Penulis : Muhammad Ashar Administrator Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM dan Keungan Inklusif Syariah
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Dalam beberapa tahun terakhir, inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data terbaru hasil SNLKI tahun 2022 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada tahun 2023, tingkat kepemilikan akun keuangan telah mencapai 76,3% di seluruh Indonesia, dengan target yang ambisius untuk mencapai 80% pada tahun 2024.
Namun, terdapat tantangan bagi masyarakat untuk masuk dalam sistem keuangan, yaitu Keterbatasan Kemampuan Ekonomi terutama di kalangan masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok subsisten.
Kelompok subsisten di Indonesia tidak hanya terdiri dari pengusaha mikro yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi pengusaha mandiri yang lebih produktif. Sebagai bagian dari strategi keuangan inklusif nasional, kelompok ini menjadi target utama karena mereka paling rentan terhadap masalah ekonomi, seperti keterbatasan akses keuangan, rendahnya literasi keuangan, dan minimnya peluang untuk berkembang.
Masyarakat subsisten yang mayoritas berpenghasilan rendah sering kali kita temukan di daerah perkotaan dengan tingkat kebutuhan ekonomi yang tinggi. Inilah mengapa Bank Indonesia (BI) melalui program Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Inklusif (EKI) mendorong pengembangan masyarakat, utamanya kelompok subsiten untuk mencapai kemandirian ekonomi.
Program ini mengintegrasikan tiga aspek utama yaitu Peningkatan Kapasitas Bisnis, Literasi Keuangan, Dan Penguatan Kelembagaan.
Melalui model bisnis yang dirancang oleh Bank Indonesia, kelompok subsisten diberikan pelatihan intensif mengenai pengelolaan keuangan pribadi dan usaha, akses layanan keuangan digital, serta pemanfaatan berbagai kanal keuangan formal.
Upaya ini dilakukan untuk mendorong kelompok subsiten agar lebih familiar dengan berbagai layanan keuangan seperti rekening bank, pembayaran digital, hingga pembiayaan usaha yang sangat dibutuhkan untuk bertumbuh.
Pengembangan EKI berbasis kelompok subsisten dilakukan melalui beberapa tahapan yang dirancang untuk memberikan dampak jangka panjang dalam implementasi program ini antara lain:
Inisiasi: Pada tahap ini, kelompok subsisten dipilih berdasarkan kriteria tertentu, termasuk potensi pertumbuhan dan kesamaan latar belakang sosial ekonomi. Setelah itu, dilakukan pemetaan stakeholders dan asesmen kondisi awal untuk memahami kebutuhan spesifik kelompok.
Kedua, Penguatan Kapasitas: Melalui pelatihan dan pendampingan, anggota kelompok subsisten diberikan pengetahuan dasar mengenai pengelolaan keuangan, literasi keuangan, serta cara mengakses layanan keuangan formal. Pada tahap ini, kelompok juga diberikan pelatihan penggunaan teknologi digital untuk mendukung usaha mereka, seperti pemasaran digital dan e-commerce.
Ketiga, Penguatan Kelembagaan: Untuk menciptakan kesinambungan jangka panjang, kelompok subsisten didorong untuk membentuk kelembagaan formal. Pembentukan kelembagaan ini penting agar kelompok dapat beroperasi lebih profesional dan memiliki struktur manajemen yang baik.
Keempat Monetisasi dan Inovasi: Setelah kelompok subsisten memiliki kemampuan dasar dalam pengelolaan usaha dan keuangan, tahap berikutnya adalah memfasilitasi kelompok subsisten untuk mengakses pembiayaan formal dan memanfaatkan layanan keuangan untuk memperluas usaha. Inovasi dalam model bisnis juga didorong agar usaha dapat berkembang secara lebih mandiri.
Sampai dengan saat ini sudah ada 91 program kelompok subsisten dengan jumlah peserta mencapai 1.697 orang yang dilaksanakan oleh 46 Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) di seluruh Indonesia. Menariknya, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan hampir setengahnya merupakan penerima bantuan sosial. Salah satunya Kelompok Wanita Tani (KWT) Manggarai binaan KPwBI Sulawesi Tenggara yang merupakan contoh nyata pemberdayaan ekonomi berbasis organic urban farming. Terdiri dari 10 perempuan berusia antara 36 hingga 50 tahun, kelompok ini berfokus pada pengembangan komoditas hortikultura, seperti sayuran segar, dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan produktif yang awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Namun, dengan komitmen yang kuat dalam penerapan metode organic urban farming yang baik, KWT Manggarai tidak hanya berhasil menjadi produsen sayur mayur yang berkontribusi pada pasokan sayuran di Kendari namun juga menerima manfaat positif baik dari sisi pendapatan, keuangan hingga kelembagaan sebagai berikut Pertama, Peningkatan Pendapatan Sebelum program, anggota kelompok subsisten KWT Manggarai memiliki pendapatan yang relatif rendah, dengan rata-rata pendapatan Rp1-2jt jauh di bawah upah minimum regional. Setelah program berjalan, rata-rata pendapatan bulanan dari hasil budidaya hortikultura mengalami peningkatan yang konsisten. Pada bulan September 2024, total pendapatan rata-rata perbulan mencapai Rp7.000.000, dengan pendapatan bersih mencapai Rp5.000.000. Pendapatan ini berasal dari penjualan sayuran di Pasar Tani dan hasil turunan seperti Jus Pakcoy.
Kedua, Akses ke Pembiayaan dan Layanan Keuangan Formal Sebelum program, sebagian besar anggota KWT belum memanfaatkan produk keuangan formal secara maksimal. Setelah pelatihan dan pendampingan, mereka mulai memahami pentingnya akses ke layanan keuangan formal, seperti membuka rekening tabungan dan menggunakan produk-produk digital seperti QRIS untuk transaksi. Ini memudahkan mereka untuk menerima pembayaran secara non-tunai, memperluas jangkauan pasar, dan memanfaatkan layanan keuangan yang lebih efisien.
Ketiga, Pengelolaan Keuangan yang Lebih Baik Salah satu hasil utama dari program ini adalah peningkatan dalam manajemen keuangan baik pribadi maupun usaha. Para anggota kelompok dilatih untuk melakukan pencatatan keuangan sederhana serta melalui Aplikasi SIAPIK (Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan), yang membantu mereka memantau arus kas dan mengelola pendapatan serta pengeluaran usaha. Sebagai contoh, pencatatan keuangan kelompok menunjukkan pengeluaran untuk bahan baku seperti bibit tani dan pupuk, serta pendapatan dari penjualan produk pertanian.
Keempat, Diversifikasi Usaha Selain menjual produk hortikultura, KWT Manggarai mulai memproduksi dan menjual produk turunan seperti jus pakcoy yang telah mempunyai legalitas sertifikasi PIRT dan Halal. Diversifikasi ini memberikan sumber pendapatan tambahan dan membantu mereka memaksimalkan hasil dari usaha tani yang mereka jalankan. Keberadaan produk turunan juga membuka peluang untuk memasuki pasar baru dan menarik lebih banyak konsumen.
Kelima, Pengembangan Kapasitas untuk Akses Pasar yang Lebih Luas Dengan adanya pelatihan dalam pemasaran digital, meskipun belum sepenuhnya optimal, KWT Manggarai mulai memanfaatkan media conversation e-commerce Whatsapp dan Facebook untuk memperluas akses pasar. Sehinnga KWT dapat menjual produk mereka tidak hanya secara lokal di Pasar Tani, tetapi juga secara online. Seiring waktu, ini diharapkan akan membantu meningkatkan penjualan dan skala usaha mereka.
Keenam, Penguatan Modal Sosial dan Kelembagaan Program ini juga berdampak pada penguatan kelembagaan dan kerja sama dalam kelompok. KWT Manggarai kini telah membentuk struktur organisasi yang lebih baik dengan peran local leader untuk mengoordinasi kegiatan kelompok. Meskipun kelembagaan masih bersifat informal, adanya pengorganisasian ini membantu memastikan kontinuitas usaha dan memperkuat modal sosial kelompok.
Ke depannya, program EKI berbasis kelompok subsisten direncanakan untuk memperluas cakupan dengan mereplikasi model yang telah berhasil diimplementasikan pada berbagai daerah. Tujuan utama dari perluasan program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, sebagai generasi milenial yang peduli terhadap isu sosial dan keuangan hal ini merupakan kesempatan emas untuk berkontribusi nyata. Dengan berpartisipasi, baik sebagai relawan, pendamping, maupun investor sosial, kita dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang lebih adil dan inklusif. Masa depan inklusi keuangan ada di tangan kita, dan dengan langkah yang tepat, kita dapat membantu masyarakat yang paling membutuhkan untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan yang berkelanjutan. (Adv)