KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID - Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah, menyarankan agar pasal kerugian negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dikaji ulang. Dia menilai bahwa definisi kerugian negara dalam pasal tersebut kerap digunakan secara serampangan dalam kasus-kasus korupsi, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
Chandra menekankan pentingnya membedakan antara kerugian negara yang nyata dan potensi kerugian yang belum pasti. Pasal kerugian negara, sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, menjadi dasar dalam banyak kasus korupsi di Indonesia.
Namun, menurut Chandra, pasal tersebut sering digunakan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Banyak kasus yang hanya melihat potensi kerugian langsung dianggap sebagai kerugian negara, padahal dalam bisnis ada dinamika yang harus diperhatikan,” ujar Chandra Hamzah, dikutip Minggu (22/9/2024).
Lebih lanjut, Chandra mengusulkan agar pasal kerugian negara dalam UU Tipikor diperjelas agar tidak mudah disalahgunakan. Definisi yang lebih tegas dan pembagian yang jelas antara kerugian nyata dan potensi kerugian diperlukan agar tidak ada kriminalisasi berlebihan terhadap tindakan bisnis yang sah.
Menurut pimpinan KPK periode 2007-2011 itu, bahwa revisi ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis, terutama yang beroperasi di sektor BUMN. “Kita butuh aturan yang lebih adil. Jangan sampai setiap keputusan bisnis yang membawa risiko dianggap sebagai tindak pidana korupsi hanya karena ada potensi kerugian,” kata Chandra.
Dia menambahkan, perubahan ini harus segera dilakukan agar tidak mengganggu iklim investasi dan keberlanjutan perusahaan BUMN yang sering terlibat dalam proyek-proyek besar. Chandra juga menekankan bahwa akuisisi atau keputusan bisnis yang diambil oleh BUMN seharusnya dievaluasi berdasarkan hasil akhirnya, bukan sekadar potensi kerugiannya.
“Tidak semua potensi kerugian bisa dianggap sebagai tindak pidana. Negara harus mampu membedakan mana risiko bisnis dan mana yang betulbetul merugikan negara secara nyata,” pungkas Chandra. (jpg)