat hukum Supriyani. “Untuk menguji dakwaan tersebut terbukti atau tidak, ataupun kronologis yang diuraikan JPU sesuai dengan fakta atau tidak, maka akan dilakukan pembuktian dalam persidangan,” ujar Hakim Ketua Stevie Rosano, SH.

Stevie Rosano juga memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Supriyani dan menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.

Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, SH mengatakan dakwaan jaksa tidak dapat diterima karena dakwaan tersebut dibuat berdasarkan hasil penyidikan yang cacat prosedur.

Andri dan tim kuasa hukum lainnya tak masalah jika eksepsi ditolak, sebab sidang segera berlanjut pada agenda pokok perkara. Sebab, kuasa hukum ingin membuktikan Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi.

“Ini memang tidak biasa, kami keberatan terhadap dakwaan JPU tapi kami juga meminta agar eksepsi ditolak. Karena kami ingin sidang lanjut ke pokok perkara dan membuktikan bahwa Ibu Supriyani tidak bersalah, dan supaya oknum yang terlibat dimintai pertanggungjawaban, baik sanksi etik maupun sanksi pidana,” tegas Andri Darmawan, SH. (ndi/b)

  • Bagikan

Exit mobile version