Polres Konsel: Tak Ada Permintaan Uang untuk Kompensasi Damai

  • Bagikan
SUPPORT: Pengurus PGRI Konsel bersama lintas organisasi menyuarakan dukungan untuk Supriyani, kemarin. Mereka berharap keadilan ditegakkan untuknya dan dibebaskan. (I Ngurah Pandi/ Kendari Pos)
SUPPORT: Pengurus PGRI Konsel bersama lintas organisasi menyuarakan dukungan untuk Supriyani, kemarin. Mereka berharap keadilan ditegakkan untuknya dan dibebaskan. (I Ngurah Pandi/ Kendari Pos)

KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Kapolres Konsel, AKBP Febry Sam, SIK.,M.Si menampik sejumlah informasi, dalam pemberitaan di berbagai media online maupun media sosial, tentang perkara yang melibatkan guru honorer atas nama Supriyani.

“Selama proses penyidikan, Penyidik Polres Konsel tidak pernah melakukan penahanan terhadap tersangka sampai dengan tahap II,” tegas AKBP Febry Sam, kemarin.

Lalu, lanjutnya, keluarga korban tidak pernah meminta sejumlah uang untuk kompensasi damai. Dan selama 5 kali proses mediasi , keluarga korban tidak pernah membahas dan menyebutkan nominal uang persyaratan damai.

“Pihak kepolisian melakukan proses penyelidikan selama tiga bulan. Tujuannya untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak,” jelasnya. Namun selama 5 kali mediasi itu, tidak ada kesepakatan.

Sehingga pelapor (ibu korban) menanyakan kepada penyidik, atas laporanya untuk memberikan kepastian hukum. Kemudian, penyidik menaikan status penyelidikan ke penyidikan.

Diketahui, Febry dalam keterangannya mengungkapkan, pertama kali ketahuan informasi tersebut pada hari Jumat, 26 April 2024.

Kala itu, orang tua memandikan korban dan saudaranya. “Saat hendak dimandikan, korban menolak dan akan mandi sendiri,” kata Kapolres dalam keterangannya.

Setelah dipaksa, lanjutnya, kelihatanlah bekas pukulan dan korban sempat mengelak kalau bekas luka yang dialami karena jatuh.

“Setelah ditanya terus menerus oleh kedua orang tuanya, akhirnya korban mengaku kalau bekas luka itu karena pukulan gurunya,” ungkap Febry Sam. Hari itu juga, orang tua korban yang juga anggota Polsek Baito meminta pentunjuk Kapolsek Baito, IPDA Muh Idris, SH.,MH.

“Kapolsek mengatakan agar diselesaikan secara kekeluargaan dan di hari itu juga Kapolsek memanggil keduanya untuk dimediasi,” ucap Kapolres. Saat proses mediasi itu, belum ada Laporan Polisi (LP) dan telah dilakukan beberapa pertemuan tetapi tak menemui titik temu. Hingga terbitnya Laporan Polisi. “Pertemuan sudah beberapa kali di rumah korban.

Termasuk Kepala Desa Wonua Raya ikut memediasi, tetapi ibu korban belum menerima,” jelasnya. Kapolres juga menjelaskan, selama proses mediasi di rumah korban, suami terlapor mengeluarkan amplop putih yang tidak ditahu apa isinya.

“Karna merasa tersinggung, orang tua korban mengatakan apa ini? Sehingga Kepala Desa Wonua Raya mengambil kembali amplop yang diletakkan di atas meja,” bebernya. Terkait permintaan dana Rp. 50 juta seperti yang berkembang, Kapolres menjelaskan, pernyataan itu dari Kepala Desa Wonua Raya. “Mungkin bersangkutan ingin membantu menyelesaikan kasus ini dan berbicara empat mata dengan Kapolsek Baito.

Hanya Kapolsek menyampaikan, mau berapapun itu banyaknya uang, kalau tidak ada permohonan maaf ataupun kesepakatan kepada pihak korban, tidak akan terjadi,” terangnya. Karena belum ada itikad baik dari terlapor untuk kembali, akhirnya proses berlanjut. Hingga pada 26 September 2024, kasus ini sudah P21. “Mulai dari awal penyidikan sampai P21, tidak dilakukan penahanan oleh kepolisian dalam hal ini Polsek,” tekan Febry. Penahanan itu, tambah Febry Sam, setelah berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan dan kejaksaan yang melakukan penahanan di Lapas Perempuan dan Anak Kendari. (b/ndi)

  • Bagikan

Exit mobile version