KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Guru honorer di SDN 4 Baito, Supriyani kembali duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Senin (28/10/2024). Tim kuasa hukum Supriyani menyampaikan tanggapan dan keberatan terhadap dakwaan terhadap Supriyani yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Konawe Selatan (Kejari Konsel) pada sidangan sebelumnya, Kamis (24/10/2024).
"Dalam sidang kami meminta majelis hakim agar menolak nota keberatan kami. Tujuannya supaya persidangan dilanjutkan kepada pokok perkara. Karena kalau eksepsi kami diterima, persidangan tidak akan lanjut ke pokok perkara,” ujar kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, SH di sela-sela skorsing sidang usai pembacaan eksepsi, Senin (28/10/2024). JPU diberi waktu menyusun replik atau tanggapan atas eksepsi yang disampaikan kuasa hukum Supriyani.
Andri Darmawan, SH menekankan keinginannya melanjutkan ke pokok perkara supaya dapat membuktikan Supriyani tidak bersalah dan diduga menjadi korban kriminalisasi. “Jika terbukti Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi, kami ingin oknum-oknum yang telah membuat ibu Supriyani tersangka ditahan, dan harus bertanggungjawab baik secara etik maupun secara pidana,” tegasnya.
Ia juga menuturkan, formil perkara sudah jelas, bahwa melanggar undang-undang sistem peradilan anak. “Karena banyak prosedur yang tidak dilakukan. Seperti meminta pekerja sosial dan pembimbing masyarakat untuk pendampingan,” ungkap Andri Darmawan, SH.
Ia menjelaskan, telah terjadi dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara ini. Terjadi konflik kepentingan, sebab penyidik di Polsek Baito yang menangani perkara ini rekan kerja ayah murid SDN 4 Baito atau suami pelapor. “Juga terjadi pemaksaan agar Ibu Supriyani untuk mengaku, padahal Ibu Supriyani tidak pernah melakukan,” terangnya.
Andri Darmawan, SH menyebut terjadinya dugaan rekayasa penyidikan. Penyidikan ini hanya berdasarkan keterangan 3 anak. Padahal keterangan anak ini tidak bisa dijadikan sebagai keterangan saksi. “Kalaupun hanya dijadikan bukti petunjuk, penyidik tidak bisa menjadikan bukti petunjuk. Nanti hakim yang menentukan karena itu kewenangan hakim. Dakwaan JPU harus ditolak majelis hakim karena disusun melalui proses yang cacat dan diduga penuh rekayasa,” terangnya.
Kemudian, bukti petunjuk itu apakah ada kesesuaian dengan alat bukti yang lain? “Kan tidak ada. Karena saksi-saksi yang diperiksa termasuk Ibu Lilis (guru wali kelas korban) mengatakan tidak ada kejadian yang dituduhkan pada 24 April 2024. Pada waktu kejadian yang dituduhkan, murid Kelas 1A sudah pulang,” tutur Andri Darmawan, SH.
Ketua LBH HAMI Sultra itu menuturkan, bukti yang ada tidak sesuai hasil visum dengan keterangan saksi. “Korban katanya dipukul 1 kali dengan gagang sapu ijuk tapi menyebabkan beberapa luka, sampai melepuh dan paha dalam juga luka. Nah itu juga yang janggal,” imbuhnya.
Saat penyidikan, kuasa hukum sudah pernah meminta agar dilakukan rekonstruksi agar ketahuan bagaimana Supriyani yang katanya memukul murid hingga menyebabkan luka. “Ini kan harusnya dibuka saja sejak awal agar terang. Tapi tidak dilakukan (rekonstruksi, red). Termasuk buka juga terkait permintaan sejumlah uang kepada Ibu Supriyani,” kata ia.
Andri Darmawan, SH menekankan, Supriyani dipaksa oleh penyidik untuk mengakui dugaan penganiyaan itu. “Penyidik Polsek Baito mengatakan ke kepala sekolah agar menyampaikan ke Ibu Supriyani datang saja mengaku dan meminta maaf agar perkara ini dihentikan. Dengan berat hati, Supriyani datang meminta maaf sambil menangis. Karena ketakutan oleh ancaman perkara akan dilanjutkan. Sementara ia memiliki 2 anak yang masih kecil,” jelasnya.
Ternyata kasus tersebut berlanjut, dan pada saat Supriyani berstatus tersangka ada lagi permintaan uang Rp2 juta. “Saksinya Ibu Supriyani dan kepala desa. Uang itu sudah diambil di rumah kepala desa. Nilainya Rp 2 juta. Uang Ibu Supriyani Rp1,5 juta ditambah uang kepala desa Rp500 ribu,” beber Andri Darmawan, SH.
Saat kasus tersebut dilimpahkan ke Kejari Konsel, kata Andri Darmawan, SH, terjadi lagi permintaan uang sebesar Rp15 juta agar tidak dilakukan penahanan. “Informasi yang kami terima seperti itu. Ibu Supriyani tidak bisa menyanggupi karena tidak punya uang sebanyak itu,” imbuhnya.
Andri Darmawan, SH, menyebut adanya permintaan uang Rp50 juta agar perkara ini dihentikan. Andri mengaku sudah memegang buktinya. “Ada permintaan uang senilai Rp50 juta. Kami memiliki bukti terkait permintaan uang ini, nantinya akan dibuka dalam persidangan,” sebutnya.
PGRI, Masyarakat dan Mahasiswa Minta Supriyani Dibebaskan
Di luar ruang sidang, dukungan terhadap Supriyani mengalir deras dari PGRI, masyarakat, dan mahasiswa. Mereka demonstrasi di depan PN Andoolo, dan mendesak agar Supriyani dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Selain orasi, para guru melakukan aksi teaterikal dan yasinan sebagai bentuk solidaritas dan dukungan agar Supriyani dibebaskan.
Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo mengatakan massa PGRI turun untuk menyemangati Supriyani.
“Kami berharap agar Supriyani divonis bebas karena kami melihat beliau tidak bersalah dan tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan,” ujarnya. (ndi/b)