-- Paling Rawan Terjadi Pelanggaran Netralitas ASN
KENDARIPOS.FAJAR.CO.ID- Tujuh daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra) masuk "zona merah" pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Zona merah dimaksud, karena tujuh daerah tersebut paling rawan terjadi pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN).
Tujuh daerah tersebut adalah Kota Kendari, Kabupateb Muna, Konawe Selatan (Konsel), Kolaka, Wakatobi, Muna Barat (Mubar), dan Konawe Utara (Konut).
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menyusun dan memetakkan, kerawanan Pilkada tahun 2024, dan tujuh daerah itu, menjadi perhatian serius karena masuk kategori rawan tinggi pelanggaran netralitas ASN.
Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum dan Sengketa Bawaslu Sultra, Heri Iskandar mengungkapkan, berdasarkan hasil pemetaan (indeks kerawanan pemilu/ IKP), masalah netralitas ASN masih menjadi ancaman serius dalam menghadapi Pilkada 27 November mendatang.
"Indeks kerawanan pemilu, salah satunya masih seputar netralitas ASN. Termasuk juga money politik. Ini menjadi perhatian serius jelang pilkada serentak 2024," ungkap Heri Iskandar, kemarin.
Dalam pemetaan Bawaslu Sultra, ada tiga kategori potensi kerawanan pilkada. Ada rawan tinggi (tujuh daerah), rawan sedang (sembilan daerah), dan rawan rendah (satu daerah). Detailnya lihat grafis.
"Penyusunan IKP berdasarkan data hasil Pilkada 2020. Hasilnya, masalah netralitas ASN dan money politik berada diurutan paling atas potensi kerawanan Pilkada 2024," jelasnya.
Selanjutnya, untuk masalah money politic (politik uang), ada dua daerah masuk kategori rawan tinggi. Dua daerah dimaksud adalah Kabupaten Muna dan Muna Barat. Sedangkan selebihnya masuk kategori rawan sedang. Selebihnya lihat grafis.
Meski tidak mudah, namun Bawaslu Sultra sudah berkomitmen mengawal jalannya Pilkada 2024. Berbagai potensi kerawanan pilkada, sudah dipetakan. "Kami optimis bisa mengawal pilkada serentak dengan baik," yakinnya.
Butuh Perhatian Serius Kepala Daerah
Bawaslu Sultra berharap, tingginya potensi pelanggaran netralitas ASN di tujuh daerah tersebut, termasuk daerah lain di Sultra, harus menjadi perhatian kepala daerah. Sebab, tanpa penegasan dari pimpinan daerah, sulit untuk menjaga netralitas ASN.
Dalam beberapa kesempatan, Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo mengaku pihaknya telah mengirimkan imbauan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra dan pemerintah kabupaten/kota, agar selalu mengingatkan jajarannya supaya netral dalam pemilu.
Mantan komisioner KPU Sultra itu membeberkan, kerawanan netralitas ASN didominasi pelanggaran yang dibuat di media sosial (medsos). “Pelanggarannya kebanyakan di medsos, minta di like, share dan sebagainya,” ujarnya.
Terkait pelanggaran itu, Bawaslu Sultra memeriksa, mengkaji dan menyampaikan rekomendasi hasil temuan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk ditindak.
Pj Gubernur Komitmen Menjaga Netralitas
Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto menegaskan seluruh ASN harus netral di Pilkada Sultra 2024. Dirinya tidak akan menoleransi pelanggaran sekecil apapun yang bisa merusak citra demokrasi.
"ASN yang terbukti melanggar netralitas akan diberikan sanksi sesuai peraturan berlaku,” tegasnya.
Mantan Kapolda Sultra ini mengaku komitmen menjaga netralitas ASN. Sebagai langkah konkret, dirinya telah mengeluarkan beberapa surat edaran yang menegaskan pentingnya netralitas ASN dalam Pilkada.
Yakni Surat Edaran Gubernur Sultra No. 200.2.1/1743 Tahun 2024 tertanggal 23 April 2024 tentang Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pilkada Tahun 2024 di Pemerintah Provinsi Sultra.
Surat edaran tersebut kemudian dipertegas kembali melalui Surat Edaran Pj Gubernur Sultra No. 200.2.1/1842 tanggal 30 April 2024. Selain itu, juga mengeluarkan Surat Edaran No. 100.3.4.1/5 Tahun 2024 tentang pengunduran diri penjabat bupati atau wali kota yang hendak maju dalam Pilkada Serentak 2024 di Sultra.
Harus Ada Sanksi Tegas
Pengamat Politik Sultra, Dr. Muh Najib Husain mengakui kalau salah potensi kerawanan dalam Pilkada 2024 adalah netralitas ASN.
"Salah satu potensi kerawanan pemilu adalah adanya ruang terjadi mobilisasi calon (kepala daerah/peserta pilkada) terhadap ASN. Mengingat ASN itu adalah potensi suara yang sangat besar dan itu sangat mudah dimanfaatkan oleh para calon," ungkap Najib, kemarin.
Karena berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab, Najib meminta penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu untuk tegas dalam tahapan (menjelang) pemilu.
"Jika ada pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu harus langsung memberikan sanksi tegas. Tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus ada sanksi yang jelas, agar menjadi efek jera bagi ASN lainnya," tegasnya.
Ancaman Pilkada lainnya, lanjut Dr. Najib Husain, yakni potensi money politic. Menurutnya, politik uang masih berpotensi tinggi terjadi di Pilkada.
Ia mencontohkan, pemilih pemula sangat mudah untuk dimobilisasi dengan money politic. Misalnya, mahasiswa yang kuliah di kota, mudah saja dirayu untuk pulang kampung oleh tim kampanye paslon tertentu, dengan mahar biaya transportasi (tiket kapal dan angkutan) diberikan sedikit tambahan uang saku.
"Setiap pemilihan, fenomena itu sering terjadi. Dan bukan tidak mungkin, Pilkada 2024 juga kembali terjadi," jelasnya.
Sekadar informasi, berdasarkan hasil pemetaan Bawaslu Sultra, selain masalah netralitas ASN dan politik uang, juga terdapat beberapa potensi kerawanan pemilu lainnya. Diantaranya, isu pelaksanaan pemungutan suara, distribusi logistik, isu adjukasi keberatan, dan isu keamanan.
POTENSI PELANGGARAN NETRALITAS ASN DI PILKADA
DAERAH RAWAN TINGGI:
-Kota Kendari
-Muna
-Konawe Selatan
-Kolaka
-Wakatobi
-Muna Barat
-Konawe Utara
DAERAH RAWAN SEDANG:
-Buton Tengah
-Buton Utara
-Buton Selatan
-Konawe
-Kota Baubau
-Buton
-Bombana
-Kolaka Timur
-Konawe Kepulauan
DAERAH RAWAN RENDAH:
Kolaka Utara
POTENSI PELANGGARAN POLITIK UANG DI PILKADA
DAERAH RAWAN TINGGI
-Muna Muna Barat
DAERAH RAWAN SEDANG:
-Kota Kendari
-Konawe Kepulauan
-Buton Utara
-Konawe Selatan
-Kolaka
-Kota Baubau
-Buton
-Kolaka Utara
DAERAH RAWAN RENDAH:
-Wakatobi
-Kolaka Timur
-Konawe Utara
-Buton Tengah
-Buton Selatan
-Konawe
-Bombana
JENIS PELANGGARAN NETRALITAS ASN:
-Terlibat dalam kampanye politik, baik sebagai peserta maupun pendukung
-Menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan politik
-Menyebarkan informasi yang mendukung atau menentang calon tertentu
-Memanfaatkan jabatan untuk mempengaruhi pemilih
SUMBER DATA: BAWASLU SULTRA (b/ags/ing)